Proposal HEGEMONI IDEOLOGI DALAM KONSTRUKSI IDENTITAS BUDAYA LOKAL (Analisis Semiotika pada Simbol Arsitektur Gedung Perpustakaan Daerah Provinsi Riau) OLEH: NINA ANDRIANA
LATAR BELAKANG Identitas budaya sebuah kelompok masyarakat adalah hal yang sangat penting, karena identitas adalah soal kesamaan dan perbedaan, tentang aspek personal dan sosial, atau ‘tentang kesamaan anda dengan sejumlah orang dan apa yang membedakan anda dengan orang lain’ (Barker, 2002; 219-223). Identitas budaya lokal menjadi penting sejak di keluarkannya UU Tentang Otonomi Daerah. Membuat pemerintah dan masyarakat daerah berusaha untuk menggali kembali atau meneguhkan kembali identitas budaya lokal yang mereka miliki. Salah satunya adalah Provinsi Riau. Dengan banyak strategi, yang salah satunya adalah penerapan nilai budaya visual (artifak budaya) Melayu ke dalam desain bangunan milik Pemprov Riau.
LATAR BELAKANG SEBUAH FENOMENA ARTIFAK BUDAYA. PEMERINTAH YANG TIDAK KONSISTEN?
LATAR BELAKANG Arsitektur produk budaya yg terus mengalami perkembangan dan perubahan dan dapat ditangkap secara inderawi Sebagai sebuah objek, arsitektur hakikatnya merupakan simbol yang penuh dengan makna tersembunyi. Ia mengkomunikasikan “sesuatu” kepada khalayak secara non verbal. Salah satunya adalah representasi identitas budaya dari kelompok masyarakat yang memiliki arsitektur tersebut. Perubahan budaya merupakan hasil dari proses interaksi. Sehingga pandangan yang menganggap bahwa artifak desain memiliki kemanfaatan yang dapat dirasakan secara ragawi, saat ini telah mengalami pergeseran makna menjadi sistem politik ideologi dan wacana kebudayaan baru. Lalu, siapakah yang memiliki peran penting dalam pergeseran makna dari arsitektur sebagai sebuah representasi identitas budaya ini? Pertanyaan ini merupakan pekerjaan rumah utama dalam kajian budaya (culture studies).
RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN Bagaimanakah representasi simbolik identitas budaya lokal masyarakat Riau yang terkandung dibalik bangunan Perpustakaan Daerah Riau? Bagaimanakah dan siapakah yang berperan dalam proses hegemoni ideologi budaya baru pada konstruksi identitas Budaya lokal di Riau, seperti yang tampak pada simbol-simbol arsitektur gedung Pusda Riau tersebut? TUJUAN PENELITIAN Melakukan pemaknaan terhadap simbol-simbol arsitektur Pusda Riau yang merepresentasikan identitas budaya lokal masyarakat Riau. Membongkar peristiwa diskursus(hegemoni) yang berlangsung dalam pengkonstruksian identitas budaya lokal masyarakat Riau.
SIGNIFIKANSI PENELITIAN AKADEMIS/TEORITIS Memahami bahwa arsitektur sebagai bagian dari komunikasi non verbal Penelitian yang melihat peristiwa komunikasi dengan berbagai pendekatan, salah satunya adalah pendekatan kajian budaya. PRAKSIS Dengan penelitian ini diharapkan nantinya akan membuat diri pribadi peneliti dan masyarakat bersikap kritis terhadap berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dan seyogyanya dengan penelitian ini, pemerintah menjadi lebih arif dalam berbagai kebijakannya.
