Lembaga-lembaga Ekonomi Islam di Indonesia WIRDYANINGSIH
LEMBAGA-LEMBAGA EKONOMI ISLAM DI INDONESIA Bank Asuransi Pasar Modal Zakat Wakaf Lembaga gadai Koperasi Perusahaan Pembiayaan Dewan Syariah Nasional Dewan Pengawas Syariah
OTORITAS JASA KEUANGAN UU 21 tahun 2011 ttg Otoritas Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan di sektor jasa keuangan OJK melakukan tugas pengaturan dan pengawasan secara terpadu, independen, dan akuntabel terhadap: Kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan Kegiatan jasa keuangan di bidang Pasar Modal Kegiatan jasa keuangan di bidang Industri Keuangan Non-Bank
Kegiatan Jasa Ruang Lingkup OJK Perbankan Segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam UU mengenai perbankan Pasar Modal (UU Pasar Modal) Kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Industri Keuangan Non-Bank Kegiatan jasa keuangan yang disediakan oleh lembaga keuangan selain bank yang mencakup Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, Lembaga Penjaminan, Pergadaian, Perusahaan Perasuransian, dan lembaga yang menyelenggarakan program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan yang bersifat wajib, serta industri keuangan non bank lainnya
I. BANK
PERKEMBANGAN JUMLAH PERBANKAN SYARIAH
PERBANKAN SYARIAH BANK SYARIAH BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH BANK UMUM SYARIAH BANK UMUM KONVENSIONAL UNIT USAHA SYARIAH PERBANKAN SYARIAH SISTEM KONVENSIONAL
PENDIRIAN BANK SYARIAH UU No 21/ 2008 ttg Perbankan Syariah PBI Nomor 11/15/PBI/2009 - Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah, PBI 11/10/PBI/2009 ttg Unit Usaha Syariah Bank hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha setelah memperoleh izin BI Bentuk badan hukum Bank Islam adalah PERSEROAN TERBATAS Pemberian izin dilakukan dalam 2 tahap: Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian Bank Izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha Bank setelah tahap persetujuan prinsip selesai dilakukan
1. PERSETUJUAN PRINSIP * BI melakukan: DITOLAK Penelitian dokumen PERMOHONAN BI Dokumen pendukung (SE 11/9/Dpbs) Setoran modal paling kurang 30% dari modal disetor minimum * BI melakukan: Penelitian dokumen Analisis Fit and proper test * Presentasi oleh pihak yang mengajukan permohonan DITOLAK * Berlaku 1 tahun sejak tanggal persetujuan prinsip diterbitkan * Dilarang melakukan kegiatan usaha sebelum mendapat izin usaha * Mengajukan permohonan izin usaha DISETU-JUI
2. IZIN USAHA * BI melakukan: DITOLAK Penelitian dokumen PERMOHONAN BI Dokumen pendukung (SE 11/9/Dpbs) Pelunasan minimum modal disetor * BI melakukan: Penelitian dokumen Fit and proper test apabila terjadi penggantian pihak-pihak DITOLAK *Bank wajib melakukan kegiatan usaha paling lambat 60 hari sejak tanggal terbit izin usaha *Presiden Direktur Bank wajib lapor pelaksanaan kegiatan usaha paling lambat 10 hari *Wajib mencantumkan kata SYARIAH pada nama Bank DI SETUJUI
MODAL BUS BPRS Modal disetor paling kurang Rp1 triliun Modal disetor paling kurang Rp2 miliar untuk di wilayah Jabodetabek Modal disetor paling kurang Rp1 miliar untuk wilayah ibukota propinsi di luar wilayah Jabodetabek Modal disetor paling kurang Rp500 juta untuk di luar dua wilayah di atas
KONVERSI PERBANKAN BUS tidak dapat dikonversi menjadi BUK BPRS tidak dapat dikonversi menjadi BPR BUK dapat dikonversi menjadi BUS BPR dapat dikonversi menjadi BPRS Konversi yang dilakukan BUK menjadi BUS dan BPR menjadi BPRS harus mendapat izin perubahan kegiatan usaha oleh BI
