Pertemuan 5 DIMENSI ETIS KEMAJUAN IPTEK

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Penalaran, Asumsi, Konteks dan Peta Berpikir
Advertisements

By: Rindha Widyaningsih
Materi ALAM PIKIRAN MANUSIA DAN PERKEMBANGANNYA Outline
TUGAS PRESENTASI MATA KULIAH 800 PPS 3 - FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
Pertemuan 1 PENGANTAR ETIKA TERAPAN
MK Filsafat dan Etika Kesejahteraan Sosial
Metodologi Penelitian
KAJIAN ILMIAH TERHADAP PANCASILA
B y : k e l o m p o k d u a b e l a s ™
PENGETAHUAN, ILMU DAN FILSAFAT
PANCASILA 8 FILSAFAT, PANCASILA, DAN FILSAFAT PANCASILA
KARANGAN ILMIAH Di perguruan tinggi, mahasiswa diharapkan tidak hanya menjadi konsumen ilmu pengetahuan, tetapi juga menjadi produsen ilmu pengetahuan.
KEBENARAN ILMIAH KWALITAS PENGETAHUAN
Metode Penelitian Hakekat Penalaran
ILMU ALAMIAH DASAR (IAD)
MK Filsafat dan Etika Kesejahteraan Sosial Arif Wibowo
METODE ILMIAH DEWI HASTUTI, S.Pt., M.P.
ILMU DAN PENELITIAN Sub Pembahasan : 1) Ilmu dan Penalaran 2) Penelitian ilmiah 3) Proposisi dan Teori Dalam Penelitian 4) Metode Penelitian …next.
Trias Mahmudiono, S.KM, MPH Departemen Gizi Kesehatan FKM - UNAIR
HAKIKAT PENDIDIKAN.
Metodologi Penelitian
ILMU KEALAMAN DASAR ( I K D )
PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU KOMUNIKASI Pertemuan 3
Pertemuan 2 MANUSIA DAN LINGKUNGAN HIDUP
Mengembangkan Pengetahuan
PENGETAHUAN Knowledge
PARADIGMA ILMU PENGETAHUAN
ALIRAN-ALIRAN & TOKOH-TOKOH FILSAFAT ILMU
ILMU FILSAFAT DISUSUN OLEH : Yunita Betharia ( )
Bab 1. PENGETAHUAN DENGAN ILMU PENGETAHUAN TELAAH FILOSOFIS
Filsafat, Ilmu dan Filsafat Ilmu
EPISTEMOLOGI (CARA MEMPEROLEH DAN MENYUSUN ILMU PENGETAHUAN )
ASPEK DAN MAZHAB FILSAFAT ILMU KOMUNIKASI Pertemuan 2
FILSAFAT ILMU SEJARAH PENGETAHUAN, METODE ILMIAH, STRUKTUR PENGETAHUAN ILMIAH.
PENGETAHUAN Pengetahuan yaitu segala sesuatu yang diketahui yang merupakan hasil dari tahu. Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang.
PERTEMUAN 4 HARLINDA SYOFYAN, S.Si., M.Pd
MENGAPA PENELITIAN ITU PERLU ???
EPISTEMOLOGI SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU
SYARAT DAN TUJUAN PENELITIAN Dwiyati Pujimulyani 2015
ALAM PIKIRAN MANUSIA DAN PERKEMBANGAANYA
ETIKA PROFESI ISLAM DALAM PANDANGAN FILSAFAT
Pertemuan 5 : “ DIMENSI ETIS KEMAJUAN IPTEK “
Metodologi dan Jenis Penelitian
BAB II RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU Pertemuan 02
Ilmu, Penelitian Ilmiah
FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN
Konsep-Konsep Dasar Pemikiran Tentang Filsafat
FILSAFAT ILMU.
PANDANGAN FILSAFAT TENTANG PENDIDIKAN
Hubungan Etika dan Ilmu
PEMIKIRAN FILSAFAT KOMUNIKASI
OLEH PENI JATI SETYOWATI, SH., MH.
MENGAPA PENELITIAN ITU PERLU ???
FILSAFAT ILMU SEBAGAI UPAYA MENEMUKAN KEBENARAN
Filsafat Pendidikan dan Pembelajaran
MATERI KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA
Pertemuan III Filsafat Ilmu Dan Logika
DASAR-DASAR FILOSOFIS PENDIDIKAN ISLAM: HAKIKAT KEBENARAN DAN PENGETAHUAN NILAI KEBAIKAN DAN KEINDAHAN Oleh: IDRUS : SYAPUANSYAH.
FILSAFAT PANCASILA By: Citra Asyah Tri N( )
FENOMENA KOMUNIKASI DALAM PRESPEKTIF EPISTEMOLOGIS
Oleh SYUKUR program pascasarjana pai iain salatiga 2015
Filsafat ilmu dan ruang lingkup filsafat ilmu
FILSAFAT KOMUNIKASI DAN ILMU KOMUNIKASI
HAKIKAT PENELITIAN 1. Ilmu Kealaman dan Ilmu Sosial Humaniora
Pengetahuan yang Benar
PENGANTAR FILSAFAT Oleh: AHMAD TAUFIQ MA. Belajar Filsafat 1. Dari Sejarah Perkembangan Pemikiran: Yunani Kuno – Filsafat Timur Abad Pertengahan Filsafat.
Penalaran dalam Penulisan Ilmiah
Sejarah Empirisme Istilah empirisme diambil dari bahasa Yunani empiria yang berarti coba – coba atau pengalaman. sebagai doktri.. Empirisme adalah lawan.
Oleh : Moh. Syamsudin Baharsyah Muhammad Zainal Abidin Al Gafur Program Pascasarjana DIKDAS UNNES Hakikat Hubungan PerkembanganLandasanTahapanSikap Ilmiah.
METODE RISET (Research Method)
Transcript presentasi:

