KEMISKINAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN Idham Cholid
Dilema Pembangangunan Lebih dari empat dekade terakhir, debat mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi (economic growth), ketimpangan (inequality), dan kemiskinan (poverty)
Growth with distribution Konsep lama Kemiskinan & Ketimpangan Pembangunan Konsep Baru Growth with distribution Kemiskinan & Ketimpangan Pembangunan
Fakta menarik yang diungkapkan oleh Bank Dunia dalam World Development Report disebutkan bahwa sejumlah negara yang laju pertumbuhan ekonominya cukup baik ternyata , pertumbuhan ekonomi tersebut tidak serta merta mereduksi kemiskinan. Kesenjangan distribusi pendapatan bahkan tetap tak terkoreksi. Disebutkan bahwa sedikitnya 3 (tiga) milyar penduduk bumi masih berada dalam kemiskinan (hanya memperoleh pendapatan kurang dari US$ 2 per hari). Fakta ini setidaknya dimaknai sebagai bentuk divergensi antara pertumbuhan ekonomi dengan perbaikan taraf hidup dan distribusi pendapatan.
DISTRIBUSI PENDAPATAN Jenispendapatan Property Income, meliputi sewa (rent), bunga tabungan (interest paid on saving account), laba perusahaan (corporate profit), dan proprietors income atau disebut juga sebagai laba perusahaan perseorangan. Labor income, meliputi upah (wages) dan gaji (salaries), benefit serta berbagai jenis labor income lainnya
DISTRIBUSI PENDAPATAN (Pembagian Pendapatan) Menggambarkan bagian dari pendapatan yang diterima oleh para pemilik faktor produksi. Menggambarkan variabilitas atau dispersi (penyebaran) pendapatan.
SUMBER-SUMBER KETIMPANGAN Ketidak merataan dalam: Kepemilikan kekayaan Labor Income, karena: kemampuan dan keahlian, intensitas kerja, bidang pekerjaan, dan faktor lainnya(lingkungan,gizi buruk, tingkat pendidikan, dsb). Property Income, karena: life cycle saving, kewirausahaan (entrepreneurship), warisan dan lain-lain.
Contoh
Distribusi Pendapatan... (lanjutan) Kelompok Pendapatan Rumah Tangga Interval Pendapatan % seluruh rumah tangga pd kelompok ini % total pendptn yg diterima rumah tangga pd kelompok ini Rendah < $16,116 20 3.6 Agak rendah $16,117 - $30,408 9.0 Sedang $30,409 - $48,337 15.0 Agak tinggi $48,338 - $75,000 23.2 Tinggi $75,001 > 49.2 5% tertinggi $132,200 > 5 21.4
Kebijakan Mengurangi Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Mengubah distribusi pendapatan fungsional melalui kebijakan yang ditujukan untuk mengubah harga relatif faktor. Hal ini terutama dimaksudkan untuk mengurangi/ menghilangkan distorsi harga faktor yang merugikan kelompok miskin. Memperbaiki distribusi pendapatan melalui redistribusi pemilikan aset secara progresif, yang antara lain dilakukan melalui land reform, dan pemberian kredit lunak bagi usaha kecil.
Lanjutan Mengurangi bagian pendapatan penduduk golongan atas (kaya) melalui pajak pendapatan dan pajak kekayaan yang progresif. Dengan demikian, peningkatan penerimaan negara hasil pajak itu akan dapat ditujukan pada perbaikan kesejahteraan kelompok miskin. Meningkatkan bagian pendapatan penduduk golongan bawah (melarat) melalui pembayaran transfer secara langsung serta penyediaan barang dan jasa publik atas tanggungan pemerintah. Hal ini antara lain dilakukan melalui pembebasan/keringanan pajak bagi kelompok miskin, tunjangan atau subsidi pangan, bantuan pelayanan kesehatan, bantuan pelayanan umum lainnya.
Daftar orang terkaya Indonesia yang masuk ke dalam daftar orang kaya Forbes: 146. R Budi Hartono (Djarum, BCA) 6,5 miliar dollar AS 157. Michael Hartono (Djarum, BCA) 6,3 miliar dollar AS 304. Low Tuck Kwong (Bayan Resources) 3,6 miliar dollar AS 377. Martua Sitorus (Wilmar International) 3 miliar dollar AS 418. Sukanto Tanoto (Raja Garuda Mas) 2,8 miliar dollar AS 464. Peter Sondakh (Rajawali Group) 2,6 miliar dollar AS 578. Achmad Hamami & keluarga 2,2 miliar dollar AS 634. Sri Prakash Lohia (Indorama) 2 miliar dollar AS 634. Chairul Tanjung (CT Group) 2 miliar dollar AS 764. Kiki Barki (Harum Energy) 1,7 miliar dollar AS 854. Murdaya Poo (Central Cipta Murdaya) 1,5 miliar dollar AS 913. Edwin Soeryadjaya (Saratoga, Adaro) 1,4 miliar dollar AS 960. Tahir (Mayapada) 1,3 miliar dollar AS 960. Hary Tanoesoedibjo (Bhakti Investama, MNC) 1,3 miliar dollar AS 1015. Garibaldi Thohir (Adaro) 1,2 miliar dollar AS 1075. Theodore Rachmat (Adaro) 1,1 miliar dollar AS 1153. Djoko Susanto (Alfamart) 1 miliar dollar AS
Kemiskinan
Kemiskinan Kondisi dimana seseorang tidak memiliki cukup pendapatan, utamanya untuk membeli barang-barang kebutuhan dasar seperti makan, minum, pakaian, papan dsb. Menurut kriteria Bank Dunia penghasilan minimal per hari $2.