PEMBENTUKAN UNIT USAHA SYARIAH Pembentukan UUS dilakukan dengan mendapat izin usaha dari BI Modal kerja paling kurang sebesar Rp100 miliar
PEMISAHAN UUS DARI BUK BUK yang memiliki UUS wajib memisahkan UUS menjadi BUS apabila: Nilai aset UUS telah mencapai 50% (lima puluh persen) dari total nilai aset BUK induknya; atau Paling lambat 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pemisahan dapat dilakukan dengan Mendirikan BUS baru dapat dilakukan oleh 1 atau lebih BUK yang memiliki UUS Mengalihkan hak dan kewajiban UUS kepada BUS yang telah ada hanya dapat dilakukan dengan BUS yang memiliki hubungan kepemilikan dengan BUK yang memiliki UUS
HUBUNGAN KELEMBAGAAN PERBANKAN SYARIAH MAJELIS ULAMA INDONESIA BANK INDONESIA DIREKTORAT BANK SYARIAH KOMITE PERBANKAN SYARIAH DEWAN SYARIAH NASIONAL PERBANKAN SYARIAH RUPS DEWAN KOMISARIS DIREKSI DEWAN PENGAWAS SYARIAH
II. ASURANSI
Kajian terhadap Asuransi Pemahaman terhadap asuransi konvensional adalah haram, yang terkandung dalam unsur gharar, maisir, dan riba Unsur gharar terdapat pada bentuk akad (perikatan) yang melandasi penutupan polis. Akad yang terdapat pada asuransi konvensional dikategorikan sebagai aqd tabaduli atau akad pertukaran yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Unsur gharar ini juga terdapat pada sumber dana pembayaran klaim pada asuransi konvensional adalah tidak jelas asalnya. Unsur maisir terjadi apabila peserta asuransi (pemegang polis) membatalkan kontraknya pada masa reversing period, ia tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja (biasanya kurang dari 5%). Unsur riba terkandung dalam melakukan usaha dan investasi yang menggunakan sistem bunga, terutama oleh bank-bank konvensional dan funds manager companies.
Perkembangan Asuransi Syariah Tahun 1994 didirikan PT Syarikat Takaful Indonesia yang terdiri dari dua anak perusahaan: PT Asuransi Takaful Keluarga asuransi jiwa PT Asuransi Takaful Umum asuransi kerugian Perusahaan asuransi syariah berkembang menjadi: Asuransi Jiwa Syariah Asuransi Kerugian Syariah Unit Syariah Asuransi Jiwa Syariah Unit Syariah Asuransi Kerugian Syariah Re-Asuransi Syariah
Perizinan Usaha Asuransi Syariah Pasal 3, 4, 32 dan 33 KMK No. 426/KMK Usaha asuransi atau usaha reasuransi dengan prinsip syariah dapat dilakukan dengan cara: Pendirian baru perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah; Konversi dari perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi konvensional menjadi perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah; Pendirian kantor cabang baru dengan prinsip syariah oleh perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi konvensional; Konversi dari kantor cabang perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi konvensional menjadi kantor cabang perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.
Perizinan Usaha Asuransi Syariah (cont’d) Persyaratan permohonan izin usaha asuransi syariah dan izin pembukaan kantor cabang dengan prinsip syariah dari perusahaan asuransi konvensional, persyaratan umum (termasuk tenaga ahli asuransi syariah dan modal kerja kantor cabang dengan prinsip syariah); memiliki Dewan Pengawas Syariah perusahaan; pengesahan DPS perusahaan atas sumber modal kerja, sistem akuntansi, produk asuransi yang akan dipasarkan dll.
