Hukum Acara MK terhadap Kewajiban MK memutus dugaan Pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden Wasis Susetio.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK
Advertisements

HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
MK DAN KEWENANGAN PEMBUBARAN PARTAI POLITIK
PERBANDINGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DI BEBERAPA NEGARA
I Dewa Gede Palguna Pendidikan dan Pelatihan HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI Jakarta, 20 Juni 2011.
LEMBAGA NEGARA MENURUT UUD NRI TAHUN 1945 UUD 1945 KY DPR DPD MPR BPK
Menyemai Kesadaran Konstitusional dalam Kehidupan Bernegara
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004
Wewenang, Kewajiban, dan Hak
PRAKTEK HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
PRINSIP-PRINSIP SISTEM PRESIDENSIIL Sistem Presidensiil (ala Indonesia)
MATERI PERKULIAHAN HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS HUKUM UI
LEMBAGA NEGARA DARI SISI FUNGSINYA
Impeachment atau Pemakzulan
Muchamad Ali Safa’at.  Removal form the office (pemakzulan): termination of a public officer within his/her term, or before the end of the term period.
KEKUASAAN KEHAKIMAN pada UU NO
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK
Pengisian Jabatan Presiden dengan Pemilihan
Pengisian Jabatan Presiden (Perwakilan dan Pergantian)
Hukum acara MEMUTUS PENDAPAT DPR DALAM PROSES PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM MASA JABATANNYA OLEH Jazim Hamidi.
QOU VADIS PEMAKZULAN KEPALA DAERAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004
Hukum Acara MK Oleh : Syamsul Bachrie.
DPR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 1 BAB VII Fungsi, Wewenang, dan Hak
HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
Lembaga Kepresidenan di Indonesia
HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK
Bidang Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI Depok, 22 Maret 2016
SUSUNAN PEMERINTAHAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL
HUKUM ACARA PHPU (berdasarkan UU MK dan Peraturan MK)
HUKUM ACARA PERADILAN KONSTITUSI
PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN KEKUASAAN KEHAKIMAN
PERATURAN DAERAH Muchamad Ali Safa’at.
Presiden dan DPR.
SISTEM PEMERINTAHAN DI BEBERAPA NEGARA
Pengaturan impeachment di berbagai negara
Isi ( Batang Tubuh ) UUU 1945 Apakah Batang Tubuh UUD 1945 itu ?
SISTEM PEMERINTAHAN Sistem pemerintahan merupakan gabungan dari
KEKUASAAN KEHAKIMAN Pengantar ilmu hukum.
LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT
HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA
UUD 1945 DPR DPD MPR PRESIDEN/WAPRES MK MA BPK MENEG KEJAKSAAN KY DUTA
Sistem Pemerintahan Indonesia
BAB 2 Menyemai Kesadaran Berkonstitusional dalam Kehidupan Bernegara
HUKUM ACARA SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA
Hukum Administrasi Negara
( DEWAN PERWAKILAN RAKYAT )
Mhd. Yusrizal Adi Syaputra, SH.MH
HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
Oleh: Yesi Marince, S.IP., M.Si Sesi 4
Peraturan Perundang-Undangan (UUD 1945)
PRAPERADILAN DAN BANTUAN HUKUM
"LEMBAGA NEGARA" Ericson Chandra.
Mahkamah Konstitusi. Rifqi Ridlo Phahlevy.
Pergeseran Kedudukan Eksekutif Di Indonesia.
HUKUM ACARA PERADILAN KONSTITUSI
Kedudukan Legislatif Di Indonesia
LEMBAGA NEGARA PASCA AMANDEMEN UUD 1945
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas XII AP 1 Semester ganjil BAB 2 Bagian “c” Penyelenggaraan Kekuasaaan Kehakiman dalam Undang-Undang Dasar.
Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Jakarta, 06 April 2011.
LEMBAGA NEGARA PASCA AMANDEMEN UUD 1945
TUGAS DAN KEWENANGAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
PENGAWASAN PEMERINTAHAN DAERAH
HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI. ASAS DAN SUMBER HUKUM ACARA MK Pembahasan: Asas-Asas Hukum Acara MK Sumber Hukum Acara MK.
DISUSUN OLEH : KELOMPOK : 1 1. SARA STEFANY TAMUBOLON ARIFAH ZUHRO ANDIK GUNAWAN 4. ADLI 5. ALFRINDO SINAGA.
MAHKAMAH AGUNG (MA) MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) KOMISI YUDISIAL (KY)
LEMBAGA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT & DEWAN PERTIMBANGAN DAERAH
PROSEDUR TINDAKAN KEPOLISIAN TERHADAP PEJABAT NEGARA
LEMBAGA MPR, PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Transcript presentasi:

