AVERSIVE CONDITIONING (PUNISHMENT) Psikologi Belajar Pertemuan ke-4
AVERSIVE CONDITIONING Proses belajar (pembentukan tingkah laku) dengan “aversive stimulation” (unpleasant / noxious).
EFEKTIVITAS PUNISHMENT Punishment tidak bisa menghilangkan/ menurunkan tingkah laku secara permanen. Tingkah laku yg diberi punishment akan menurun tetapi cenderung untuk muncul kembali. Banyak ahli yg menyatakan punishment tdk efektif dibandingkan dgn reinforcement..
PRINSIP PUNISHMENT Efektivitas Punishment ditentukan oleh: 1. Intensity 2. Delay 3. Schedule 4. Stimulus Control 5. Verbal Explanation
1. INTENSITAS Hasil penelitian menunjukkan: Intensitas punishment yg tinggi lebih baik. Intensitas punishment yg diberikan secara bertahap dari rendah ke tinggi tidak efektif. Diperlukan trial and error.
2. DELAY Delay = jarak waktu antara respon dengan hadirnya punishment. Punishment akan efektif bila delay singkat diberikan segera setelah respon muncul.
3. SCHEDULE Punishment akan efektif bila diberikan segera & konsisten. Semakin tinggi proporsi TL yg tidak diinginkan dihukum semakin efektif Contoh: Fixed Interval Ratio Setiap 1 x TL tidak diinginkan muncul 1 punishment
4. STIMULUS CONTROL Efektivitas Punishment tergantung pada kesamaan antara kondisi pembelajaran dengan kondisi pemberian punishment. Pemberi punishment tidak hadir tingkah laku muncul kembali. Manipulasi: punishment diberikan pada segala situasi efektif
5. VERBAL EXPLANATION Adanya penjelasan verbal mengapa tingkah laku tidak boleh dilakukan dpt meningkatkan efektivitas punishment. Penjelasan verbal: Mengklarifikasi TL yg dihukum Memberikan justifikasi alasan dihukum (semakin logis/dapat diterima alasannya semakin baik) tergantung usia
EFEK SAMPING PUNISHMENT 1. Takut Stimulus aversif dpt menurunkan tingkah laku tetapi juga dpt memunculkan emosi negatif seperti: takut, cemas. 2. Penurunan Minat Penelitian J.A. Martin (1977) Tugas A: jika dikerjakan mereka dipuji Tugas B: jika tidak dikerjakan akan diceramahi Tugas C: dibiarkan (baik mengerjakan / tidak) Ketika eksperimenter tidak hadir & mereka diminta untuk melakukan tugas anak-anak tidak memilih tugas B
Continued … 3. Impairment Attention Jika subyek dihukum karena hasil yg buruk saat melakukan tugas sulit, kecemasan akibat hukuman justru akan memperburuk performance.
Continued … 4. Learned Helplessness Pada situasi dimana subyek tidak dapat menghindari hukuman yg diberikan subyek menjadi helpless. Apabila dihadapkan pada situasi dimana ia bisa menghindari hukuman subyek tidak melakukan tingkah laku apapun EFEK SAMPING.
Continued … 5. Agresi A. Pain elicited Aggression Rasa sakit akibat hukuman dpt menimbulkan tingkah laku agresif. B. Modeling Penggunaan hukuman dpt menjadi model untuk tingkah laku agresif. Hasil penelitian: Anak yg dihukum oleh orang tuanya kemungkinan besar akan agresif secara fisik terhadap kawannya/orang sekitarnya dan menjadi delinquent (kenakalan remaja: coret2, tawuran, dll). Pada saat dewasa akan menimbulkan masalah: depresi, alkoholik, KDRT.
APLIKASI: TL NAKAL PADA ANAK Reinforcement lebih efektif daripada punishment untuk membentuk perilaku yang diinginkan. Pada kasus dimana reinforcement tidak efektif, bisa dilakukan kombinasi antara: Konsisten reinforcement untuk TL yg diinginkan Non-violent punishment (time-out, response cost)
TIME-OUT Anak ditempatkan pada situasi yang tidak menyenangkan apabila TL yang tidak diinginkan muncul. Contoh: jika nakal anak diminta duduk di satu sudut. Anak boleh melihat temannya bermain, tetapi tidak boleh ikut bermain. Jika anak duduk manis dalam 10 menit ia boleh ikut bermain lagi. Penentuan situasi harus diperhatikan: anak remaja dihukum di kamar yg lengkap dg TV dan telepon tidak efektif.
RESPONSE COST Kebalikan dari token-economy. Jika TL yang tidak diinginkan muncul, reinforcer (point/uang) akan diambil/dikurangi.
EXTINCTION Kasus: Temper Tantrum Prosedur extinction berbeda dengan punishment Extinction: reinforcer tidak dihadirkan Pada kasus temper tantrum: anak tidak diberikan atensi walau menangis