ANTHONYGIDDENS KELOMPOK 3 PENGKAJIAN SOSIOLOGI ANTHONYGIDDENS KELOMPOK 3
Konsep dasar pemikiran Anthony Giddens Anthony Giddens adalah teoritisi sosial inggris masa kini yang sangat penting dan salah seorang dari sedikit teoritisi yang sangat berpengaruh di dunia. Giddens lahir di Edmonton, London Utara, pada 18 Januari 1938, dari sebuah keluarga karyawan bus umum, yang di rumahnya sama sekali tidak memiliki buku. Anthony menjadi satu-satunya anak dari keluarga itu yang bersekolah tinggi. ia belajar di universitas Hull, di The London School of Economic, dan di Universitas London. Tahun 1961 ia diangkat menjadi dosen di Universitas Leicester. Karya awalnya bersifat empiris dan memusatkan perhatian pada masalah bunuh diri. Tahun 1969, ia beralih jabatan menjadi dosen sosiologi di Universitas Cambridge dan sebagai anggota King’s college. Dalam karya- karyanya itu selangkah demi selangkah ia mulai membangun perspektif teoritisnya sendiri, yang terkenal dengan teori strukturasi.
Konsep dasar pemikiran Anthony Giddens Giddens menyebut bahwa, “social structures are both constituted by human agency, and yet at the same time are the very medium of this constitution”.[1] Pernyataan Giddens ini mengisyaratkan bahwa struktur sosial dilatarbelakangi oleh human agency, atau hubungan antara peraturan dan perilaku. Aturan (rules) mempengaruhi perilaku dan tindakan yang dibuat oleh manusia. Aturan ini, ketika dilembagakan secara sosial, membentuk struktur yang terus direproduksi menjadi sebuah sistem. Proses reproduksi struktur hingga berinteraksi menjadi sistem tersebutlah yang dinamakan oleh Giddens sebagai proses strukturasi.
Konsep dasar pemikiran Anthony Giddens Giddens mengatakan bahwa Obyek utama dari ilmu sosial bukanlah peran sosial (social role) seperti dalam Fungsionalisme Talcot Parsons, bukan kode tersembunyi (hidden code) seperti dalam Strukturalisme Claude Levi Strauss, bukan juga dari keunikan situasional seperti dalam Interaksionisme Simbolis Erving Goffman. Bukan keseluruhan, bukan bagian, bukan struktur bukan pula pelaku perorangan, melainkan titik temu antara keduanya. Oleh karena itulah teori strukturasi merupakan “jalan tengah” untuk mengakomodasi dominasi struktur atau kekuatan sosial dengan pelaku tindakan (agen).
Teori Strukturasi Teori strukturasi dipelopori oleh Anthony Giddens, seorang sosiolog Inggris yang mengembangkan apa yang disebutnya sebagai sosiologi sehari-hari. Sosiologi didasarkan pada pemahamanya atas strukturasi dalam sistem sosial. Teori strukturasi merupakan teori yang menepis dualisme (pertentangan) dan mencoba mencari likage/pertautan setelah terjadi pertentangan tajam antara struktur fungsional dengan konstruksionisme-fenomenologis. Giddens tidak puas dengan teori pandangan yang dikemukakan oleh struktural-fungsional, yang menurutnya terjebak pada pandangan naturalistik. Pandangan neturalistik mereduksi aktor dalam stuktur, kemudian sejarah dipandang secara mekanis, dan bukan suatu produk kontengensi dari aktivitas agen. Tetapi Giddens juga tidak sependapat dengan konstruksionisme- fenomenologis, yang baginya disebut sebagai berakhir pada imperialisme subjek. Oleh karenanya ia ingin mengakhiri klaim-klaim keduanya dengan cara mempertemukan kedua aliran tersebut.
Teori Strukturasi Giddens menyelesaikan perdebatan antara dua teori yang menyatakan atau berpegang bahwa tindakan manusia disebabkan oleh dorongan ‘eksternal’ dengan mereka yang menganjurkan tentang tujuan dari tindakan manusia. Menurut Giddens,[2] struktur bukan bersifat eksternal bagi individu-individu melainkan dalam pengertian tertentu lebih bersifat ‘internal’. Struktur tidak bisa disamakan dengan kekangan (constraint) namun selalu mengekang (constraining) dan membebaskan (enabling). Hal ini tidak mencegah sifat-sifat struktur sistem sosial untuk melebar masuk kedalam ruang dan waktu diluar kendali aktor-aktor individu, dan tidak ada kompromi terhadap kemungkinan bahwa teori-teori sistem sosial para aktor yang dibantu ditetapkan kembali dalam aktivitas- ativitasnya yang bisa merealisasikan sistem-sistem itu. Manusia melakukan tindakan secara sengaja untuk menyelesaikan tujuan-tujuan kita, pada saat yang sama, tindakan manusia memiliki “unintended consequences” (konsekuensi yang tidak disengaja) dari penetapan struktur yang berdampak pada tindakan manusia selanjutnya.
Modernitas dan Konsekuensi-konsekuensinya Hal menarik lain yang patut kita analisis dari pandangan Anthony Giddens adalah pandangannya mengenai modernisasi. Ia beranggapan, modernisasi dapat dimaknai dalam dua perspektif[3]: sebagai mesin perusak dari nilai dan tradisi lokal, namun juga bisa menjadi sebuah peluang untuk menuju tatanan masyarakat yang madani. Giddens melukiskan kontradiksi antara globalisasi dalam dua perspektif tersebut pada teorinya mengenai tipologi masyarakat tradisional dan post-tradisional.
The Third Way; Solusi Giddens Salah satu teoretisasinya yang menggemparkan dunia intelektual maupun kalangan politisi adalah bukunya The Third Way, yang terbit tahun 1998. Buku ini terkenal dengan ungkapan Giddens yang mengatakan bahwa sosialisme itu sudah mati. Giddens lalu dituduh sebagai pengikut golongan “kanan.” Akan tetapi dalam buku itu juga Giddens mengecewakan kelompok “kanan” karena ia mengatakan bahwa neoliberal atau New Right tak mungkin melanjutkan programnya. Maka, oleh sejumlah orang buku The Third Way sering ditafsirkan sebagai jalan keluar dari konflik antara sosialisme (yang menonjolkan negara) dan kapitalisme (yang mengagungkan peran pasar). The Third Way memang berusaha untuk keluar dari kebuntuan pemikiran “kiri” maupun “kanan”.