KERANGKA TEORITIS Paradigma Penelitian ini adalah Paradigma kritis. Tinjauan Studi Terdahulu: Dwi Murdiati, “Charles Jencks, Semiotics Concept of Postmodern Architecture”, USU Medan Muhammad Taufik Ishak dan Mohammad Mochsen Sir, “ Pembacaan Kode Semiotika Roland Barthes Terhadap Bangunan Arsitektur Katedral Evry di Perancis Karya Mario Botta”. Jeffry Djaya, “ Percampuran Arsitektur, Suatu Tinjauan Kasus Pengaruh Budaya pada Bentuk Arsitektur Hunian-hunian Mewah di Bali”, UI. Agustini Rahayu, “Identitas Masyarakat Urban Jakarta, Analisis Terhadap Tata Ruang Plaza eX”, UI. Tulisan Aimee Dawis, “Postmodernism and Jakarta Urban Structure” (The Jakarta Post, 08/09/08).
Ciri Khas Penelitian. Penelitian ini mencoba untuk benar-benar menerapkan dan mencapai tujuan dari penelitian yang menggunakan pendekatan culture studies, yaitu membongkar berbagai praktek kekuasaan yang mencoba melanggengkan ideologi budaya tertentu pada suatu komunitas, dan yang menjadi ciri utama dalam penelitian ini adalah pemilihan objek kajian, yaitu arsitektur gedung sebagai salah satu artifak budaya yang berkomunikasi secara non verbal kepada khalayak.
CULTURE STUDIES penyelidikan tentang cara kebudayaan diproduksi melalui pergulatan antara ideologi Kelompok yang paling terkenal adalah British Cultural Studies. Pelopornya adalah Richard Hoggart dan Raymond Williams. Ahlinya yang terkenal saat ini adalah Stuart Hall Mereka percaya perubahan akan terjadi melalui dua cara, yaitu (1) dengan mengidentifikasikan pertentangan yang ada dalam masyarakat; dan (2) dengan menyediakan pemahaman yang akan membantu orang-orang memahami dominasi dan jenis-jenis perubahan yang diinginkan (Littlejohn, 2001: 217). Dalam kajian budaya, proses menciptakan kenyataan dari berbagai sumber disebut artikulasi. Masyarakat kapitalis didominasi ideologi elit tertentu. Ideologi dominan terlibat dalam hegemoni melawan kelompok tak berdaya. Dalam proses hegemoni ini dipahami ada yang dinamakan infrastruktur atau basis, yaitu aturan-aturan dasar ekonomi suatu masyarakat
CULTURE STUDIES Komunikasi, melalui berbagai saluran/media, memiliki peran istimewa dalam mempengaruhi kebudayaan popular melalui penyebaran informasi, tetapi media dikuasai ideologi tertentu yang sedang berkuasa. Ironinya, mereka menyatakan mewakili kebenaran, tetapi mereka merupakan perwakilan kelompok berkuasa (Littlejohn, 2001: 218). IDENTITAS merupakan isu penting dalam culture studies Menurut Giddens, identitas diri bukanlah sifat distingsif, atau bahkan kumpulan sifat-sifat yang dimiliki oleh individu. Baginya identitas merupakan diri sebagaimana yang dipahami secara refleksif oleh orang dalam konteks biografinya” (Barker, 2000). Gilroy (Curran et all, 1996) mengungkapkan bahwa untuk mengidentifikasi identitas dapat didasarkan pada tiga hal yaitu, Subjectivity, Sameness, Solidarity
CULTURE STUDIES Bahwa identitas budaya pastinya merupakan hasil pengkonstruksian dan isu terpenting dalam mengkaji mengenai identitas budaya ini adalah dari apa, oleh siapa dan untuk apa identitas budaya tersebut dikonstruksikan (Castell, 2002: 7). Maka dengan demikian, identitas budaya lokal yang direpresentasikan lewat sebuah artifak budaya merupakan sebuah hasil konstruksi, begitupun yang terjadi pada objek kajian dalam penelitian ini. Siapa yang berperan penting dan ideologi apa yang coba di terapkan dalam konstruksi identitas budaya lokal ini. Maka kita akan melihat terjadi suatu peristiwa hegemoni ideologi dalam konstruksi identitas budaya.
