Herpes Zoster
KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA Menurut Konsil Kedokteran Indonesia, herpes zoster merupakan penyakit yang termasuk golongan tingkat kemampuan 4. Tingkat kemampuan 4 berarti seorang dokter umum mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan (seperti pemeriksaan laboratorium sederhana atau x-ray) dan mampu menangani penyakit itu secara mandiri hingga tuntas. Herpes Zoster
ETIOLOGI Etiologi dari herpes zoster adalah virus varisela zoster (VVZ). Selain menjadi penyebab terjadinya herpes zoster, VVZ adalah kausa terjadinya cacar air pada manusia. Herpes zoster terjadi karena VVZ menginfeksi pada satu atau beberapa ganglia spinal medulla spinalis. Infeksi paling sering terjadi di ganglion spinal regio torakal 3 hingga lumbal 3 dan biasanya bersifat unilateral, terkadang infeksi dapat juga terjadi pada nervus cranial V dan VII. Menyebabkan paresthesia dan lesi vaskular pada kulit (herpes sine herpete) sesuai dengan regio dermatom ganglion spinal yang terinfeksi. Herpes Zoster
EPIDEMIOLOGI Herpes zoster relatif sering, dengan insidensi 3-5 kasus per 1000 orang per tahun. Insidensi herpes zoster meningkat berdasarkan umur dan jarang terjadi pada anak-anak. Di Amerika, 66% insidensi herpes zoster terjadi pada orang dengan usia diatas 50 tahun dan kurang dari 10% terjadi pada orang dengan usia dibawah 20 tahun. Walau herpes zoster merupakan penyakit yang sering dijumpai pada orang dewasa, herpes zoster dapat terjadi pada bayi yang baru lahir apabila ibunya menderita herpes zoster saat masa kehamilan. Dari suatu penelitian, 3% insidensi herpes zoster terjadi pada anak-anak, biasanya ditemukan pada anak-anak yang memiliki sistem imun yang lemah atau mengidap penyakit keganasan. Herpes Zoster
ANATOMI Herpes Zoster
Herpes Zoster
PATOFISIOLOGI Ganglion spinal yang terletak pada radiks dorsalis berisi serabut saraf aferen sensorik. Ketika VVZ menginfeksi, maka VVZ akan membuat serabut saraf sensorik yang ada pada ganglion spinal tersebut mengirimkan impuls menuju otak, sehingga terjadilah sensasi paresthesia pada kulit sesuai dengan dermatom ganglion spinal yang terinfeksi. Juga akan terbentuk herpes sine herpete pada dermatom tersebut (gambar 1). Herpes Zoster
Gambar 1. Herpes Sine Herpete Herpes Zoster
PATOGENESIS Patogenesis dari herpes zoster masih belum dipahami sepenuhnya. Teori mengatakan bahwa herpes zoster merupakan komplikasi dari penyakit varicella (cacar air). Disaat seseorang mengidap varicella, maka VVZ akan berpindah tempat dari lesi kulit akibat varicella menuju ganglion spinal, disana VVZ akan berada pada keadaan laten (dormal). Pada keadaan tersebut virus tidak lagi bermutiplikasi dan tidak menular. Jika suatu saat kondisi imun si pengidap menjadi turun, maka akan terjadi reaktivasi VVZ sehingga terjadilah herpes zoster. Bermulanya penyakit dimulai oleh paresthesia pada dermatom selama 48-72 jam mendahului terbentuknya herpes sine herpete. Pada orang normal, herpes sine herpete akan terus tumbuh dan bertambah banyak dalam kurun waktu 3 hingga 5 hari. Lama keseluruhan penyakit pada umumnya hanya selama 7-10 hari. Akan tetapi, herpes sine herpete mungkin akan memakan waktu selama 2 -4 minggu sampai benar-benar hilang dari kulit. Setelah herpes sine herpete menghilang, neuralgia pascaherpetik biasanya akan muncul dan terjadi hingga berbulan-bulan lamanya. Herpes zoster dapat berkembang menjadi herpes zoster disseminata jikalau sistem imun pasien sangatlah lemah. Pada keadaan demikian, herpes zoster dapat berakibat fatal karena akan mengganggu sistem organ viseral seperti otak, jantung, paru dan menyebabkan disseminated intravascular coagulopathy (DIC). Herpes Zoster
