PENGENALAN PERPAJAKAN INTERNASIONAL PERPAJAKAN PPAk FEB UNAIR
OVERVIEW
1. PERPAJAKAN INTERNASIONAL Pengertian Pajak Internasional Brian J. Arnold (International Tax Primer, 1995): “…the international aspects of the income tax laws of particular countries.” IBFD International Tax Glossary 5th Ed. 2005: International Taxation: “traditionally refers to treaty provision relieving international double taxation. In broader terms, it includes domestic legislation covering foreign income of residents (worldwide income) and domestic income of non residents.” Pengertian Umum Pajak Internasional: Setiap aspek internasional (lintas negara/jurisdiksi), dalam ketentuan-ketentuan domestik suatu negara (khususnya tentang pajak atas penghasilan), www.themegallery.com
Dimensi Perpajakan Internasional Taxing the Foreign Income derived by resident (dengan menerapkan prinsip worldwide income tax); dan Taxing the Foreigner’s income Negara Domisili (subjek pajak): Pajak atas penghsl world-wide dari SPDN Dimensi Taxing the foreign income; WP Indonesia: mekanisme self assessment diterapkan; ABC Modal Negara Domisili Penghasilan Negara Sumber Negara Sumber (objek pajak): Pajak atas penghasilan yang bersumber di Indonesia; Dimensi Taxing the foreigner’s income; WPLN: mekanisme withholding tax diterapkan; $ XYZ
Dimensi Pajak Internasional dalam UU PPh IHT Dimensi Pajak Internasional dalam UU PPh Dimensi Pajak Taxing the foreign income Taxing the foreigner Subjek Pajak SP DN SP LN BUT SP LN non BUT Objek Pajak Pasal 4 ayat (1) minus ayat (3) Pasal 5 ayat (1) a, b, dan c Pasal 26 ayat (1), (2) , dan (4) Pengurang Pasal 6 dan 9 Pasal 5 ayat (2) Tarif Pajak Pasal 17 ayat (1) a atau b Pasal 17 ayat (1) b Pelunasan Pajak Self Assessment Self Assessment & Withholding Withholding Penghilangan Pajak Berganda Pasal 24 (Metode kredit, per country limitation) 5
Subjek Pajak (1) Subjek Pajak Orang Pribadi Badan SPDN (residen) IHT Subjek Pajak (1) Subjek Pajak Orang Pribadi Badan SPDN (residen) Bertempat tinggal di Indonesia, Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau Berada di Indonesia dan berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia (Pasal 2 ayat (3) a UU PPh) Didirikan, atau Bertempat kedudukan di Indonesia. (Pasal 2 ayat (3) b UU PPh) Kewajiban Pajak Subjektif: Dimulai: saat orang pribadi dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia, Berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. (Pasal 2A ayat (1) UU PPh) Dimulai pada saat badan didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia Berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia (Pasal 2A ayat (2) a UU PPh) 6
Subjek Pajak (2) SPLN (non residen) IHT Subjek Pajak (2) Subjek Pajak Orang Pribadi Badan SPLN (non residen) Tidak bertempat tinggal di Indonesia, atau Berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan (Pasal 2 ayat (4) UU PPh) Tidak didirikan, dan Tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Kewajiban Pajak Subjektif: Dimulai pada saat orang pribadi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, Berakhir pada saat orang pribadi tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut. (Pasal 2A ayat (4) UU PPh) Dimulai pada saat badan menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, Berakhir pada saat badan tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut. 7
IHT Subjek Pajak (3) Subjek Pajak Orang Pribadi Badan BUT Bentuk usaha tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh: orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, SPLN Orang Pribadi atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia SPLN Badan, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Kewajiban Pajak Subjektif: Dimulai pada saat orang pribadi atau badan menjalankan usaha atau kegiatan melalui suatu Bentuk Usaha Tetap. Berakhir pada saat orang pribadi atau badan tidak lagi menjalankan usaha atau kegiatan melalui suatu Bentuk Usaha Tetap (Pasal 2A ayat (3) UU PPh) 8
Objek Pajak dalam UU PPh IHT Subjek Pajak yang berbeda terutang pajak atas Objek Pajak yang berbeda Objek Pajak dalam UU PPh: Pasal 4 ayat (1), tidak termasuk Pasal 4 ayat (3) untuk SPDN Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 26 ayat (4) untuk SPLN BUT Pasal 26 ayat (1) dan (2) untuk SPLN non BUT. 9
