Seputar Hukum Zakat Fitrah Oleh: Abdul Hanif
Hukum Zakat Fitrah
Zakat fitrah hukumnya fardhu ‘ain bagi seorang muslim, baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun dewasa, hamba sahaya maupun merdeka. قَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkan zakat fithri satu sha' dari kurma atau sha' dari gandum bagi setiap hamba sahaya (budak) maupun yang merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar dari kaum Muslimin. Dan Beliau memerintahkan agar menunaikannya sebelum orang-orang berangkat untuk shalat ('Ied) " (HR. Bukhari)
Bentuk Zakat Fitrah
Jumhur ulama sepakat bahwa zakat fitrah wajib dengan makanan pokok, karena seluruh hadits yang membahas zakat fitrah menyatakan demikian. Salah satunya adalah hadits berikut: عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قالكُنَّا نُعطها فِي زمن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ Dari Abu Sa'id Al Khudri bahwa pada zaman Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam kami mengeluarkan zakat fitrah sebesar satu sha' dari makanan pokok atau dari gandum, atau kurma, atau anggur kering. (HR. Mutafaqun ‘alayhi)
Bolehkan zakat fitrah dengan uang? Sekalipun jumhur ulama sepakat zakat fitrah wajib dengan makanan pokok, tetapi imam Hanafi , imam Tsauri, imam Bukhari, dan Ibnu Taimiyah membolehkan zakat fitrah dengan membayar harganya (dengan uang), dengan menyandarkan pendapatnya pada hadits berikut: “Cukupilah mereka pada hari ini dari meminta-minta” (HR. Baihaqi dan Daruqutni) Namun menurut imam an-Nawawi, hadits tersebut dhaif (lemah) pada salah satu rawinya sehingga tidak dapat dijadikan hujjah. (al-Majmu’ syarah Muhadzdzab, 6/126)
Kesimpulan: Namun demikian, imam Hanafi membolehkan membayar zakat fitrah dengan uang dengan syarat harganya setara dengan 3,8 kg. Maka menurut hemat kami, pendapat yang rajih (lebih kuat) adalah pendapat jumhur ulama yang mewajibkan zakat fitrah dengan bahan makanan sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits-hadits di atas.
Takaran 1 (satu) Sha’
Sha’ merupakan takaran volume /isi (mendekati kepada takaran liter) Sha’ merupakan takaran volume /isi (mendekati kepada takaran liter). Sha’ bukan takaran berat (kg). Konsekuensinya, 1 sha’ kurma dengan 1 sha’ beras jika dikonversi ke dalam takaran berat (kg) maka ukurannya akan berbeda. Jumhur ulama sepakat bahwa 1 sha’ setara dengan 2,176 kg (untuk gandum) 1 sha’= 4 mud. 1 mud = 544 gram. 1 sha’= 4 mud x 544 gram = 2,176 kg
Menurut Prof. Mahmud Yunus dalam kitabnya Al-Fiqhul Wadhih Juz 2 hal Menurut Prof. Mahmud Yunus dalam kitabnya Al-Fiqhul Wadhih Juz 2 hal. 10, 1 sha' beras itu setara dengan 2187,5 gram (2,187 kg) beras. Beliau menyatakan : وَيُخْرِجُ اْلمُزَكِيُ عَنْ كُلِّ شَخْسٍ صَاعًا مِنَ اْلأَرُزِ وَقَدْرُهُ كِلُوَانِ وَمِائَةٌ وَسَبْعَةٌ وَثَمَانُوْنَ وَنِصْفُ قِرَامٍ "Muzakki mengeluarkan (zakat fitrah) untuk setiap jiwa sebesar satu sha' beras, dan kadarnya (beratnya) adalah dua kilogram dan seratus delapan puluh tujuh setengah gram (2187,5 gram/ 2,18 kg)." (Mahmud Yunus, Al-Fiqhul Wadhih, Juz 2 hal. 10).
Waktu mengeluarkan Zakat Fitrah
Dalam hal ini para ulama pun berbeda pendapat Dalam hal ini para ulama pun berbeda pendapat. Namun, pendapat yang paling kuat (rajih) dalam mengeluarkan/membayarkan zakat fitrah adalah maksimal setelah shalat subuh sebelum shalat ied. Ini merupakan jumhur ulama. Qaul imam syafi’I bahkan membolehkan membayar zakat fitrah sejak hari pertama bulan ramadhan. Sebagian sahabat Rasulullah ada yang melakukannya satu atau dua hari sebelum hari raya.