Hukum Acara MK terhadap Kewajiban MK memutus dugaan Pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden Wasis Susetio

Konstruksi Hukum Democratisch Rechstaat Ciri negara hukum Julius Stahl (Pasal 1 ayt 2) UUD NRI 1945 Kedaulatan Rakyat (Pasal 1 ayat 3) UUD NRI 1945 Negara Hukum (Pasal 1 ayat 2) UUD NRI 1945 UUD (Psl 1 ayat (1) dan Psl 4 ayat 1) UUD NRI 1945 Sistem Pemerintahan Republik Democratisch Rechstaat Ciri negara hukum Julius Stahl Pembagian kekuasaan dan sistem C& B Sistem presidensil

lanjutan Presiden sebagai kepala pemerintahan Menjalankan perintah UUD dan UU Diawasi dalam mekanisme check and balances

Ciri Pemerintahan Presidensial dan Gagasan Impeachment adanya masa jabatan Presiden yang bersifat tetap (fixed term); (2) Presiden selain sebagai kepala negara juga kepala pemerintahan; (3) adanya mekanisme saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances); dan (4) adanya mekanisme impeachment. (PAH 1 BP MPR)

Pengawasan Terhadap Perbuatan Presiden Perbuatan berdasarkan Hukum (Recht matigheid) Berdasarkan Undang-Undang ( wet matigheid) Berdasarkan Jabatan/tugas (Doel matigheid)

Istilah “Impeachment” Bahasa Arab “ Makzul “ artinya : diturunkan dari jabatan (removal from office) Kamus Bahasa Indonesia : makzul adalah meletakkan jabatan; turun tahta raja Black's Law Dictionary mendefinisikan impeachment sebagai “A criminal proceeding against a public officer, before a quasi political court, instituted by a written accusation called ‘articles of impeachment” Encyclopedia Britanica : “a criminal proceeding instituted against a public official by a legislative body”. Pemakzulan : adalah sebuah proses di mana sebuah badan legislatif secara resmi menjatuhkan dakwaan terhadap seorang pejabat tinggi negara Jimly Asshidiqie : Sesungguhnya arti impeachment sendiri merupakan tuduhan atau dakwaan sehingga impeachment lebih menitikberatkan pada prosesnya dan tidak mesti berakhir dengan berhenti atau turunnya Presiden atau pejabat tinggi negara lain dari jabatannya

Sejarah Impeachment Di Inggris, impeachment pertama kali digunakan pada bulan November 1330 di masa pemerintahan Edward III terhadap Roger Mortimer, Baron of Wigmore yang kedelapan, dan Earl of March yang pertama.House of Common sbg Penyidik dan Penuntut, House of Lord yang mengadili Ketika zaman penjajahan Inggris di Amerika Serikat, impeachment mulai digunakan pada abad ke-17. Akan tetapi, dalam perkembangannya impeachment lebih dikenal di Amerika Serikat daripada di Inggris. Di Amerika Serikat, impeachment diatur dalam UUD yang menyatakan, The House of Representatives (DPR) memiliki kekuasaan untuk melakukan impeachment, sedangkan Senat mempunyai kekuasaan untuk mengadili semua tuntutan impeachment.

Sejatinya impeachment merupakan instrumen untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dari pemegangnya. Ketika konstitusi dirancang pada tahun 1787, di Philadelphia, Pennsylvania, para bapak bangsa Amerika Serikat sudah melihat adanya kecenderungan para pemimpin menjadi korup ketika berkuasa. Selain korup, para pemimpin itu juga berusaha untuk terus berkuasa selama mungkin. Oleh karena itu, mereka menciptakan sebuah konstitusi yang didasarkan pada fondasi checks and balances yang dapat meminimalisasi penyalahgunaan kekuasaan. Impeachment didesain sebagai instrumen untuk “menegur” perbuatan menyimpang, penyalahgunaan dan pelanggaran terhadap kepercayaan publik dari orang yang mempunyai jabatan publik.

Perbandingan dengan Luar Negeri Di Amerika Serikat, pengaturan impeachment terdapat dalam Article 2 Section 4 yang menyatakan, “The President, Vice President, and all civil officers of the United States, shall be removed from office on impeachment for and conviction of treason, bribery, or other high crimes and misdemeanors”. Impeachment tidah hanya berlaku untuk Presiden, tetapi juga Wakil Presiden, dan seluruh pejabat sipil seperti tertera pada UUD AS, Pasal 2 ayat (4) Sepanjang sejarah impeachment di AS, terdapat 16 kasus impeachment yang diadili di Senat. Seperti Senator William Blount (1797), Supreme Court Justice Samuel Chase (1804), bahkan juga seorang hakim pengadilan distrik, sebagaimana yang diberlakukan kepada John Pickering (1804), James H. Peck (1830) dan sebagainya.22 Namun di atas, telah diuraikan kasus-kasus impeachment yang menimpa seorang presiden saja.