Objek Pajak (1) Objek Pajak SPDN adalah Penghasilan, yaitu: IHT Objek Pajak SPDN adalah Penghasilan, yaitu: setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. (Pasal 4 ayat (1) UU PPh) Definisi penghasilan tersebut mencakup elemen-elemen sbb: Semua jenis penghasilan dalam pengertian ekonomis, (Global income taxation: semua jenis penghasilan juridis) Semua saat pengakuan (cash basis atau accrual basis), Semua sumber geografis penghasilan (worldwide income), Semua jenis cara pemanfaatannya, Menerapkan konsep substance over form. 10
Objek Pajak (2) Objek Pajak SPLN non BUT (taxing the foreigner): IHT Objek Pajak (2) Objek Pajak SPLN non BUT (taxing the foreigner): Bentuk penerapan Source Principle. Karakteristik Outbound Income: Penghasilan tertentu (positive list), Dengan nama dan dalam bentuk apapun (substance over form), Yang dibayarkan atau yang terutang (cash atau accrual basis), Dari badan pemerintah, SPDN, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, Diperoleh WPLN selain BUT di Indonesia. Pajak terutang: 20% dari jumlah bruto 20% dari perkiraan penghasilan neto Mekanisme pelunasan: pemotongan (withholding) oleh pihak yang wajib membayarkan. (Pasal 26 ayat (1) dan (2) UU PPh) 11
Objek Pajak (3) dividen; IHT Objek Pajak (3) Outbound Income terutang PPh 20% dari Gross: dividen; bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; hadiah dan penghargaan; pensiun dan pembayaran berkala lainnya. (Pasal 26 ayat (1) UU PPh) 12
Objek Pajak (4) Outbound Income terutang PPh 20% dari Netto: IHT Objek Pajak (4) Outbound Income terutang PPh 20% dari Netto: Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2). Kep. Men. Keu. No.434/KMK.04/1999 pengalihan saham perkiraan penghasilan neto 25%. Pengalihan harta lainnya? Belum diatur. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri, perkiraan penghasilan neto: 50% bila yang membayar tertanggung, 10% bila yang membayar perusahaan asuransi, 5% bila yang membayar perusahaan reasuransi. (Pasal 26 ayat (2) UU PPh) 13
Objek Pajak (5) BRANCH PROFIT TAX IHT Objek Pajak (5) BRANCH PROFIT TAX Branch Profit yaitu: Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia Terutang PPh sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. (Pasal 26 ayat (4) UU PPh) Syarat Penanaman Kembali agar tidak terutang Branch Profit Tax: Dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri; dan Dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tersebut; dan Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan berproduksi komersil. (KMK 602/KMK.04/1999) 14
Objek Pajak BUT Objek Pajak (6) Atribusi Faktual Force of Attraction IHT Objek Pajak (6) Objek Pajak BUT Atribusi Faktual Force of Attraction Atribusi karena hubungan efektif (Pasal 5 ayat (1) UU PPh) 15
CONTOH PENGHITUNGAN PKP BAGI WP BENTUK USAHA TETAP (BUT) * PEREDARAN BRUTO Rp. 400.000.000 * BIAYA 3M PENGHASILAN (Rp. 275.000.000) PENGHASILAN USAHA Rp. 125.000.000 * PENGHASILAN BUNGA Rp. 5.000.000 * PENJUALAN LANGSUNG BARANG OLEH KANTOR PUSAT YG SEJENIS DGN YG DIJUAL BUT Rp. 200.000.000 * PENGHASILAN LAINNYA Rp. 205.000.000 * BIAYA 3M PENGHASILAN (Rp. 150.000.000) PENGHASILAN DARI LUAR USAHA Rp. 55.000.000 PENGHASILAN NETO USAHA DAN LUAR USAHA Rp. 180.000.000 DIVIDEN YANG DITERIMA KANTOR PUSAT YANG MEMPUNYAI HUB. EFEKTIF DENGAN BUT Rp. 2.000.000 JML PENGHASILAN NETO Rp. 182.000.000 BIAYA MENURUT PSL 5 AYAT (3) (Rp. 7.000.000) PENGHASILAN KENA PAJAK Rp. 175.000.000
Syarat dapat dikurangkan: JENIS DAN BESARNYA BIAYA ADMINISTRASI KANTOR PUSAT YANG DAPAT DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA SUATU BUT Dasar Hukum: KEP 62/PJ./1995 Syarat dapat dikurangkan: Biaya administrasi yang dikeluarkan kantor pusat yang berkaitan dan dalam rangka untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan Besarnya: setinggi-tingginya adalah sebanding dengan besarnya peredaran usaha BUT terhadap seluruh peredaran usaha. Prosedur: laporan keuangan konsolidasi atau kombinasi dari kantor pusat, harus diaudit, mengungkapkan rincian peredaran usaha serta jenis dan besarnya biaya administrasi yang dibebankan kepada masing-masing BUT.