Kondisi Kemiskinan Selalu menjadi momok bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia Dulu hampir semua penduduk Indonesia hidup miskin (share poverty), sedangkan sekarang kemiskinan terjadi di tengah masyarakat modern dan berkelimpahan (affluent society)
Kemiskinan di Indonesia Tingkat kemiskinan mutlak menurun drastis dalam dua dasawarsa sebelum krisis ekonomi 1997; Jumlah penduduk miskin pada 1976 mencapai 54,2 juta jiwa (40,1 %), menurun menjadi 40,6 juta jiwa (26,9 %) pada tahun 1981, 35 juta jiwa (21,64 %) pada tahun 1984, 27,2 juta jiwa (15,1 %) pada tahun 1990, dan 22,5 juta jiwa (11,3%) pada 1996. 28,59 juta jiwa (11,66 %) September 2012. 28,07 juta (11,37 %) Maret 2013
The Vicious Circle of Poverty Kekurangan Modal Investasi Rendah Produktivitas Rendah Tabungan Rendah Pendapatan Rendah
Indikator Kemiskinan Terdapat beberapa indikator kemiskinan yang biasa digunakan, yaitu indikator: Kemiskinan relatif Kemiskinan absolut Kemiskinan kultural, dan Kemiskinan struktural
Kemiskinan Relatif Seseorang dikatakan berada dalam kelompok kemiskinan relatif, jika pendapatannya berada di bawah pendapatan di sekitarnya, atau dalam kelompok masyarakat tersebut, ia berada di lapisan paling bawah. Bisa jadi meskipun pendapatannya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, namun karena dibanding masyarakat di sekitarnya, pendapatannya dinilai rendah, ia termasuk miskin. Amerika Serikat menggunakan indikator kemiskinan semacam ini.
Kemiskinan Absolut Dilihat dari kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok (sandang, pangan, pemukiman, pendidikan dan kesehatan). Jika pendapatan seseorang di bawah pendapatan minimal untuk memenuhi kebutuhan pokok, maka ia disebut miskin. Indonesia menggunakan indikator kemiskinan jenis ini.
Kemiskinan Kultural Dikaitkan dengan budaya masyarakat yang “menerima” kemiskinan yang terjadi pada dirinya, bahkan tidak merespons usaha-usaha pihak lain yang membantunya keluar dari kemiskinan tersebut.
Kemiskinan Struktural Kemiskinan yang disebabkan struktur dan sistem ekonomi yang timpang dan tidak berpihak pada si miskin, sehingga memunculkan masmalah-masalah struktural ekonomi yang makin meminggirkan peranan orang miskin.
Beberapa Pengertian Kemiskinan
Garis Kemiskinan (Poverty Line) Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur garis kemiskinan dengan pendekatan konsumsi sejalan dengan pendekatan Bank Dunia. Garis kemiskinan tersebut diukur dari kemampuan membeli bahan makanan ekuivalen dengan 2100 kalori per kapita per hari dan biaya untuk memperoleh kebutuhan minimal akan barang/jasa, pakaian, perumahan, kesehatan, transportasi, dan pendidikan.
Garis Kemiskinan VV. Bhanoji Rao Rao menghitung garis kemiskinan dengan memperhitungkan kebutuhan kalori per hari minimum yang diperlukan seseorang untuk hidup layak sebagai dasar, kemudian diambah lagi dengan keperluan untuk kehidupan dasar yang sifatnya sosial, misalnya untuk pemeliharaan kesehatan, sekolah, dsb.
Indikator Kemiskinan Prof Sayoga Dibedakan antara daerah perkotaan dan pedesaan. Garis kemiskinan untuk pedesaan setara dengan 240 kg beras per kapita per tahun, sedangkan untuk perkotaan setara dengan 360 kg beras per kapita per tahun. Garis kemiskinan ditetapkan setelah survei di seluruh Indonesia pada 1973.
Pergeseran Pengertian Kemiskinan Pergerseran pengertian kemiskinan dengan tidak melihat aspek pendapatan dan konsumsi saja, tetapi juga melihat masalah ketergantungan, harga diri, kontinuitas pendapatan dsb.
Pendapat Lain Mengartikan kemiskinan dengan melihat berbagai dimensi: Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan, papan); Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi) Tidak adanya jaminan masa depan (karena tidak adanya investasi untuk pendidikan dan keluarga) Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal.
