II. Tindakan-tindakan Sebelum dan Selama Sidang

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
B. Kewenangan/Kompetensi Pengadilan
Advertisements

POKOK – POKOK PTUN & BERACARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
Susunan dan Kekuasaan Badan Peradilan Umum dan Khusus
HUKUM ACARA PENGUJIAN UU
TEKNIK MEMBUAT PUTUSAN
Prosedur Beracara Arbitrase
Perihal Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan
UPAYA BANDING, KASASI DAN PENINJAUAN KEMBALI
Kewajiban pencatatan pajak M-2
Cara Mengajukan Gugat.
PERIHAL PEMBUKTIAN.
BANTUAN HUKUM Dan PROSEDUR MENGAJUKAN GUGATAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA Oleh: Krepti Sayeti, SH.
Perihal Putusan Yang Dapat Dilaksanakan Terlebih Dahulu
PENGADILAN PAJAK.
Perihal Kasasi.
& PERMOHONAN GUGATAN m.Hamidi masykur.
PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM
PENGERTIAN PUTUSAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP
PRAKTEK HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
SELAMAT BERJUMPA SELAMAT BERJUMPA.
Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Persiapan
Surat Kuasa.
Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial melalui Pengadilan Bag. 2
DALAM HUKUM ACARA PERDATA
Disriani Latifah, SH, MH, MKn
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
HUKUM ACARA PERDATA Hukum acara perdata disebut juga hukum perdata formil yaitu aturan-aturan hukum yang mengatur cara bagaimana orang harus bertindak.
PENGERTIAN HUKUM ACARA PERDATA
PENGADILAN PAJAK UU. NOMOR 14 TAHUN 2002
KESIMPULAN DAN PUTUSAN
PUTUSAN.
HUKUM ACARA PERDATA.
Pembuatan Gugatan dalam Beracara Di Pengadilan Hubungan Industrial
TIM AKREDITASI PENJAMINAN MUTU
Oleh : DR. HJ. MARNI EMMY MUSTAFA, SH.,MH
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG R.I NOMOR 2 TAHUN 2015
HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
UPAYA HUKUM.
PENGAJUAN GUGATAN.
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
Federasi Serikat Buruh
SITA JAMINAN.
AMELIA SRI KUSUMA DEWI, S.H., M.Kn
PUTUSAN.
PEMERIKSAAN DALAM PERSIDANGAN
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
PUTUSAN HUKUM ACARA PERDATA.
GUGATAN PTUN Dr. Triyanto.
Materi 13.
SURAT GUGATAN.
Hukum acara pidana Pengantar ilmu hukum.
UPAYA HUKUM.
Hukum Acara Perdata.
PRAKTEK GUGATAN PERDATA DI PENGADILAN NEGERI
Dasar untuk mengajukan gugatan
Pengadilan Pajak Pengadilan Pajak Gugatan Banding
PROSES EKSEKUSI AGUNAN
Pengadilan Pajak UU 14 Tahun 2002.
PENGANTAR ALAT BUKTI.
Disriani Latifah, SH, MH, MKn
PENGERTIAN SITA JAMINAN
Tindakan Sebelum dan Selama Sidang
Alasan mengajukan gugatan
PENGAJUAN GUGATAN.
SURAT GUGATAN.
UPAYA HUKUM.
PUTUSAN PENGADILAN PAJAK DAN PENINJAUAN KEMBALI
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA
DALAM HUKUM ACARA PERDATA
PUTUSAN M.Hamidi Masykur.
Transcript presentasi:

II. Tindakan-tindakan Sebelum dan Selama Sidang

A. Mengajukan Gugatan Tuntutan Hak. Tuntutan hak dalam hukum acara perdata ada dua macam, yaitu : Tuntutan hak yang mengandung sengketa (contentieus jurisdictie atau jurisdictio contentiosa), yang disebut dengan gugatan dan Tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa (voluntaire jurisdictie atau jurisdictio voluntario) , disebut permohonan.