PERHITUNGAN PAJAK UNTUK BUT Umumnya menerapkan prosedur umum, dengan beberapa peraturan-peraturan khusus seperti : Laba setelah pajak dari suatu BUT dipotong pajak PPh 26 Alokasi Kantor Pusat Pembayaran ke kantor pusat sehubungan dengan royalti, biaya jasa manajemen, dan bunga (kecuali untuk bank) tidak boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak. Dengan demikian tidak dikenakan pajak.
International Concept International Juridical Double Taxation - What? Apa yang dimaksud dengan double taxation? Economic Vs. Juridical Double Taxation International Vs. Domestic Double Taxation DOUBLE TAXATION Economic Concept International Concept Juridical Concept Domestic Concept International Juridical Double Taxation
Pajak Berganda-Apa maksudnya? IHT Pajak Berganda-Apa maksudnya? Pajak berganda ekonomis? Pengenaan pajak lebih dari satu kali atas penghasilan (economic income) yang sama. Contoh: a. Penghasilan seorang karyawan: Pertama: dikenakan PPh pada saat penghasilan diperoleh, Kedua: dikenakan PPN pada saat dikonsumsi b. Laba usaha suatu perseroan terbatas Pertama: dikenakan PPh pada tingkat perseroan, Kedua: Sebagai dividen, dikenakan pada tingkat pemegang saham. Dividen berasal dari laba perseroan yang sudah dikenakan pajak. 20
Pajak Berganda-Apa maksudnya?-(1) IHT Pajak Berganda-Apa maksudnya?-(1) Pajak berganda juridis, yaitu pengenaan pajak lebih dari satu kali oleh jurisdiksi yang sama atau berbeda atas penghasilan yang secara juridis sama jenisnya. Pajak berganda domestik, yaitu pengenaan pajak lebih dari satu kali oleh satu jurisdiksi atau lebih di dalam negara yang sama atas penghasilan yang sama. Pajak berganda internasional, yaitu pengenaan pajak lebih dari satu kali oleh dua negara atau lebih atas suatu penghasilan yang sama. 21
2. AZAS-AZAS PERPAJAKAN DAN TIMBULNYA PAJAK BERGANDA INT’L IHT 2. AZAS-AZAS PERPAJAKAN DAN TIMBULNYA PAJAK BERGANDA INT’L AZAS-AZAS PEMAJAKAN Azas penduduk (residence principle) / Azas domisli (domicile principle): pengenaan pajak kepada resident (SPDN) atas seluruh penghasilan (worldwide income), dan kepada non-residents (SPLN) atas penghasilan yang bersumber dari negara itu. Azas sumber (source principle): yaitu pengenaan pajak atas penghasilan yang bersumber dari negara itu tanpa memandang dari status Subjek Pajak dari si penerima penghasilan. Azas kewarganegaraan (citizenship): adalah pengenaan pajak berdasarkan status warganegara. 22
Dimensi Pengenaan Pajak IHT Dimensi Pengenaan Pajak Residence Principle 2 3 Foreign Extra Territorial Perpajakan Internasional Income 1 4 Domestic Perpajakan Internasional Perpajakan Domestik Source Principle Residents Residency Non-Residents www.themegallery.com
3. METODE PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL (PBI) PENYEBAB PBI Pemajakan atas suatu penghasilan secara bersamaan oleh negara yang menerapkan azas azas hak pemajakan yang dapat menimbulkan pajak ganda internasional. DAMPAK PBI Tambahan beban ekonomi bagi pengusaha; Biaya tinggi; Terhambatnya mobilitas bisnis, perdagangan, investasi & sumber daya
3.2. PENDEKATAN PENGHINDARAN PBI IHT 3.2. PENDEKATAN PENGHINDARAN PBI 1. Secara Unilateral melalui Undang-undang Pajak dan aturan pelaksanaanya, 2. Secara Bilateral melalui Tax Treaty, 3. Secara Multilateral melalui Tax Treaty, 25
3.3. METODE PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA IHT 3.3. METODE PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Exemption Method: penghilangan pajak berganda dengan tidak memperhitungkan penghasilan dari luar negeri saat menghitung pajak terutang di dalam negeri: Subject Exemption Object/Income Exemption Tax exemption Credit Method: penghilangan pajak berganda dengan memperhitungkan pajak yang dikenakan di luar negeri dengan pajak terutang di dalam negeri: Kredit penuh Kredit Terbatas Kredit Fiktif/Tax Sparing 26
Metode lain Pembagian pajak (tax sharing) Pembagian hak pemajakan (division of taxing power) Keringanan tarif (rate reduction) Pengurangan pajak (tax reduction) Pemajakan dalam jumlah tetap (lumpsum taxation) Deduction Method: penghilangan pajak berganda dengan mengurangkan pajak yang dikenakan di luar negeri dari penghasilan yang diperoleh dari luar negeri pada saat menghitung pajak terutang di dalam negeri.