Persyaratan Permodalan Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Departemen Keuangan Persyaratan Permodalan JENIS PERUSAHAAN MODAL DISETOR MINIMUM Perusahaan Asuransi Rp100 miliar Perusahaan Reasuransi Rp200 miliar Perusahaan Pialang Asuransi/Reasuransi Rp1 miliar Perusahaan Asuransi berdasarkan prinsip syariah Rp50 miliar Perusahaan Reasuransi berdasarkan prinsip syariah UNIT SYARIAH dari MODAL KERJA MINIMUM Rp25 miliar
Persyaratan Permodalan (PP No.39 Tahun 2008) JENIS PERUSAHAAN MODAL DISETOR MINIMUM Perusahaan Asuransi Rp100 miliar Perusahaan Reasuransi Rp200 miliar Perusahaan Pialang Asuransi/Reasuransi Rp1 miliar Perusahaan Asuransi berdasarkan prinsip syariah Rp50 miliar Perusahaan Reasuransi berdasarkan prinsip syariah UNIT SYARIAH dari MODAL KERJA MINIMUM Rp25 miliar
PELAKU USAHA ASURANSI & USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH *) Data per 9 Maret 2011
INDIKATOR KEUANGAN USAHA ASURANSI & REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH *) Data Unaudited
PERKEMBANGAN USAHA ASURANSI & USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH
PERKEMBANGAN USAHA ASURANSI & USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH
III. PASAR MODAL
Pasar Modal Syariah di Indonesia Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek Awal pelaksanaan pasar modal syariah di Indonesia adalah Penerbitan pertama kali reksa dana syariah yaitu reksa dana Danareksa Syariah pada tanggal 25 Juni 1997 Penerbitan obligasi syariah pada akhir 2002, Diadakan Jakarta Islamic Index (JII) pada tanggal 3 Juli 2002 oleh PT Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Jakarta Islamic Index (JII) Tujuan pembentukan Jakarta Islamic Index (JII) adalah “untuk meningkatkan kepercayaan investor untuk melakukan investasi pada saham berbasis syariah dan memberikan manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syariah Islam untuk melakukan investasi di Bursa”. Saham-saham yang tercatat pada Jakarta Islamic Index (JII) merupakan benchmark bagi saham-saham yang berisikan saham-saham likuid dan memenuhi prinsip syariah.
OJK Emiten Manajer Investasi Investor Efek Syariah Bapepam-LK
Faktor-faktor Pengaruh Perkembangan Pasar Modal Syariah Menurut hasil penelitian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) antara lain adalah: Perkembangan macam instrumen pasar modal sesuai dengan syariah yang dikuatkan dengan fatwa DSN-MUI. Perkembangan transaksi sesuai syariah atas instrumen pasar modal syariah. Perkembangan kelembagaan yang memantau macam dan transaksi pasar modal syariah.
Kriteria Emiten Syariah Jenis usaha, produk barang, jasa yg diberikan dan akad serta cara pengelolaan perusahaan Emiten yang menerbitkan Efek Syariah tdk boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Jenis Usaha Yg Bertentangan adalah – Perjudian, permainan yg tergolong judi atau perdagangan yang dilarang – Lembaga keuangan konvensional – Produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman yg haram. – Produsen, distributor, dan atau penyedia barang atau jasa yg merusak moral dan bersifat mudarat – Melakukan investasi pada Emiten yg pd saat transaksi tingkat hutang perusahaan kpd lembaga keuangan ribawi lebih dominan dr modalnya.