Khulashah (pembahasan) Perbedaan pendapat tersebut dapat dipahami karena frasa وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ Dan Beliau memerintahkan agar menunaikannya sebelum orang-orang berangkat untuk shalat ('Ied) " (HR. Bukhari) Memberikan makna yang tidak spesifik sehingga berpotensi menimbulkan khilafiyah (perbedaan pendapat) dikalangan para ahli fiqih. Sehingga kita tidak bisa mengatakan bahwa zakat wajib dibayar setelah shalat subuh sebelum shalat ied. Tetapi yang tepat adalah zakat fitrah wajib disampaikan kepada mustahiq (penerima zakat) sebelum shalat ied, lebih utama lagi setelah shalat subuh sebelum shalat ied.
Mustahiq Zakat Fitrah
Para ulama berbeda pendapat mengenai mustahiq zakat fitrah Para ulama berbeda pendapat mengenai mustahiq zakat fitrah. Tetapi pendapat yang paling tepat (rajih) adalah pendapat jumhur ulama yang menyatakan bahwa zakat fitrah hanya diberikan kepada golongan fakir miskin, berdasarkan hadits Rasulullah: فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ Rasulullah shallAllahu wa'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang-orang miskin. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Hakim)
khulashah Delapan asnaf yang terdapat dalam surat at-Taubah ayat 60 , jika kita perhatikan makna ayat tersebut masih bersifat umum, sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Hakim tentang mustahiq zakat fitrah memberikan takhsis (pengkhususan) dari keumuman makna dalam surat at-Taubah ayat 60 tersebut. Sehingga dapat difahami bahwa khusus untuk zakat fitrah hanya diberikan kepada golongan fakir miskin.
Do’a menerima zakat fitrah
وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى قَالَ : { كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا أَتَاهُ قَوْمٌ بِصَدَقَتِهِمْ قَالَ : اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِمْ } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ Dari Abdillah bin Abi Aufa ia berkata: adalah Rasulullah saw ketika suatu kaum datang menyerahkan zakat/shadaqoh mereka maka Rasulullah saw berdo’a “Allohumma sholli ‘alayhim”. (HR. Mutafaqun ‘alayh) Dalam riwayat lain yang diriwayatkan oleh imam an-Nasa’i disampaikan dengan redaksi do’a yang berbeda: { أَنَّهُ قَالَ فِي رَجُلٍ بَعَثَ بِالزَّكَاةِ : اللَّهُمَّ بَارِكْ فِيهِ وَفِي أَهْلِهِ } sesungguhnya Rasululloh saw berdo’a bagi seseorang yang menyerahkan zakatnya “Allohumma baarik fiihi wa fii ahlihi”.
{ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى آلِ أَبِي فُلَانٍ } قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَاهُ قَوْمٌ بِصَدَقَتِهِمْ قَالَ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى آلِ فُلَانٍ فَأَتَاهُ أَبِي بِصَدَقَتِهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى آلِ أَبِي أَوْفَى Adalah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bila suatu kaum datang kepadanya dengan membawa shadaqah mereka, Beliau mendo'akannya: "Allahumma shalli 'alaa aali fulan" (Ya Allah berilah shalawat kepada keluarga fulan"). Maka bapakku mendatangi Beliau dengan membawa zakatnya., maka Beliau mendo'akanya: "Allahumma shalli 'alaa aalii abu awfaa". (Ya Allah, berilah shalawat kepada keluarga Abu Awfaa"). (HR. Bukhari) Bisa juga dengan redaksi: { اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى آلِ أَبِي فُلَانٍ }
Dalam kitab subulus salam dijelaskan bahwa hadits ini adalah dalil kebolehan shalawat selain kepada nabi. Tujuannya adalah untuk menambah-nambah kebaikan (ziyadah al-khair) dan keberkahan pada zakat yang telah dikeluarkan.
Kitab-kitab rujukan: Kitab ar-Risalah Karya Imam as-Syafi’i, al-Aqsho Kitab Bulughul Maram min adilatil ahkam karya Ibnu Hajar al-‘Atsqolani, Darul kutub ‘alamiyah Kitab subulus salam (syarah bulghul maram) karya imam muhammad bin ismail kahalany, Diponegoro Fiqih empat madzhab karya syaikh al-‘Alamah muhammad bin Abdurrahman ad-Dimsyaqi, Hasyimi Press Kitab hadits sohih Bukhari Kitab hadits sunan Tirmidzi Kitab hadits sunan Abu Dawud Naylul Authar, maktabah syamilah vol. 2 Fiqih ‘am, maktabah syamilah vol. 2 Kitab ushul Fiqih “Taysir al Wushul Ila al-Ushul” karya syaikh ‘Atho abu Rusythoh Al-Amwal fii ad-daulah al-khilafah karya syaikh Abdul qodim Zallum Ajhizah daulah al-khilafah, min masyurot Hizbut Tahrir Mahmud Yunus, Al-Fiqhul Wadhih Imam an-Nawawi, al-Majmu’ syarah Muhadzdzab