Untuk dapat berlaku harus diatur dalam P3B. IHT Tax Sparing Credit Adalah kredit pajak semu, telah dibebaskan di negara sumber tetapi tetap dapat dikreditkan di negara domisili seolah-olah sudah dibayar. Tujuan Tax Sparing Credit: agar insentif pajak di negara sumber dapat dinikmati oleh investor dan bukan oleh negara domisili. Untuk dapat berlaku harus diatur dalam P3B. 28
Kasus Tax Sparing Credit (1) IHT Kasus Tax Sparing Credit (1) Sebelum ada kebijakan insentif perpajakan Setelah ada kebijakan insentif perpajakan Tax sparing credit: tidak ada Tax sparing credit: ada Negara A Negara B Penghasilan Dividen 1000 Pajak Dividen 200 -- Pajak terutang 300 (-) KPLN Pajak di B 100 Total Pajak
Contoh Penerapan Beberapa Metode IHT Contoh Penerapan Beberapa Metode No DT Relief Deduction Method Exemption Method Full Credit Method Penghasilan Neto DN 50 M Penghasilan Neto LN 30 M 18 M -- Total Penghasilan Neto 80 M 68 M PPh (30%) 24 M 20.4 M 15 M (-) Kredit Pajak LN --- (12 M) Pajak di dalam negeri 12 M Total Pajak (dn & ln) 36 M 32.4 M 27 M Tarif Pajak Efektif 45% 40.5% 33.75% 30% 30
3.4. PRAKTEK PENGHINDARAN PBI Adopsi Undang-undang pajak nasional pasal-pasal dalam UU PPh yang mempunyai dimensi internasional Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Aspek perpajakan dalam setiap perjanjian internasional (dalam bentuk kerjasama ekonomi, kerjasama teknik, dana bantuan luar negeri, dll)
3.5. PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) PENGERTIAN Treaty: suatu persetujuan internasional yang telah disepakati antar negara dan dibuat sesuai dengan hukum internasional. Tax treaty: persetujuan antara dua negara atau lebih dengan membagi hak untuk mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang berasal dari suatu negara yang diperoleh penduduk negara lain. P3B: Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Istilah lain: double taxation agreement (DTA), double taxation convention (DTC), double taxation treaty, atau tax conventions
Tujuan P3B Melindungi wajib pajak Distribusi hak pemajakan Mendorong investasi Mengurangi dan menanggulangi penghindaran dan penyelundupan pajak Harmonisasi kriteria pemajakan Mencegah diskriminasi Mencegah pengenaan dan pembebasan pajak berganda
Model P3B OECD Model Dikembangkan oleh-oleh negara-negar maju Mencerminkan kepentingan negara-negara industri UN Model Dikembangkan untuk memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang Setiap negara melakukan modifikasi atas model-model tersebut untuk mengakomodasi kepentingan negaranya.
Struktur P3B Scope (Persons and Taxes); General definitions; Residents (Tie breaker rule); Permanent Establishment; Income from Immovable Property; Business Income; Income from Shipping & Air Transport; Associated Enterprises; Investment Income (Passive Income)-Dividend, Interest, Royalties Employment and Personal Services Income; Other Income Methods for Eliminating Double Taxation Special Provisions (Non discrimination, MAP, EOI, Assistance in Collection) Final Provision (Entry into Force, Termination)
Dasar Hukum P3B VCLT UUD 45 [Pasal 11 (1)] UU 24/2000 [Pasal 4(1)] UU PPh [Pasal 32A]
4. APLIKASI PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA KEDUDUKAN HUKUM Kedudukan hukum P3B di hadapan hukum domestik sangat bervariasi di berbagai negara; Di Indonesia, menurut Penjelasan Pasal 32A UU PPh: P3B adalah lex specialis dari UU PPh, Apabila ada konflik antara P3B dengan hukum domestik, maka P3B yang akan berlaku (”Tax Treaty Superceeding Domestic Tax Laws”).