Lanjutan Emiten yang menerbitkan Efek Syariah wajib menandatangani dan memenuhi akad yg sesuai dg syariah Emiten yang menerbitkan Efek Syariah wajib menjamin kegiatan usahanya memenuhi prinsip Syariah Apabila suatu saat Emiten tidak bisa memenuhi persyaratan-2 tersebut, maka otomatis Efek yang diterbitkan bukan sebagai Efek Syariah
Efek Syariah Efek Syariah adalah Efek sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya yang akad, cara,dan kegiatan usaha yang menjadi landasan penerbitannya tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal
Kriteria Efek Syariah Tidak melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah; Memenuhi rasio-rasio keuangan sebagai berikut: – Total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total ekuitas tidak lebih dari 82% (delapan puluh dua per seratus); – Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10% (sepuluh per seratus)
Kegiatan Usaha Yg Tidak Sesuai Prinsip Syariah (Keputusan Ketua Bapepam LK No : Kep-181/BL/2009 Tanggal : 30 Juni 2009) Perjudian dan permainan yang tergolong judi; Perdagangan yang dilarang menurut syariah, antara lain: – perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa; dan – perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu; Jasa keuangan ribawi, antara lain: – bank berbasis bunga; dan – perusahaan pembiayaan berbasis bunga; Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi (maisir), antara lain asuransi konvensional; Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan antara lain: – barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi); – barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/atau – barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat. Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah)
JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) Tujuan pembentukan JII: meningkatkan kepercayaan investor utk melakukan investasi pd saham berbasis syariah dan memberikan manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syariah Islam untuk melakukan investasi di Bursa. Saham-saham yang tercatat pada JII mrpkn benchmark bagi saham-saham yg berisikan saham-saham likuid dan memenuhi prinsip syariah
IV. ZAKAT
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ZAKAT DI INDONESIA MASA SEBELUM PENJAJAHAN Islam masuk ke Indonesia, mengajarkan rukun Islam, di antaranya ZAKAT
MASA PENJAJAHAN BELANDA Cont’d MASA PENJAJAHAN BELANDA Zakat menjadi sumber dana penting untuk sabilillah (berperang melawan Penjajah) Bijblad No. 1892 tgl 4 Agustus 1893 mencegah terjadinya penyelewengan uang zakat oleh para penghulu dan naib bekerja untuk melaksanakan administrasi kekuasaan Pemerintah Belanda tetapi tidak diberi gaji atau tunjangan hidup Bijblad No. 6200 tgl 28 Februari 1905 (berdasar pada RR 1854/IS 1925 dan diubah pada tahun 1929 mengenai kekuasaan Negara) melarang semua pegawai pemerintah dan priyayi pribumi ikut membantu pelaksanaan zakat, dengan tujuan melemahkan kekuatan rakyat yang bersumber dari Zakat
MASA INDONESIA MERDEKA Cont’d MASA INDONESIA MERDEKA UUD 1945 Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (lihat tafsiran Hazairin atas Pasal 29 ayat (1)) RIS UUD 1945 tetap hidup jiwanya dalam masyarakat, menginginkan agar zakat diatur dalam peraturan perundang-undangan (M. Jusuf Wibisono, MenKeu RI pada tahun 1950)
Peraturan Perundang-undangan mengenai Zakat 1967 Disusun RUU Zakat oleh Menteri Agama (diharapkan dapat bekerja sama dengan Menteri Sosial dan Menteri Keuangan) MenKeu berpendapat, peraturan zakat cukup diatur dalam Peraturan Menteri Agama 1968 - 1999 PMA No. 4 dan % Tahun 1968 tentang pembentukan Badan Amil Zakat dan Baitul Mal di tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten/kotamadya Masing-masing propinsi membentuk BAZ yang bersifat semi pemerintah, seperti BAZIS Aceh, SumBar, SumSel, Lampung, JaBar, KalSel, KalTim, SulUt, NTB, dll 1999 - 2013 UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat Pembentukan BAZNAS berdasar Keppres No. 8 Tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat Nasiional KHES Buku III tentang Zakat dan Hibah UU No. 23 Tahun 2011 tetang Pengelolaan Zakat
Pola Kelembagaan Zakat 1968 - 1999 Lembaga zakat hanya mengumpulkan zakat fitrah (contoh, Jawa Barat). Lembaga zakat berfokus pada pengumpulan zakat mal, termasuk pula infaq dan sadaqah (contoh, DKI Jakarta). Lembaga zakat mengumpulkan zakat fitrah dan zakat mal
Presiden BAZ LAZ BAZNAS Kelembagaan Zakat 1999 - 2011 Dibentuk pemerintah LAZ Dibentuk masyarakat BAZNAS
Kelembagaan Zakat 2011 Presiden UPZ LAZ Menteri Agama BAZNAS
Badan Amil Zakat Nasional BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri
Tugas dan Fungsi BAZNAS Tugas BAZNAS Mengelola zakat secara nasional Fungsi BAZNAS Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
Cont’d Untuk melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota dibentuk BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota Pola kelembagaan zakat adalah meliputi pengumpulan seluruh zakat, termasuk bentuk sedekah lainnya
Unit Pengelola Zakat UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat UPZ dibentuk oleh BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya UPZ dapat dibentuk pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya
Lembaga Amil Zakat LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
Syarat LAZ Izin hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit: Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial; Berbentuk lembaga berbadan hukum; Mendapat rekomendasi dari BAZNAS; Memiliki pengawas syariat; Memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya; Bersifat nirlaba; Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
Putusan MK ttg JR UU Pengelolaan Zakat Mengabulkan sebagian permohonan para pemohon terkait pasal 18, pasal 38 dan pasal 41 UU Pengelolaan zakat. Pasal 18: persyaratan perizinan dan pendirian, Pasal 38: pengelolaan zakat tanpa izin ditindak pidana kriminalisasi, Pasal 41: amil zakat perseorangan yang tidak memiliki izin. Persyaratan perizinan yang termaktub dalam Pasal 18 ayat 2 tidak bersifat kumulatif. Seluruh persyaratan dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) tidak harus berlatar belakang organisasi kemasyarakatan Islam. Pasal 38 dan 41 tentang tindak pidana, LAZ yang terdiri dari Amil tidak harus memiliki izin dan tidak dapat dikriminalisasi. Cukup melaporkan laporan pengelolaan zakat kepada pengawas syariah eksternal atau pemegang kewenangan di wilayah yang bersangkutan.
V. WAKAF
SEJARAH PERATURAN WAKAF DI INDONESIA HUKUM ADAT UUD 1945 PASAL 29 AYAT (2) UU NO. 5 TH 1960 TTG POKOK AGRARIA PASAL 49 AYAT (3) PP NO. 28 TH 1977 TTG PERWAKAFAN TANAH MILIK PMDN NO. 6 TH 1977 TTG TATA PENDAFTARAN TANAH MENGENAI PERWAKAFAN TANAH MILIK PMA NO. 1 TH 1978 TTG PERATURAN PELAKSANA PP NO. 28 TH 1977 PERATURAN DIRJEN BIMAS ISLAM NO. KEP/D/75/1978 TTG FORMULIR PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN-PERATURAN TTG PERWAKAFAN TANAH MILIK UU NO. 41 TH 2004 TTG WAKAF
KELEMBAGAAN WAKAF DI INDONESIA MENTERI AGAMA BADAN WAKAF INDONESIA PPAIW (KUA) NAZHIR: Perseorangan, Organisasi, Badan Hukum WAKIF: Perseorangan, Organisasi, Badan Hukum Wakaf Tanah B P N Wakaf Uang L K S Wakaf harta lainnya
WAKIF Perseorangan persyaratan: Organisasi Badan hukum dewasa; berakal sehat; tidak terhalang melakukan perbuatan hukum; dan pemilik sah harta benda wakaf. Organisasi Hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan Badan hukum Hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan
NAZHIR Perseorangan memenuhi persyaratan: warga negara Indonesia; beragama Islam; dewasa; amanah; mampu secara jasmani dan rohani; dan tidak terhalang melakukan perbuatan hukum. Organisasi memenuhi persyaratan : pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
CONT’D Badan hukum memenuhi persyaratan: pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang.undangan yang berlaku; badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
TUGAS NAZHIR rnelakukan pengadministrasian harta benda wakaf; mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya; mengawasi dan melindungi harta benda wakaf; melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia
Lembaga Keuangan Syariah Bank penerima Wakaf Uang Bank Syariah Mandiri BNI Syariah Bank Muamalat Bank DKI Syariah Bank Mega Syariah Indonesia Bank BTN Syariah Bank Bukopin Syariah Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jogja Syariah Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kalimantan Barat Syariah Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jateng Syariah Bank Pembangunan Daerah (BPD) Riau Syariah Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jatim Syariah
BADAN WAKAF INDONESIA Lembaga independen BWI berkedudukan di ibukota Negara dan dapat membentuk perwakilan di Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan Keanggotaan BWI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Keanggotaan Perwakilan BWI di daerah diangkat dan diberhentikan oleh BWI.
TUGAS DAN WEWENANG BWI melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf; melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional; memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf; memberhentikan dan mengganti Nazhir; memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf; memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
Wassalam TERIMA KASIH