Oleh : Dhimaz PPH Yolla Maharani Abdurahman Fahruzi Nanda Seffri M Mariam Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum
Mengadili atau menghukum para pelaku pelanggaran hak asasi manusia diterima menjadi salah satu prinsip dalam hukum hak asasi manusia internasional (“human rights violators must be punished”) Tersedianya Pengadilan HAM nasional merupakan wujud kepedulian & T. Jwb thd. kemanusian. Pengadilan HAM Nasional bersifat komplementer pengadilan HAM internasional
Pengadilan HAM internasional terbuka dipergunakan apabila pengadilan nasional tidak fair dan cenderung melindungi pelaku/tersangka Pengadilan internasional dapat dipergunakan apabila suatu negara dalam keadaan UNWILLING (tidak ingin) dan UNABLE (tidak mampu)
Pengadilan HAM terbentuk di Indonesia setelah Orde Baru Jatuh 1998 Kekerasan yang berindikasi pelanggaran HAM setelah jajak pendapat di Tim Tim 1999 mendorong keluarnya Resolusi PBB Nomor 1264/1999 Resolusi itu mendesak agar peristiwa itu diusut dan pelakunya di bawa ke pengadilan
PENYELIDIKAN PENYIDIKAN PENUNTUTAN PERSIDANGAN PUTUSAN HAKIM
Lembaga yang berwenang melakukan penyelidikan adalah Komnas HAM Kewenangan Komnas HAM tersebut diatur di dalam UU No. 39/1999 dan UU 26/2000 Yang diselidiki adalah peristiwa yg diduga merupakan pelanggaran berat HAM (Genosida & Kejahatan kemanusiaan) Dapat membentuk Tim Ad Hoc terdiri atas anggota Komnas dan Unsur Masyarakat; Pada saat memulai penyelidikan, memberitahukan kepada Penyidik. Apabila terdapat bukti permulaan yang cukup, menyerahkan kesimpulan kepada Penyidik.
Kewenangan Penyelidikan yang diatur Pasal 89 ayat (3) huruf b UU No. 39 Tahun 1999 adalah penyelidikan dalam rangka pemantauan. Yaitu: kegiatan pencarian data, informasi, dan fakta untuk mengetahui ada atau tidaknya pelanggaran terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia yang diatur dalam peraturan perundangundangan, terutama yang diatur dalam UU No. 39 Tahun Penyelidikan tsb dalam rangka mengawasi (monitoring) apakah prinsip-prinsip HAM dilanggar atau tidak.
Kewenangan Jaksa Agung Dalam upaya penyidikan ini Jaksa Agung dapat mengangkat penyidik ad hoc dari unsur masyarakat dan pemerintah. kata “dapat” dimaksudkan agar Jaksa Agung dalam mengangkat penyidik ad hoc dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Unsur masyarakat adalah dari organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan yang lain seperti perguruan tinggi Harus diselesaikan dalam waktu 90 hari sejak menerima hasil penyelidikan. Dapat diperpanjang 90 hari dan 60 hari.
Pasal 23 dan 24. Pasal 23 menyatakan penuntutan mengenai pelanggaran HAM yang berat dilakukan oleh Jaksa Agung dan dalam melakukan penuntutan. Jaksa Agung dapat mengangkat jaksa penuntut umum ad hoc Pasal 24 mengatur tentang jangka waktu penuntuan yaitu selama 70 hari terhitung sejak tanggal hasil penyidikan diterima. Komnas HAM dapat meminta keterangan secara tertulis dari Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan.
Dilakukan oleh pengadilan HAM; Dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan HAM yang berjumlah 5 orang, terdiri atas 2 orang dari pengadilan HAM bersangkutan dan 3 orang hakim ad hoc; Pemeriksaan pengadilan hingga putusan paling lama 180 hari sejak dilimpahkan ke pengadilan; Dalam hal banding, harus diputus dalam waktu 90 hari; Dalam hal kasasi, harus diputus dalam waktu 90 hari;
Mengadili pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum adanya UU Pengadilan HAM; Dibentuk atas usul DPR dengan Keputusan Presiden; Berada di lingkungan Peradilan Umum.
PENYELIDIKAN KOMNAS HAM PENYELIDIKAN KOMNAS HAM PENYIDIKAN KEJAKSAAN AGUNG PENYIDIKAN KEJAKSAAN AGUNG PENGADILAN HAM AD HOC PENGADILAN HAM AD HOC USUL PEMBENTUKAN OLEH DPR USUL PEMBENTUKAN OLEH DPR KEPUTUSAN PRESIDEN PEMBENTUKAN KEPUTUSAN PRESIDEN PEMBENTUKAN PENUNTUTAN KEJAKSAAN AGUNG PENUNTUTAN KEJAKSAAN AGUNG
ketentuan pidana untuk kejahatan genosida yakni dengan ancaman hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 25 tahun dan pidana paling singkat 10 tahun. Ketentuan pidana ini sama dengan kejahatan yang diatur dalam Pasal 9 (tentang kejahatan terhadap kemanusiaan) huruf a (pembunuhan), b (pemusnahan), d (pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa), atau j (kejahatan apartheid ).
Bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan lainnya yaitu perbudakan diancam dengan pidana selama- lamanya 15 tahun dan paling singkat 5 tahun Demikian pula dengan kejahatan kemanusiaan berupa penyiksaan diancan hukuman paling lama 15 tahun dan peling rendah 5 tahun (Pasal 39). Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran paksa, pemaksaan kehamilan, kemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya yang setara diancam pidana selama-lamanya 20 tahun dan serendah-rendahnya selama 10 tahun (Pasal 40).