Penerapan P3B & UU PPh Atas Transaksi Internasional Start P3B dite-rapkan? P3B Konflik dng UU PPh? Ya Ya Identifikasi Transaksi Internasional, seperti: Subjek & Objek Pajak Tidak Tidak Tentukan Perlakuan Pajak menurut UU PPh Perlakuan Pajak menurut UU PPh JALAN TERUS!!! Perlakuan Pajak menurut P3B, khusus untuk isu yang berkonflik. Ada PPh terutang? Untuk hal-hal lain yang tidak berkonflik dengan P3B: UU PPh JALAN TERUS!!! Ya Tidak Stop
Siapa Yang Berhak Memanfaatkan P3B?-(1) Apabila ketentuan domestik kedua negara menganggap seseorang atau suatu badan adalah SPDN-nya, maka muncullah kasus “Dual Residence”, P3B menyediakan Tie-Breaker Rule, Pasal 4 ayat (2): Tie-Breaker Rule untuk Individu Lihat skema berikut. Pasal 4 ayat (3): Tie-Breaker Rule untuk Badan Persetujuan Bersama antara Pejabat Berwenang ke-2 negara.
Contoh Kasus Dual Residence Mr. John adalah SPDN di Kanada menurut ketentuan pajak domestik Kanada. SPDN Kanada Mr. John Kanada Indonesia Melakukan usaha dan berada di Indonesia selama > 183 hari SP DN Negara Indonesia Mr. John menjadi SPDN Indonesia menurut ketentuan pajak domestik Indonesia. Bagaimana dual residence dapat menyebabkan pajak berganda? 40
“Tie-breaker” untuk “Dual Resident” Orang Pribadi Apakah Orang Pribadi tsb mempunyai tempat tinggal tetap di salah satu atau di kedua negara? Ya Tidak Ia adalah SPDN di negara dimana Ia memiliki tempat tinggal tetap. Memiliki tempat tinggal tetap di kedua negara? Ya Tidak Ya Dapatkah pusat kepentingan yang vital ditentukan? Ia adalah SPDN di negara Ia memiliki pusat kepentingan yang vital. Tidak Ya Apakah ia biasanya berdiam hanya di salah satu negara? Ia adalah SPDN di negara dimana Ia biasanya berdiam. Tidak Ya Ia adalah SPDN di negara ia menjadi Warganegara Apakah Ia warganegara dari salah satu negara? Tidak Pejabat yang berwenang akan menyelesaikan kasus dengan Persetujuan Bersama.
4.c. TIME TEST UNTUK PENENTUAN BUT Time Test Untuk Menentukan Keberadaan BUT menurut UU PPh Pasal 2 ayat (5) 60 hari dalam 12 bulan untuk pemberian jasa Time Test Untuk Menentukan Keberadaan BUT menurut P3B Tergantung kesepakatan Tabel SE-03/PJ.101/1996 pada beberapa P3B, disepakati negara sumber dapat mengenakan pajak atas pembayaran jasa tanpa adanya suatu BUT
4.d. SURAT KETERANGAN DOMISILI SE Dirjen Pajak Nomor SE-03/ PJ.101/1996 tanggal 29-03-1996 tentang Penerapan P3B: Surat Keterangan Domisili (SKD) wajib diserahkan oleh WPLN untuk memperoleh manfaat P3B; SKD diterbitkan oleh Competent Authority atau wakilnya yang sah di negara mitra P3B Indonesia; Wakilnya yang sah s.d. Kepala kantor dimana WPLN tersebut terdaftar sebagai WPDN Bentuk SKD sesuai dengan kelaziman di negara tempat WPLN berkedudukan,
Isi SKD sekurang-kurangnya menyatakan: Wajib Pajak luar negeri ybs. benar berkedudukan di negara tersebut, disertai tanggal dan tandatangan pejabat yang menerbitkan SKD. SKD berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal diterbitkan, kecuali untuk WP bank. Bagi WP bank, SKD berlaku selama bank tersebut tetap mempunyai alamat yang sama dengan alamat yang tercantum dalam SKD. Contoh-contoh SKD
4.e. MUTUAL AGREEMENT PROCEDURE Pasal 25 Model OECD MAP dapat dipergunakan sebagai alternatif solusi apabila residen suatu negara menganggap bahwa tindakan otoritas perpajakan negara mitra mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan P3B. Batas waktu pengajuan MAP adalah dua tahun sejak pemberitahuan pertama. Kedua otoritas perpajakan mengadakan MAP, baik melalui korespondensi, telpon, ataupun face-to-face meeting. Sebelum Model OECD 2008, tidak ada batas waktu penyelesaian. Pada Model OECD 2008 Apabila dalam dua tahun belum ada penyelesaian atas kasus tersebut, maka residen yang bersangkutan dapat mengajukan ARBITRASE