CULTURE STUDIES HEGEMONI IDEOLOGI Bagi Gramsci, hegemoni berarti suatu keadaan dimana suatu ‘blok historis’ kelas berkuasa menjalankan otoritas sosial dan kepemimpinan atas kelas-kelas subordinat melalui kombinasi antara kekuatan, dan terlebih lagi, dengan consensus (Barker, 2004: 80). Selanjutnya jika hegemoni dihubungkan dengan ideologi, maka dalam hal ini adalah sebuah situasi dimana ‘blok historis’ kelas berkuasa menjalankan otoritas dan kepemimpinan dengan membangun ideologi-ideologi yang dianggap wajar oleh kelompok yang dikuasai. Sedangkan dalam analisis Gramsci, ideologi dipahami sebagai ide, makna dan praktik yang, kendati mereka mengklaim sebagai kebenaran universal, merupakan peta makna yang mendukung kekuasaan kelompok sosial tertentu. Ideologi menyediakan aturan perilaku praktis dan tuntunan moral yang sepadan dengan agama, yang secara sekuler dipahami sebagai suatu kesatuan keyakinan antara konsepsi dunia dan norma tindakan terkait (Barker, 2004).
CULTURE STUDIES ideologi memiliki relasi yang kuat terhadap kekuasaan ideologi digunakan kelompok dominan untuk menjustifikasi kebenaran dalam praktek kekuasaan yang mereka jalankan Dengan demikian, melalui penelitian ini, sekiranya akan didapatkan bagaimana ‘blok historis’ kelas berkuasa yang ada di Riau, menjalankan otoritas dan kepemimpinan dengan membangun ideologi-ideologi yang dianggap wajar oleh kelompok yang dikuasai, sehingga tanpa disadari oleh kelompok yang dikuasai bahwa tengah terjadi sebuah proses konstruksi identitas budaya lokal baru di dalam komunitas mereka.
CULTURE STUDIES REPRESENTASI Representasi sendiri dipahami sebagai bagaimana dunia dikonstruksi dan direpresentasikan secara sosial kepada dan oleh kita. Jadi unsur utama culture studies dapat dipahami sebagai studi kebudayaan sebagai praktik pemaknaan. Ia juga menghendaki penyelidikan tentang cara dihasilkannya makna pada beragam konteks (Barker, 2004; 8). Representasi identitas budaya ini akan tampak pada tanda ataupun simbol-simbol yang terdapat pada setiap sudut bangunan Pusda Riau ini. Untuk melakukan pemaknaan simbol terhadap representasi identitas budaya, maka peneliti akan menggunakan kajian semiotika
SEMIOTIKA Berger menyatakan bahwa semiotika adalah ilmu yang mempelajari tanda, makna tanda dan cara kerja tanda (Berger, 2005: 4-5) Tanda-tanda adalah basis dari seluruh komunikasi. (Littlejohn, 2002) Didasarkan pada definisi yang disampaikan Eco, bahwa semiotik tidak hanya mempelajari tanda yang sehari-harinya kita temukan dalam percakapan. Tetapi dalam semiotik, tanda ada dalam wujud kata-kata, gambar, suara, bahasa tubuh dan objek (Chandler, 1995). Semiotika telah banyak diaplikasikan dalam berbagai kajian, seperti kajian film, teater, kedokteran, arsitektur, dan berbagai bidang kajian lainnya yang memfokuskan diri pada bagaimana mengkomunikasikan dan menyampaikan sebuah pesan. Jadi, semiotika adalah kajian ilmu yang memfokuskan pada pemaknaan terhada tanda Tanda dalam semiotika mempostulasikan suatu hubungan antara dua terma, penanda (signifier) dan petanda (signified)
SEMIOTIKA Signifiers Signifieds Gambar otak yang besar Manusia yang pintar Gambar (♀) pada bagian depan pintu toilet Toilet khusus untuk perempuan
SEMIOTIKA Charles Morris adalah seorang filosof yang cukup dikenal yang menulis tentang tanda-tanda dan nilai-nilai selama beberapa tahun. Sumbangannya yang paling kuat adalah memisahkan cakupan bidang studi mengenai tanda ini ke dalam tiga cabang (Littlejohn, 2002: 57), yaitu: Semantik, Sintaktik, dan Pragmatik. hal yang terpenting dari semiotika adalah bukan sebatas mengkaji tanda tetapi juga bagaimana memaknai tanda itu sendiri. Memaknai, menurut Barthes, dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Lihat Alex Sobur, 2006: 15)
METODOLOGI PENELITIAN PARADIGMA PENELITIAN Kajian culture studies merupakan sebuah kajian yang berlatar belakang pada pemikiran kritis. Karena kajiannya akan berlangsung pada usaha untuk membongkar dan mencari tahu adanya pergulatan ideologi yang tidak terlihat dalam pembentukan dan perubahan budaya. Paradigma kritis mendefinisikan ilmu sosial sebagai suatu proses yang secara kritis berusaha mengungkap “the real structure” dibalik ilusi, false needs, yang dinampakkan dunia materi, dengan tujuan membantu membentuk suatu kesadaran sosial agar memperbaiki dan merubah kondisi kehidupan manusia. Salah satu ciri dari paradigma kritis adalah “curiga”, karena itulah dalam melakukan penelitian nantinya, peneliti akan terus berusaha mempertahankan rasa “curiga” ini, demi membongkar hemenoni ideologi yang berlangsung.