Perbedaan antara gugatan dan permohonan adalah sbb: Pada gugatan, ada sengketa, sedangkan pada permohonan tidak ada sengketa; Pada gugatan, sekurang-kurangnya ada dua pihak (penggugat dan tergugat), sedangkan pada permohonan hanya ada satu pihak (pemohon); Pada gugatan, hakim yang memeriksanya pada umumnya terdiri dari tiga orang (majelis), sedangkan pada permohonan hakim yang memeriksanya hanya hakim tunggal; Pada gugatan, hasil akhir dari pemeriksaan ialah putusan (vonnis), sedangkan pada permohonan, hasil akhir ialah berupa penetapan (beschikking), atau lazim disebut putusan declaratoir

Pada permohonan, misalnya : apabila segenap ahli waris dari seorang almarhum secara bersama-sama menghadap pengadilan untuk mendapat suatu penetapan perihal bagian masing-masing dari harta warisan almarhum berdasarkan ketentuan Psl 236 a HIR. Disini hakim hanya sekedar memberi jasa-jasanya sbg seorang tenaga tata usaha negara. Contoh lain dari permohonan adalah : permohonan pengangkatan anak (adopsi), permohonan pengangkatan untuk menjadi wali, perubahan nama, penambahan nama, dsb.

Suatu tuntutan hak (gugatan), orang yang mengajukannya haruslah mempunyai kepentingan yang cukup, dan ini merupakan syarat utama untuk diterimanya suatu tuntutan hak (gugatan) oleh pengadilan. Jadi orang yang berkepentinganlah yang dapat mengajukan tuntutan hak (gugatan) ke pengadilan. Kalau tuntutan hak (gugatan) diajukan oleh orang yang tidak berkepentingan, maka tuntutan hak (gugatan) itu akan ditolak, apabila terbukti penggugat adalah orang yang tidak berkepentingan terhadap perkara itu.

2. Syarat-syarat atau Isi dari Surat Gugatan Mengenai syarat-syarat atau isi dari surat gugatan, HIR dan RBg tidak mengaturnya. Dalam praktek hukum acara perdata, selalu berpedoman kepada ketentuan dalam Rv yang merupakan syarat substansif, yakni dalam Pasal 8 ayat 3 Rv, yaitu : Identitas para pihak Posita (Fundamentum petendi) : dalil-dalil gugatan Petitum (tuntutan)

Selain syarat substansif yang diatur dalam Pasal 8 ayat 3 Rv, dalam praktek juga ada syarat formal, yaitu : Tempat dan tanggal pembuatan surat gugatan Meterai Tandatangan oleh Penggugat atau kuasanya

a. Identitas Para Pihak Identitas para pihak, yang memuat informasi: Nama lengkap Umur/tempat dan tanggal lahir Pekerjaan Alamat atau tempat tinggal atau domisili Dalam hal badan hukum sbg para pihak, harus disebutkan nama badan hukumnya, dan nama orang yang berwenang mewakili badan hukum tsb menurut anggaran dasar atau peraturan yang berlaku. Jika merupakan cabang dari badan hukum, maka tetap harus disebutkan identitas dari badan hukum tersebut.

Jika gugatan diajukan kepada beberapa orang/ badan hukum, maka harus dikualifikasikan sbg Tergugat I, Tergugat II dst. Jika gugatan diajukan oleh beberapa orang, maka harus dikualifikasikan sbg Pggt I, Pggt II dst. Pggt harus benar-benar pihak yang berhak untuk mengajukan gugatan tsb. Jika diajukan oleh orang yang tidak berhak, maka gugatan tidak dapat diterima Pggt harus benar-benar lengkap (semua sudah termasuk). Jika gugatan tidak lengkap para pihaknya, maka gugatan akan dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard = NO).

b. Posita (fundamentum petendi) Posita (fundamentum petendi) adalah dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar atau alasan dari tuntutan. Posita terdiri dari dua bagian, yaitu Bagian yang menguraikan tentang kejadian atau peristiwanya; Bagian yang menguraikan tentang hukumnya

Posita …..Lanjutan Bagian yang menguraikan tentang kejadian atau peristiwanya merupakan penjelasan tentang duduk perkaranya, Mengenai uraian tentang hukumnya merupakan uraian tentang adanya hak / hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis daripada tututan. Uraian yuridis ini bukanlah merupakan penyebutan peraturan hukum yang dijadikan tuntutan. Hal ini dapat dilihat dalam Psl 163 HIR / 283 RBg / 1865 KUHPer, yang menyatakan sbb:

Posita …..Lanjutan “Barang siapa yang mengaku mempunyai suatu hak atau menyebut suatu peristiwa atau untuk meneguhkan haknya atau untuk membantah hak orang lain, harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu” Dari bunyi pasal di atas dapat disimpulkan bahwa hak atau peristiwa yang harus dibuktikan di persidangan nanti harus dimuat dalam posita / fundamentum petendi sbg dasar tuntutan, yang memberi gambaran hukum kejadian materil / sebenarnya yang merupakan dasar tuntutan.

Teori mengenai posita Terhadap posita (fundamentum petendi) ini, seberapa jauh harus diberikan perincian, ada dua teori, yaitu : substantieringstheorie (teori substansi) dan individualiseringstheorie (teori individual).