4.f. PERTUKARAN INFORMASI DALAM P3B Tujuan: 1. Untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak dan pengelakan pajak, Mengumpulkan informasi untuk menyelesaikan kasus treaty shopping (i.e. beneficial owner), transfer pricing, atau tindak pidana fiskal. 2. Untuk menguji kewajiban “self-assessment” yang dijalankan WPDN, terkait dengan penghasilan yang bersumber dari luar negeri. Menyediakan informasi untuk menguji pelaksansaan “worldwide income”. Dasar pelaksanaan: Pasal 26 P3B 48
Pertukaran Informasi dalam P3B-(1) Sesuai dengan P3B, bertukar informasi adalah kewajiban, No fishing expedition, Namun, EOI tidak wajib untuk dijawab, apabila: Untuk menjalankan hukum domestik yang menyimpang; Seandainya tersedia di domestik, tidak dapat diperoleh; Bersifat rahasia dagang, bisnis, atau profesional; Bertentangan dengan kebijakan publik (berkaitan dengan kedaulatan, keamanan negara, atau kepentingan nasional); 3. Wajib dijaga kerahasiaannya seperti informasi yang diperoleh dari WPDN. 49
Pertukaran Informasi dalam P3B-(2) On request EOI: Competent Authorities meminta informasi yang spesifik tentang WP. Automatic EOI: Pengiriman informasi secara teratur dengan jumlah data yang banyak. Spontaneous EOI: Pengiriman informasi yang mungkin bermanfaat bagi negara lain, tanpa diminta. Simultaneous tax examinations: pelaksanaan pemeriksaan oleh 2 negara atau lebih secara bersamaan di negara masing-masing. Kunjungan pegawai pajak ke luar negeri, untuk: - memeriksa catatan wajib pajak; - wawancara dengan wajib pajak; - berpartisipasi dalam pemeriksaan 50
5. BENTUK USAHA TETAP (BUT) Elemen dasar suatu BUT: Suatu tempat usaha (a place of business), Yang bersifat permanen, Yang digunakan oleh SPLN (orang pribadi atau badan), Untuk menjalankan usaha (business) atau melakukan kegiatan (activities). (Pasal 2 ayat (5) UU PPh dan Penjelasannya)
Perwujudan BUT di Indonesia: IHT BUT FISIK ATAU AKTIVA: tempat kedudukan manajemen; cabang perusahaan; kantor perwakilan; gedung kantor; pabrik; bengkel; gudang; ruang untuk promosi dan penjualan; pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. Perwujudan BUT di Indonesia: BUT PROYEK: l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; BUT AGEN: n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas, BUT BUT ASURANSI: o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia. BUT JASA: m. pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
IHT Objek Pajak bagi BUT: Atribusi Faktual: penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai (Pasal 5 ayat (1) huruf a) “Force of Attraction”: penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia (Pasal 5 ayat (1) huruf b) Atribusi karena hubungan efektif: penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud. (Pasal 5 ayat (1) huruf c). 53
Atribusi Faktual: Pasal 5 ayat (1) huruf a IHT Atribusi Faktual: Pasal 5 ayat (1) huruf a X Corp. Negara X Indonesia Income BUT X Corp. Sales Product “X” Income Assets PT PQR PT ABC Atribusi Faktual: Objek Pajak BUT dari kegiatan atau harta BUT tersebut.
Force of Attraction: Pasal 5 ayat (1) huruf b IHT Force of Attraction: Pasal 5 ayat (1) huruf b X Corp. Income Negara X Indonesia BUT X Corp. Sales Product “X” Income Sales Product “X” KPP yang mengaudit PT ABC: jangan lupa memproduksi Alat Keterangan !!! PT ABC PT PQR Force of attraction: Income kantor pusat dari PT ABC menjadi objek pajak BUT.
Hubungan efektif: Pasal 5 ayat (1) huruf c IHT Hubungan efektif: Pasal 5 ayat (1) huruf c Royalty & fee X Corp. License Agreement Negara X Indonesia Management Agreement BUT X Corp. PT ABC Bangunan Hotel Terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan kepada kantor pusat royalty dan fee adalah objek pajak BUT.