Lanjutan Di Korea Selatan : lembaga negara yang terlibat adalah Majelis Nasional dan Mahkamah Konstitusi Korea selatan. Mahkamah Konstitusi mempunyai yuridiksi atas Impeachment proceedings.17 Mahkamah ini memiliki otoritas final atas impeachment dengan tanpa hak untuk banding. Mahkamah Konstitusi akan memproses impeachment setelah setelah para anggota parlemen menyetujui dengan suara mutlak atau suara mayoritas sedikitnya 2/3 dari anggota parlemen untuk mendakwanya Berbeda dengan Indonesia, posisi Mahkamah Konstitusi tidak berada ditengah, tetapi berada posisi di akhir proses impeachment, sehingga kedudukan dan fungsi Mahkamah Konstitusi menguji apakah keputusan politik untuk memakzulkan Presiden dan/atau Wakil Presiden sudah tepat atau tidak secara yuridis. Untuk pertama kalinya di Korea Selatan perkara impeachment terjadi pada Tahun 2004, yang melibatkan Presiden Roh Moo-Hyun.

Pemberhentian Presiden Dalam praktek impeachment yang pernah dilakukan di berbagai negara, hanya ada beberapa proses impeachment yang berakhir dengan berhentinya seorang pimpinan negara. Salah satunya adalah Presiden Lithuania, Rolandas Paskas, dimana proses impeachment itu berakhir pada berhentinya Paskas pada tanggal 6 April 2004

Sejarah Di Indonesia Sebelum amandemen - MPR (presiden mandataris MPR) Setelah Amandemen - due process of Law (DPR , Hak Menyampaikan pendapat , psl 77 UU MD3, MK, MPR paragraf 3 UU MD3) Soekarno dan Abdurahman Wahid

Obyek, Alasan dan Lembaga negara terkait Objek Impeachment Di Indonesia : Presiden dan wakil Presiden Di Korea Selatan, selain Presiden, objek impeachment juga dapat ditujukan kepada pejabat negara lainnya seperti Presiden, Perdana Menteri, anggota Dewan Negara, Kepala Eksekutif Departemen, Hakim Mahkamah Konstitusi, Hakim, anggota Komite Manajemen Pemilihan Pusat, anggota Dewan Audit dan Inspeksi, dan lainnya pejabat publik yang ditunjuk oleh hukum. UU tentang Mahakamah Konstitusi Korea Selatan Pasal 48 menyebutkan: If a publik official who falls under any of the following violates the Constitution or laws in the course of execution of his or her services, the National Assembly may pass a resolution on the institution of impeachment as prescribed in the Constitution and the National Assembly Act Begitu pula halnya dengan Amerika Serikat, objek impeachment bukan hanya ditujukan kepada Presiden sebagaimana halnya di Indonesia, melainkan juga terhadap pejabat publik lainnya seperti yang berlaku di Korea Selatan. Objek impeachment di Amerika Serikat diantaranya dapat dilakukan kepada Wakil Presiden maupun kepada seluruh pejabat sipil lainnya seperti Menteri (secretary), Gubernur dan sebagainya.

2. Alasan-alasan impeachment Dari ketentuan Pasal 7A Undang-Undang Dasar 1945 maka ada dua hal yang dijadikan alasan Dewan Perwakilan Rakyat untuk melakukan impeachment yaitu: Melakukan pelanggaran hukum berupa: a. Penghianatan terhadap Negara b. Korupsi c. Penyuapan d. Tindak pidana berat lainnya, atau e. Perbuatan Tercela, 2) Terbukti tidak memenuhi syarat sebagai Presiden

3. Lembaga Negara yang Terlibat dan Proses Impeachment-nya Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Konstitusi dan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Proses yang berlaku di Indonesia adalah diawali atas pendapat DPR yang disampaikan kepada Mahkamah Konstitusi atas dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan alasan-alasan yuridis sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Mahkamah Konstitusi kemudian memeriksa dan memutus apakah pendapat DPR tersebut benar dalam waktu paling lama 90 hari. Kemudian setelah memutuskan, maka Mahkamah Konstitusi menyampaikan putusan itu kepada DPR. Apabila Mahkamah membenarkan pendapat DPR, maka DPR meneruskannya kepada MPR untuk diadakannya sidang istimewa pemberhentian Presiden dan/atau Wakil/Presiden dalam waktu paling lama 30 hari setelah menerima usul dari DPR tersebut.Dengan demikian, maka dapat diketahui bahwa DPR memiliki kedudukan sebagai lembaga penuntut, Mahkamah Konstitusi adalah lembaga penengah (pemutus secara yuridis pendapat DPR) dan MPR adalah lembaga pemutus akhir (secara politik).