Pertemuan 5 DIMENSI ETIS KEMAJUAN IPTEK Matakuliah : CB142 Tahun : 2008 Pertemuan 5 DIMENSI ETIS KEMAJUAN IPTEK

Learning outcome Mahasiswa mampu menghubungkan antara penerapan suatu teknologi dengan persoalan etis yang akan ditimbulkan Bina Nusantara

Ambivalensi Kemajuan Iptek Ilmu dan Moral Materi: Pengetahuan Manusia Kebenaran Ilmiah Ambivalensi Kemajuan Iptek Ilmu dan Moral Bina Nusantara

1. Pengetahuan Manusia 1.1. Kemampuan menalar Manusia berkat kekuatan akal budinya, manusia memiliki kemampuan menalar, megembangkan kebudaayaan, membuat sejarah, mengembangkan peradaban, mampu memberi makna kepada kehidupan, dan bahkan menjawab panggilan Tuhannya. Dengan kemampuan menalarnya manusia dapat menghubungkan setiap peristiwa yang ditangkap oleh paca indera berdasarkan kerangka (logis dan analitis) tertentu sehingga mampu menghubungkan suatu peristiwa dengan peristiwa yang lainnya. Kemampuan menalar merupakan prinsip dasar bagi pegembangan pengetahuan manusia. Ciri dasar dari kegiatan menalar adalah Namun di samping kemampuan menalar, kemampuan berbahasa juga memainkan peranan yang penting. Bahasa dapat mempengaruhi persepsi manusia terhadap suatu peritiwa. 1.2. Subyek dan Obyek Pengetahuan Sejaraf filsafat mengenai pengetahuan manusia mencatat dua pandangan ekstrim yang saling menegasi yaitu rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme di satu sisi bersifat a priori artinya pengetahuan manusia tidak didasarkan pada pengalaman indrawi melainkan konstruksi akal budi semata-mata. Metode yang digunakan adalah deduktif. Bina Nusantara

Sedangkan empirisme di sisi yang lain aposteriori Sedangkan empirisme di sisi yang lain aposteriori. Artinya pengetahuan manusia tergantung pada pengalaman indrawinya. Metode yang digunakan dalam empirisme adalah induktif, berdasar pada pengalaman-pengalam partikular. Kita tentu tidak sampai pada perdebatan filosofis mengenai sifat pengetahuan manusia. Kita cukup dengan menggarisbawahi kedua-duanya (rasionalisme-empirisme) sebagai dua dimensi yang mendasar bagi terbentuknya pengetahuan pada manusia. Manusia sebagai yang mengetahui tidak saja mengetahui sesuatu obyek, realitas yang berada di luar manusia, tetapi juga, manusia sadar terhadap dirinya sendiri. Artinya manusia dapat sebagai subyek dan obyek sekaligus. Manusia sadar bahwa ia adalah subyek, subyek yang sedang sadar mengenai dirinya sendiri. Oleh karena itu ia tidak hanya merefelsikan obyek yang ada di luar dirinya tetapi juga merefeleksikan kegiatan akal budinya sendiri. Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas kita dapat merumuskan pengertian pengetahuan. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya, secara langsung maupun tidak langsung. Pengetahuan akan berkembang sebagai ilmu bila dilakukan secara sistematis dan metodis. Bina Nusantara