Biaya-biaya untuk Menghitung Laba BUT IHT Biaya-biaya untuk Menghitung Laba BUT Biaya untuk mendapatkan penghasilan yang diatribusi ke BUT (atribusi faktual, force of attraction, atau atribusi karena hubungan efektif). Pasal 5 ayat (2) Biaya administrasi kantor pusat yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT (Kep.Dirjen Pajak No.Kep-62/PJ./1995). Pasal 5 ayat (3) huruf a Kecuali, pembayaran kepada kantor pusat berupa: Royalti atau imbalan lain sehubungan dng penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya, jasa manajemen dan jasa lainnya, bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan. Pasal 5 ayat (3) huruf b 57
Menghitung Pajak BUT dengan Tarif Normal IHT Menghitung Pajak BUT dengan Tarif Normal Bentuk Usaha Tetap Head Office Luar Negeri BUT Indonesia Revenue Pasal 5(1) Expenses Pasal 5(2),5(3) - Branch Profit Tax Pasal 26 (4) Penghasilan Kena Pajak: Pasal 16(3) - X Tarif Pasal 17 PPh Terutang
Menghitung Pajak BUT dengan tarif efektif IHT Menghitung Pajak BUT dengan tarif efektif Bentuk Usaha Tetap Head Office Luar Negeri BUT Indonesia Revenue X Tarif Pasal 15 PPh Terutang
6. PEMAJAKAN ATAS JOINT OPERATION DAN DANA BANTUAN LUAR NEGERI PENGERTIAN : Sekumpulan dua badan atau lebih yang bergabung untuk menyelesaikan suatu proyek. ISTILAH LAIN Kerja Sama Operasi, Operasi Bersama, Joint Venture, Associated With, Conto Amenta, dll KEWAJIBAN PERPAJAKAN Tidak dianggap sebagai Subjek Pajak pemajakan atas laba yang diperoleh JO dipungut pajaknya di masing- masing anggota JO Pasal 22/23 tergantung dari besarnya prosentase modal
DANA BANTUAN LUAR NEGERI Pasal 21/26, 23/26, dan 4(2) Apabila pembayaran dengan mata uang asing Kurs Menkeu Untuk karyawan asing berpedoman kepada Pedoman Standar Gaji Karyawan Asing PPN harus PKP apabila memenuhi persyaratan DANA BANTUAN LUAR NEGERI PENGERTIAN : Dana yang berasal dari luar negeri yang dapat berupa pinjaman luar negeri (loan) atau hibah luar negeri (grant). Pinjaman Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/ devisa yang dirupiahkan, maupun dalam bentuk barang dan/ jasa termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar dengan persyaratan tertentu
www.themegallery.com
THANK YOU
Saat diperolehnya dividen dr LN tsb oleh WP DN : PERMEN NO 256/PMK.03/2008 TENTANG PENETAPAN SAAT DIPEROLEHNYA DIVIDEN OLEH WAJIB PAJAK DALAM NEGERI ATAS PENYERTAAN MODAL PADA BADAN USAHA DI LUAR NEGERI SELAIN BADAN USAHA YANG MENJUAL SAHAMNYA DI BURSA EFEK Saat diperolehnya dividen dr LN tsb oleh WP DN : Pd bl keempat setlh SPT atau bl ketujuh bila tak ada SPT WP DN sebag dimaksud adalah WP DN yang: memiliki modal > 50% dari jumlah saham di LN; secara bersama-sama dengan WP DN lainnya memiliki modal > 50% dari saham yang disetor pada badan usaha di LN. (1) Besarnya dividen yang wajib dihitung sebesar jumlah dividen yg menjadi haknya terhadap laba setlh pajak kec. Deviden telah dibagi dan Wajib dilap. Dalam SPT WP. Tata cara Pelaporan, perhitungan dan pengkreditan diatur dgn Per DJP 64
PAJAK INTERNATIONAL HARUS DIKETAHUI WP PRINSIP PENGENAAN PAJAK AZAS DOMISILI AZAS SUMBER AZAS WARGANEGARA AZAS TERITORIAL PROBLEM TERNYATA NEGARA2 MENGANUT AZAS SAMA AZAS DOMISILI: Prinsip WORLD WIDE INCOME Prinsip dari manapun Penghasilan diperoleh AZAS SUMBER: Sumber Pengh.(THE SOURCE INCOME) PPh dikenakan dr mana asal Pengh(USAHA atau MODAL) AZAS KEWARGANEGARAAN: Pengenaan PPh tergan- tung Ditempat mana ybs. Menjadi WARGA NEGARA. AZAS TERITORIAL: Penghasilan berasal dari wilayah NEGARA yang menganut AZAS ini. UNILATERALLY APPROACH BILATERAL APPROACH SOLUSINYA BIASANYA DGN ADANYA TAX TREATY Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda( P3B)