Substantieringstheorie (teori substansi) Menurut substantieringstheorie, bahwa dalam gugatan tidak cukup disebutkan peristiwa hukum yang menjadi dasar tuntutan, akan tetapi harus pula disebutkan kejadian-kejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum itu yang menjadi dasar gugatan / yang menjadi sebab timbulnya peristiwa hukum itu.

Substantieringstheorie Misalnya : bagi pggt yang menuntut miliknya tidak cukup disebutkan dalam gugatannya bahwa ia adalah pemiliknya, tetapi juga harus disebutkan bahwa ia menjadi pemilik karena barang/mobil itu telah dibelinya. Jadi sejarah terjadinya hak / hubungan hukum harus disebutkan.

Individualiseringstheorie (Teori Individual) Menurut Individualiseringstheorie, kejadian yang disebutkan dalam surat gugatan sudah cukup menunjukkan adanya hubungan hukum yang menjadi dasar tuntutan tanpa harus menyebutkan peristiwa / sejarah terjadinya atau peristiwa yang mendahuluinya. Hal ini dapat dikemukakan dalam persidangan pengadilan dan disertai dengan pembuktian.

Teori mana yang berlaku dalam praktek? Menurut Mahkamah Agung RI dalam putusannya tanggal 15 Maret 1972 No. 547 K/Sip/1971 : “Bahwa perumusan kejadian materil secara singkat sudah memenuhi syarat. Dengan demikian, terhadap uraian posita / fundamentum petendi yang dipakai sekarang adalah Individualiseringstheorie, sedangkan substantieringstheorie telah ditinggalkan.

Komposisi dari posita Obyek perkara: Uraian mengenai untuk hal apa gugatan itu diajukan. Misalnya sengketa mengenai kepemilikan tanah, sengketa mengenai perjanjian jual beli atau sengketa mengenai merk dagang. Fakta-fakta hukum: Uraian mengenai hal-hal yang menyebabkan timbulnya sengketa, misalnya apakah ada perjanjian antara penggugat dan tergugat.

Komposisi ..…..lanjutan Kualifikasi perbuatan tergugat: Perumusan perbuatan meteriil atau formal dari tergugat yang dapat merupakan perbuatan melawan hukum, wanprestasi dsb. Diuraikan pula bagaimana caranya perbuatan itu dilakukan oleh tergugat, misalnya tidak melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjian, atau melanggar Undang-Undang dsb. Uraian kerugian: Perincian kerugian yang diderita oleh penggugat sebagai akibat perbuatan tergugat. Perincian kerugian materiil didukung dengan bukti-bukti tertulis. Kerugian moril (immateriil) hanya berdasarkan taksiran.

Komposisi ..…..lanjutan Hubungan posita dengan petitum: Posita merupakan dasar dari petitum, oleh karena itu hal-hal yang tidak dikemukakan dalam posita tidak dapat dimohonkan dalam petitum. Hal-hal yang dimintakan dalam petitum dapat dikabulkan asalkan hal itu telah dikemukakan dalam posita.

c. Petitum atau tuntutan Petitum adalah apa yang oleh pggt dimintakan atau diharapkan agar diputus oleh hakim. Jadi petitum akan mendapatkan jawabannya dalam amar atau diktum putusan. Oleh karena itu pggt harus merumuskan petitum dengan jelas dan tegas. Petitum yang tidak jelas atau tidak sempurna dapat berakibat tidak diterimanya tuntutan tsb. Demikian pula gugatan yang berisi pernyataan yang saling bertentangan satu sama lain, berakibat tidak diterimanya gugatan tsb. Gugatan yang seperti ini disebut “obscuur libel” yaitu gugatan yang tidak jelas dan tidak dapat dijawab dengan mudah oleh tggt sehingga menyebabkan ditolaknya gugatan itu.

Petitum …..lanjutan Dalam praktek tuntutan atau petitum terdiri dari dua bagian yaitu tuntutan primair dan tuntutan subsidiair. Tuntutan primair merupakan tuntutan yang berhubungan/berkaitan langsung dengan pokok perkara, sedangkan tuntutan subsidiair merupakan tuntutan pengganti, misalnya : pada peradilan yang baik mohon putusan yang seadil-adilnya. (ex aequo et bono) atau apabila pengadilan (hakim) berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. (ex aequo et bono) Dalam gugatan perlu juga dimintakan sita, tujuannya agar barang yang dikuasai tggt berada dalam pengawasan pengadilan sampai ada putusan tetap atas gugatan.