Lanjutan Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya alam; Tidak dilibatkan dalam kegiatan sosial masyarakat; Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan; Ketidakmampuan berusaha karena cacat fisik maupun mental; Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil)
Faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan secara umum, antara lain: Mata pencaharian utama di sektor pertanian. Adanya perekonomian dualistis. Kurangnya pengolahan sumber daya alam secara efisien. Pertumbuhan penduduk yang cepat. Tingginya angka pengaangguran Kondisi ekonomi yang terbelakang Tidak adanya inisiatif untuk berusaha Adanya kelangkaan alat modal Rendahnya tingkat penguasaan teknologi Orientasi ekspor barang primer
Sebab-sebab Struktural Kemiskinan di Indonesia Ketidakmampuan mengelola sumber daya alam secara maksimal; Kebijakan ekonomi yang tidak berkomitmen terhadap penanggulangan kemiskinan dan semata-mata mengejar pertumbuhan ekonomi (trickle down effect tidak bekerja) Kesalahan mendasar dalam asumsi perekonomian Indonesia adalah pengangguran dan kemiskinan hanya mungkin diatasi jika ekonomi tumbuh minimal (misalnya) 6,5 %.
Asusmsi demikian salah, karena: Yang dapat mengatasi pengangguran dan kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi yang melibatkan kegiatan ekonomi rakyat yang pelakunya adalah masyarakat miskin. Pengangguran dan kemiskinan adalah dua hal berbeda. Orang yang menganggur belum tentu miskin. Ilustrasi: 1 % pertumbuhan diasumsikan mampu menampung 200.000-400.000 tenaga kerja baru, maka pertumbuhan 6.5 % hanya mampu mempekerjakan 1,3 juta-2,6 juta tenaga kerja dan tidak ada jaminan bagi penduduk miskin yang mencapai puluhan juta jiwa.
Dampak ketimpangan dan kemiskinan Kriminalitas Konflik sosial Pendidikan Produktifitas Pelayanan Umum
Kebijakan Pemerintah untuk Menanggulangi Kemiskinan Masa Kolonial: ‘politik etis’ balas budi. Masa Orde Baru: terkait dengan program pembangunan nasional sejak Repelita I-V. Program sektoral yang pernah dilaksanakan: BIMAS, INMAS, dan P4K (Departemen Pertanian), UPPKS (BKKBN), KUD dan Koperasi Simpan Pinjam (Departemen Koperasi), UED-SP, BKD dan PKK (Departemen Dalam Negeri), KUBE (Departemen Sosial) Wajar 9 tahun (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) dan pengembangan Puskesmas (Departemen Kesehatan)
Lanjutan Mulai Repelita VI diluncurkan Inpres Desa Tertinggal (IDT), yang meliputi: Komponen bantuan langsung sebesar Rp 20 juta/desa sebagai dana bergulir selama 3 tahun; Bantuan pendampingan pokmas IDT oleh tenaga pendamping Sarjana Pendamping Purna Waktu (SP2W); Bantuan pembangunan sarana/prasarana Untuk masyarakat miskin di kelurahan tidak ‘tertinggal’ diluncurkan program Takesra/Kukesra.
Lanutan Ketika terjadi krisis ekonomi, jumlah penduduk miskin meningkat tajam karena merupakan gabungan dari penduduk miskin lama dan penduduk baru yang bersifat sementara (transient poverty). Untuk mengatasi masalah ini, dikeluarkan program Jaring Pengaman Sosial (JPS), yang dibagi dalam empat kelompok program, yaitu JPS Departemen teknis, JPS prioritas, JPS sektor-sektor pembangunan dan JPS monitoring
Kekurangan Program Tidak ada jenjang program lanjutan sehingga kelompok yang sukses dalam tahapan pertama susah mengembangkan usaha selanjutnya Terhambatnya laju pertumbuhan karena sistem pertanggungjawaban yang saling mengikat Timing pencairan kredit yang tidak tepat Kurangnya integrasi dan koordinasi program antar instansi
Beberapa Kelemahan dalam Program Penanggulangan Kemiskinan Masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro daripada pemerataan; Sentralisasi kebijakan daripada desentralisasi; Lebih bersifat karitatif daripada transformatif; Memposisikan masyarakat sebagai objek dan bukan subjek; Cara pandang tentang penanggulangan kemiskinan masih berorientasi pada ‘charity’ daripada ‘productivity’; Asusmsi permasalahan dan solusi kemiskinan sering dipandang sama daripada pluralistis.
Paradigma Baru Pemberantasan Kemiskinan di Indonesia Penerbitan undang-undang pemberantasan kemiskinan sehingga program pengurangan kemiskinan lebih diprioritaskan oleh pemerintah dan masyarakat Program pemberantasan harus bersifat multi-sektor Perencanaan dan pelaksanaan dilakukan bersama antara masyarakat dan pemerintah sehingga program sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan potensi aktual masyarakat dapat lebih tergali.
Lanjutan Masyarakat dijadikan subjek dan bukan sekedar objek program Pertanggungjawaban program tidak saja pada pemerintah tetapi juga pada masyarakat Program yang berkesinambungan Ukuran keberhasilan ditentukan berdasarkan kemampuan masyarakat keluar dari belenggu kemiskinan.
End of Session