METODOLOGI PENELITIAN METODE PENELITIAN Analisis Semiotika Kerangka Barthes Signifier (penanda) 2. Signified (petanda) 3. Denotative sign (tanda denotatif) 4. CONNOTATIVE SIGNIFIER (PENANDA KONOTATIF) 5. CONNOTATIVE SIGNIFIED (PETANDA KONOTATIF) 6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
METODOLOGI PENELITIAN OBJEK KAJIAN Gedung Perpustakaan Daerah Riau. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Penelusuran terhadap data materi desain arsitektur gedung Pusda Riau. Wawancara TEKNIK ANALISIS DATA Level Teks, pada level ini pemaknaan tanda akan dianalisis melalui analisis semiotika Level konteks. Pada level ini, hasil interview yang memperlihatkan pergulatan kepentingan dan ideologi dalam proses produksi identitas lewat makna tanda, akan diinterpretasikan sesuai dengan konsep-konsep culture studies yang digunakan pada BAB II. Dan pada akhirnya akan dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu dengan melakukan interpretasi data dan analisis secara deskriptif yang nantinya akan disajikan dalam bentuk narasi.
KETERBATASAN PENELITIAN Berdasarkan paradigma yang di pilih dalam penelitian ini, maka setidaknya penelitian ini harus mampu memenuhi tiga kriteria penelitian kritis yang baik, yaitu: historical situatedness berhasil menghindarkan diri dari hal-hal yang seharusnya tidak masuk kedalamnya, baik karena ketidak-tahuan maupun kesalah-pengertian hasil riset harus mampu mendorong perubahan sosial Ketiga kriteria ini, rasanya akan sulit jika peneliti terapkan seutuhnya.
KETERBATASAN PENELITIAN Mengamati secara langsung konteks yang mempengaruhi terbentuknya sebuah teks (artifak) tentunya akan penting menjadi landasan untuk membongkar realitas dibalik realitas teks yang telah terbentuk. Yang dalam kajian ini adalah simbol-simbol identitas budaya lokal yang terdapat dalam karya arsitektur. Namun hal ini tidak mungkin dilakukan, mengingat artifak yang menjadi objek kajian disini adalah sebuah realitas yang telah terbentuk, namun peneliti akan berusaha mengatasi hal tersebut dengan menggunakan wawancara mendalam (depth interview) terhadap semua pihak yang terlibat dalam proses pembentukan artifak tersebut. Dan selanjutnya, upaya untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang terlupakan untuk disertakan dalam penelitian ini justru tidak akan mudah untuk peneliti hindari. Begitupun jaminan akan adanya usaha untuk menghasilkan sebuah kesadaran terhadap adanya realitas semu demi terciptanya sebuah perubahan sosial tidak dapat peneliti janjikan disini. Namun setidaknya, semangat dan tujuan peneliti, akan mengarah pada tiga kriteria paradigma kritis diatas.