1.3. Fisafat sebagai Induk Pengetahuan Apa itu filsafat? Fisafat pertama-tama adalah sikap yang mempertanyakan atau bertanya tentang segala sesuatu. Setiap pertanyaan akan menghasilkan suatu jawaban tertentu, namun secara filosofis jawaban-jawaban itu akan melahirkan pertannyaan-pertannyaan baru. Pertanyaan-pertanyaan filosofis menyentuh hakikat, esensi dari sesuatu. Tujuan yang hendak dicapai oleh filsafat adalah pemahaman yang mendalam dan menyeluruh tentang sesuatu. Seperti pada ilmu-ilmu lainnya fisafat bersifat kritis, sistematis, analitis dan metodis. Kita sudah menjelaskan apa itu filsafat walaupun tidak sepenuhnya. Nah, kalau kita mengatakan filsafat sebagai induk pengetahuan, apa artinya? Arti dari ungkapan itu adalah bahwa semua ilmu pengetahuan berawal dari berfilsafat yaitu kita kritis mengenai realitas disekitar kita. Kita mempertanyakannya, mempersoalkannya dan merumuskan jawabannya. Hasil dari pertanyaan-pertannyaan kritis kita adalah pengetahuan. Bina Nusantara

1.4. Pengetahuan dan Keyakinan 1.4.1. Pengetahuan harus dapat diverifikasi, diukur dan dibuktikan. 1.4.2. Keyakinan tidak perlu harus dibuktikan, diverifikasi dan diukur. 2. Kebenaran Ilmiah Ada tiga teori mengenai kebenaran ilmiah yaitu; teori persesuaian (korespondensi), teori keteguhan (koherensi) dan teori pragmatis. 2.1. Korespondensi; ada persesuaian antara apa yang dikatakan dengan kenyataan. Setiap pernyataan yang tidak dapat dihubungkan dengan kenyataan dianggap sebagai tidak benar. 2.2. Koherensi; kesimpulan benar, bila sesuai dengan premis- premisnya. Artinya kebenaran suatu kesimpulan hanya merupakan implikasi dari pernyataan sebelumnya. Misalnya, pernyataan (1) semua manusia pasti mati; (2) Socrates adalah manusia; (3) Socrates pasti mati. Kebenaran pada pernyataan 3 tergantung pada pernyataan 1. Kebenaran koherensi sering dianggap sebagai kebenaran logis. 2.3. Teori Pragmatis. Di sini kebenaran sama dengan kegunaan. Sejauh itu bergunak sejauh itu pula benar. Bina Nusantara

3. Ambivalensi Kemajuan Iptek 3.1. Optimisme kemajuan ilmu Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa manusia sampai pada puncak-puncak kehidupan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan manusia dapat memecahkan setiap persoalan hidup yang dihadapinya.Namun, disamping optimisme yang dibawah oleh ilmu pengetahuan, ternyata juga ancaman-acaman baru terhadap hidup manusia itu juga bermunculan. Ancaman-ancaman ini bukan karena tidak dapat dipecahkan oleh Iptek, melainkan dilahirkan atau dibawah oleh iptek itu sendiri. Ancaman senjata nuklir, polusi udara, kematin masal karena senjata kimia dan lain sebagainya merupakan contoh-contoh aktual yang dilahirkan oleh iptek itu sendiri. Dalam konteks ini suatu pertannyaan muncul, apakah iptek itu bebas nilai? 3.2. Masalah Bebas Nilai Secara teoretis ilmu pengetahuan harus otonom, bebas dan tidak ada kaitannya dengan nilai. Namun dalam kenyataannya, Iptek selalu berkaitan dengan kepentingan tertentu. Maka persoalannya adalah bukan lagi bagaimana iptek itu berkembang, tetapi juga untuk apa? Pertanyaan terakhir berkaitan dengan nilai iptek itu sendiri. Bina Nusantara

4.1. Persenjataan pemusnah massal. 4. Ilmu dan Moral 4.1. Persenjataan pemusnah massal. Inovasi sebagai hasil ilmu pengetahuan, tidak terkait dengan masalah moral. Sebab, ilmu pengetahuan bersifat otonom Namun, pada taraf penggunaannya menimbulkan persoalan moral. Oleh karena itu pertimbangan moral ilmu pengetahuan tidak saja pada taraf penggunaan, tetapi juga pada proses penemuannya. Ilmu harus menjawab pertanyaan, untuk apa. 4.2. Revolusi Genetika Revolusi genetika dapat dikatakan merupakan babak baru dalam sejarah keilmuan, sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai obyek penelaahan itu sendiri Dalam rekayasa genetik, manusia menjadi obyek eksperimental dan rekayasa. Pertanyaan adalah: Apakah manusia dapat dijadikan obyek eksperimental dan obyek rekayasa? Bina Nusantara