PAJAK INTERNATIONAL SUBYEK OBYEK PAJAK LN RESUME KULIAH PENGENALAN PAJAK INTERNATIONAL HAL- HAL YG DIBAHAS DALAM UU PAJAK INDONESIA SUBYEK PAJAK LUAR NEGERI KREDIT PAJAK LUAR NEGERI PEMOT. PAJAK LUAR NEGERI PERMANENT ESTABLISHMENT (BUT) ORANG ASING YG TINGGAL < 183 HR DLM 1 TH. BADAN 2 INTERNATIONAL NON PRIFITS PRINSIP ORDINARY CREDITS METHOD. BATAS MAKSIMUM KREDIT PAJAK. MENGHITUNG BATAS MAKSIMUM SUMBER PENGHASILAN LAIN Contoh : Dari Modal ATAS PENGH. YG DIBAYAR PD WP LUAR NEGERI PEMOTONG PAJAK SAAT TERHUTANG DAN TARIP PAJAK KEUNTUNGAN SETELAH PAJAK utk BUT
HUKUM PAJAK INTERNATIONAL ( VS HUKUM PAJAK NASIONAL) NON DISKRIMINASI PERTUKARAN INFORMASI PROTOKOL(PENYAMAAN PERSEPSI) PENGERTIAN HUKUM PAJAK INTERNATIONAL UU Pjk Nasional juga mengatur Pajak Or. Asing KEDAULATAN HPI terbatas Subyek Obyek yang Berada dalam wilayah Rep. Indonesia SUMBER 2 HUKUM PAJAK INTERNATIONAL Hukum Pajak Nasional, UN dan OECD MODEL dsb TERJADINYA PAJAK BERGANDA INTERNAS. Satu Subyek & Obyek Pjk dikenakan lebih sekali CARA PENGHINDARAN PJK BERGANDA INTER. Unilateral atau Multilateral Approach ADANYA NEGARA 2 TAX HAVEN ,Tak kena pajak, Tarif rendah,konsep teritorial,Tax treaty tinggi menjadikan Neg tax haven, Fasilitas tertentu.
PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA( P3B) BENTUK MODEL P3B OECD MODEL US MODEL UN MODAL OECD MODEL:TH 1963 DIREVISI 1977 MEMPENGA RUHI SIFAT DAN GAYA P3B NEG MAJU : Neg Residen mengurangi berganda dgn Kredit Pajak / Pembebasan dan Neg Sumber mengurangi ruang lingkup pemajakan pada Sumber & tarif tertentu US MODEL:TH 1977 THE TREASURY USA MENGEM BANGKAN P3B dgn US TREATY MODEL mereflek- sikan kepentingan Amerika dalam negosiasi TREATY DGN NEGARA LAIN dlm beberapa hal ber hub. PRINSIP KEWARGANEGARAAN dlm UU USA. UN MODEL: Berorientasi NEG BERKEMBANG yg berhub. NEG MAJU dlm kontek P3B yg di Motori PBB th 1967 dan th 1980 dipublikasi dgn UN MODEL memakai PRINSIP SUMBER PENGHASILAN dan MODAL INTERNATIONAL dgn pertimbangan Biaya yg dialokasi pd Pendapatan Dikenakan Pajak pd Net Basis supaya Tak Tinggi.
JENIS PENGHASILAN YG DIATUR DALAM P3B KESIMPULAN PAJAK INTERNATIONAL Penghasilan dari usaha mll BUT ARMS LENGTH RULE dlm tujuan Pajak BUT dianggap terpisah dr Induknya. Utk penentuan Laba Usaha biaya usaha dpt dikurangkan. BUSINESS PROFITS Pengh. dr kegiatan usaha or. pribadi Yg bersumber neg Treaty Partner utk js Profesional aturan ini sejalan dgn BUT/PE sepjg memp Tempat tetap. INDEPENDENT PERSONAL SERVICES Pemajakan pengh O pribadi sehub pemberian js dlm hub kerja dgn syarat OP ybs ada dineg lain melebihi TIME TEST dan pengh dibayar Pemberi Kerja serta pengh dibebankan BUT. DEPENDENT PERSONAL SERVICES PENGHASILAN DARI MODAL Penghasilan berupa Devident, Interest,royalty dan Capital gainsdr pemindahan harta. PENGHASILAN LAIN /KHUSUS Pengh yg diterima Guru,directors, artis dan siswa serta Pengh berupa Pensiun, Jaminan Sosial, tunjangan hari tua. INCOME NOT EXPRESSLY MENTIONED Penghasilan lain yg tak disebut dalam P3B spt sewa harta gerak, hadiah, pengh BUT dr LN capital appreciation serta stock option dll