Rekayasa Sistem Pemilu untuk Penguatan Demokrasi Indonesia Sri Budi Eko Wardani Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia (PUSKAPOL FISIP UI) 27 Mei 2015
Pokok Bahasan Sistem Pemilu di Indonesia dari masa ke masa Reformasi sistem proporsional: dari tertutup menuju terbuka Refleksi sistem pemilu bagi penguatan demokrasi Indonesia Apa setelah Pemilu 2014?
Pemilu kita sejak 1955… Rakyat Indonesia sudah sangat terbiasa dengan penyelenggaraan pemilihan umum. Sejak 1955 hingga 2014, dan terus (akan) berlanjut. Tingkat partisipasi pemilih cukup baik: Pada pemilu-pemilu Orde Baru memang sangat tinggi (80-90%); pada pemilu-pemilu reformasi juga tidak bisa dikatakan rendah (70%).
Pemilu 1955: calon perseorangan dan kumpulan Sistem Cara Pencalonan Pihak yang Mencalonkan Larangan Memilih dan Dipilih Pengisian Lembaga Perwakilan 1955 Proporsional (pemilih memberikan suara kepada calon) Calon harus didukung sejumlah pemilih. Daftar Calon disusun oleh Panitia Pemilihan. Pemberian nomor urut diakukan dengan undian Perorangan Kumpulan (organisasi atau partai politik) Tidak ada Dipilih
Pemilu Orde Baru: tertutup-nomor urut dan mobilisasi pemilih Sistem Cara Pencalonan Pihak yang Mencalonkan Larangan Memilih dan Dipilih Pengisian Lembaga Perwakilan 1971 Perwakilan berimbang dengan stelsel daftar tertutup (Pemilih memberikan suara pada partai politik) Peserta pemilu membuat daftar calon dengan nomor urut. Pemerintah melakukan penelitian khusus memastikan tidak ada calon dari PKI atau ormas terlarang. Bukan organisasi terlarang Partai politik Golongan karya Bekas anggota PKI dan ormasnya Anggota ABRI Dipilih Diangkat (ABRI) 1977 – 1997 Proporsional daftar tertutup (Pemilih memberikan suara pada partai politik) Daftar calon disusun oleh partai politik (PPP, PDI) dan Golkar PPP, PDI, Golkar
Pemilu Reformasi: perubahan posisi pemilih, caleg, dan partai politik Sistem Cara Pencalonan Pihak yang Mencalonkan Larangan Memilih dan Dipilih Pengisian Lembaga Perwakilan 1999 Proporsional daftar tertutup (pilih partai) Daftar calon disusun oleh partai politik peserta pemilu Partai politik yang memenuhi syarat UU Anggota TNI/Polri Dipilih Diangkat (ABRI) 2004 Proporsional semi terbuka (pilih partai atau partai dan calon) Daftar calon disusun oleh partai politik peserta pemilu Partai politik yang memenuhi syarat sesuai UU 2009 dan 2014 Proporsional daftar terbuka (pilih calon)
Dari sistem tertutup ke terbuka: Apa yang berubah? Parpol dominan menentukan nomor urut caleg yang berpengaruh pada keterpilihannya. Penyelenggara pemilu adalah pemerintah yang berkepentingan memenangkan partai pemerintah (Orde Baru). Memilih partai politik. Parpol tetap dominan menentukan nomor urut caleg; namun keterpilihan caleg ditentukan oleh dukungan suara pemilih. Penyelenggara pemilu adalah independen, mandiri, dan tetap (UUD 1945). Memilih partai politik atau caleg.
Refleksi Tertutup ke Terbuka Caleg lebih dikenal oleh pemilih di dapilnya. Kampanye pemilu lebih terbuka, caleg turun ke dapil, dan mengedepankan dialog. Potensi tawar pemilih terhadap caleg terpilih relatif lebih tinggi. Ada keterikatan caleg terpilih dengan pemilih di dapilnya, utamanya sebagai modal dukungan pada pemilu berikutnya.
Refleksi Tertutup ke Terbuka Persaingan antarcaleg satu partai dalam satu dapil sangat keras. Popularitas dan uang berperan dalam peluang keterpilihan caleg. Biaya kampanye caleg sangat besar. Kurangnya dukungan partai terhadap kampanye caleg (platform dan logistik). Suara terbanyak mendorong partai merekrut “siapa saja” yang berpeluang menang – tanpa memperhatikan kader/non kader – sebagai caleg.
Paradoks Hasil Pemilu 2014 Dalam sistem terbuka diasumsikan partai tidak dominan mengendalikan perilaku anggotanya di Dewan. Justru sebaliknya yang terjadi. Sikap kritis anggota Dewan terhadap fraksi/partainya semakin rendah. Kepentingan elite partai lebih kuat memengaruhi sikap anggota Dewan dalam pelaksanaan fungsi perwakilan.
Paradoks Hasil Pemilu 2014 Dalam sistem terbuka, diasumsikan caleg terpilih akan lebih independen terhadap kepentingan partainya, dan lebih mengutamakan aspirasi konstituen. Justru ada semacam ‘keterputusan’ hubungan antara momen pemilu dengan pascapemilu. Perilaku wakil terpilih lebih condong ke partai politiknya yang didominasi kepentingan elite partai politik.
Apa setelah Pemilu 2014? Reformasi sistem pemilu selama ini masih berkutat pada aspek prosedural. Sumber paradoks adalah partai politik. Maka rekayasa sistem pemilu harus pula difokuskan pada aspek substansi untuk memperbaiki mekanisme pencalegan, penguatan platform partai dan partisipasi pemilih.
Revisi Aspek Substansi Proses pencalegan yang melibatkan anggota partai dan pemilih. Caleg harus menunjukkan bukti dukungan sejumlah anggota partai di daerah di mana dia dicalonkan (kab/kota, provinsi, nasional); dan dari sejumlah pemilih di dapilnya (bukan anggota partai). Bukti dukungan tersebut dilampirkan dalam formulir pendaftaran ke KPU.
Revisi Aspek Substansi Proses pencalegan memperhatikan kaderisasi di partai. Caleg harus memiliki pengalaman aktif di partainya sesuai tingkatan pencalonannya dalam kurun waktu tertentu (minimal 1 tahun). Misalnya untuk caleg DPRD kab/kota, harus memiliki pengalaman aktif dalam kegiatan kepengurusan partainya di tingkat kab/kota minimal 1 tahun.
Revisi Aspek Substansi Penguatan platform partai dan partisipasi pemilih. Sosialisasi platform partai politik peserta pemilu kepada masyarakat, yang difasilitasi oleh KPU. Dalam masa pendaftaran, partai politik peserta pemilu wajib melampirkan platform partai ke KPU. Sosialisasi platform partai bisa dilakukan dengan format debat yang menghadirkan tim panelis dan mengundang kelompok masyarakat di tingkat kabupaten/kota.
Penutup Sistem proporsional terbuka masih menjadi pilihan utama untuk penguatan demokrasi Indonesia. Rekayasa sistem pemilu harus mendorong perbaikan internal partai khususnya dalam kaderisasi dan pencalegan. Perbaikan sistem terbuka harus ditekankan pada aspek substansi, mengarah pada perbaikan mekanisme internal partai dalam pencalegan; dan ketegasan platform partai yang harus disosialisasikan kepada masyarakat/pemilih.