Makna Pasal 7A Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi memberikan penjelasan jenis-jenis pelanggaran hukum tersebut yaitu: a. Penghianatan terhadap Negara adalah tindak pidana terhadap keamanan Negara sebagaimana diatur dalam undang-undang b. Korupsi dan penyuapan adalah adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana yang diatur dalam undang- undang c. Tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana 5 (lima) tahun atau lebih. d. Perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan/atau wakil presiden e. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau wakil Presiden adalah syarat sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 6 Undang- Undang Dasar 1945.

lanjutan Mengenai alasan pendakwaan (impeachment) di tiap negara menentukan berbeda-beda, yakni terdapat negara yang menerapkan hanya pelanggaran hukum yang bersifat pelanggaran pidana atau pelanggaran yang lebih bersifat tata negara yang menjadi dasar pendakwaan. Untuk pelanggaran pidana misalkan diatur dalam Konstitusi Amerika Serikat dengan alasan-alasan: treason, bribary or other high crimes and misdemeanor (Pasal 2 ayat (4)) dan Konstitusi Perancis dengan: only the case of high treason (Pasal 68). Sedang Konstitusi Jerman mengaitkan tidak hanya pelanggaran pidana dan tata negara, tetapi juga pelanggaran-pelanggaran hukum lainnya yaitu: “The Bundestag or the Bundesrat may impeach the Federal President before the Federal Constitutional Court for wilful violation of this Basic Law or any other federal statute”. Presiden dapat di-impeach, baik karena didakwa melanggar UUD ataupun UU Federal lainnya.

Dasar Hukum “Impeachment” UUD 1945 (Pasal 7A dan 7 B) UU No. 24/2003 MK, UU No. 27/2009 MD3 PMK No. 21/2009

Jika Presiden diduga melakukan Pelanggaran Hukum Pasal 7 A UUD 1945 Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)

Hukum Acara dalam UUD NRI 1945 Pasal 7 B (1) Presiden dan/atau Wakil Presiden dapa diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)

lanjutan (2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. ***) (3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)

(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadiladilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi. ***) (5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.***)

(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut. ***) (7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang- kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat. ***)

Acara PMK Nomor 21 / 2009 Permohonan (DPR), ditandatangani pimpinan DPR – 5 orang Tahapan sidang Pembuktian Apabila Presiden atau wakil Presiden mengundurkan diri - permohonan gugur Amar putusan

Hal-hal yang perlu dicermati 1. Apakah proses impeachment tunduk pada prinsip-prinsip dan asas-asas yang terdapat di dalam hukum pidana dan hukum acara pidana, atau perlukah disusun satu hukum acara tersendiri? 2. Apakah diperlukan semacam special prosecutor yang dibentuk secara khusus untuk melakukan penuntutan terhadap Presiden di depan sidang yang digelar oleh MK? 3. Bagaimanakah tata cara DPR mengumpulkan bukti-bukti, sehingga bisa sampai pada suatu kesimpulan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lain, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden? 4. Apakah yang dimaksud dengan kata “pendapat” yang terdapat di dalam Pasal 7A dan 7B tersebut berupa “pendapat politik” yang berarti secara luas bisa dilatarbelakangi persoalan suka atau tidak suka (like and dislike) kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden ataukah “pendapat hukum” yang berarti harus terukur dan terbingkai oleh norma-norma yuridis?

lanjutan 5. Apabila MK memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak lagi memenuhi syarat dan DPR telah menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR dan MPR pun menerima usulan tersebut, maka bisakah di kemudian hari, setelah tidak menjabat lagi, Presiden dan/atau Wakil Presiden diadili (lagi) di peradilan umum dan tidak melanggar asas ne bis in idem dalam hukum pidana? 6. Apakah proses peradilan yang bersifat khusus bagi Presiden dan/atau Wakil Presiden ini tidak bertentangan dengan asas persamaan di depan hukum (equality before the law)? 7. Mengingat putusan MK yang memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak lagi memenuhi syarat tidak mengikat MPR, apakah ini bisa diartikan bertentangan dengan prinsip supremasi hukum (supremacy of law) yang dikenal dalam hukum tata negara?