DIAGNOSIS Paresthesia dan lesi vaskuler (herpes sine herpete) yang unilateral dengan pola dermatomal harus dengan cepat mengarah pada diagnosis herpes zoster. Akan tetapi, virus herpes simpleks dan virus coxsackie dapat juga menyebabkan lesi vaskuler yang dermatomal. Untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan penyebab lesi vaskuler yang dikarenakan oleh virus herpes simpleks dan virus coxsackie, maka kita dapat melakukan pemeriksaan laboratorium dengan metode Tzanck, biopsi kulit, direct fluorescent assay (DFA) atau polymerase chain reaction (PCR). Pada beberapa pasien herpes zoster, dimana pada pasien tersebut tidak terbentuk herpes sine herpete dan hanya terjadi paresthesia yang dermatomal, maka untuk menegakkan diagnosis adalah dengan menggunakan uji test serologi untuk mendeteksi respon antibodi pasien terhadap VVZ. Herpes Zoster
KOMPLIKASI Untuk komplikasi dari herpes zoster adalah sebagai berikut: Neuralgia pascaherpetik Infeksi sekunder bakteri pada kulit Herpes zoster disseminata Scars Herpes Zoster
TERAPI DAN PENCEGAHAN TERAPI Obat antivirus merupakan sebuah anjuran karena mengurangi sakit, keparahan dan waktu penyembuhan menjadi cepat. Pemberian sebaiknya diberikan dalam kurun waktu kurang dari 48 jam setelah herpes sine herpete muncul. Obat antivirus yang dapat diberikan ialah asiklovir, valasiklovir dan famasiklovir. Dosis antivirus yang digunakan untuk pengobatan herpes zoster: Neonatus: Asiklovir 500 mg/m2 IV setiap 8 jam, selama 10 hari Anak (2-12 tahun): Asiklovir 4 x 20 mg/KgBB/hari, oral selama 5 hari Pubertas dan dewasa: -Asiklovir: 5 x 800 mg/hari, oral selama 7 hari -Valasiklovir: 3 x 1 gr/hari, oral selama 7 hari -Famasiklovir: 3 x 500 mg/hari, oral selama 7 hari Selain itu, pemberian bedak pada lesi vaskular herpes sine herpete bertujuan agar lesi tersebut tidak mudah pecah. Jika lesi pecah, maka dapat diberikan salep antibiotic untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat juga diberikan obat antipiretik dan analgetik untuk mengurangi paresthesia, tapi tidak dianjurkan untuk diberikan analgetik golongan salisilat (aspirin) karena dikhawatirkan terjadinya sindrom Reye. Herpes Zoster
Memotong kuku jari tangan pasien, untuk mengurangi resiko infeksi sekunder oleh bakteri jikalau pasien menggaruk-garuk lesi vaskulernya. PENCEGAHAN Pencegahan infeksi VVZ dapat dilakukan dengan imunisasi, baik itu imunisasi pasif ataupun aktif. Imunisasi pasif. Menggunakan VZIG (varicella zoster immunoglobulin). Diberikan pada 3 hari (kurang dari 96 jam) setelah terpajan VVZ. VZIG dapat diberikan pada: a. Anak dengan umur dibawah 15 tahun yang belum pernah menderita varicella. b. Remaja yang belum pernah menderita varicella. c. Bayi yang baru lahir, dimana ibunya menderita varicella atau herpes zoster 5 hari sebelum atau 48 jam setelah melahirkan. d. Bayi premature dan bayi dengan usia dibawah 14 hari, dimana ibunya belum pernah menderita varicella. e. Anak-anak dengan leukimia atau lymphoma yang belum pernah menderita varicella. Herpes Zoster
Dosis untuk VZIG adalah 125 U/KgBB, dosis minimum 125 U dan dosis maksimum 625 U. Pemberian dilakukan secara intramuskular. Pada anak yang imunokompeten VZIG terbukti mencegah infeksi, dan pada anak yang imunokompromise VZIG meringankan gejala. Perlindungan yang diberikan VZIG hanya bersifat sementara. Imunisasi Aktif. Vaksin menggunakan VVZ (Oka strain). Digunakan di Amerika sejak tahun 1995, daya proteksi melaway VVZ berkisar antara 71-100%. Vaksin efektif jika diberikan pada anak dengan usia diatas 1 tahun, pemberian direkomendasikan pada anak dengan usia 12-18 bulan. Anak dibawah 13 tahun yang belum pernah menderita varicella diberikan dosis tunggal, sedangkan pada anak diatas 13 tahun yang belum pernah menderita varicella diberikan dua kali dosis dengan jarak antar pemberian dosis pertama dengan pemberian dosis kedua sekitar 4-8 minggu. Pemberian dilakukan secara subkutan. Perlindungan yang didapat dari imunisasi aktif dapat bertahan selama 10 tahun. Tidak boleh diberikan pada wanita hamil karena dapat menyebabkan varicella kongenital. Terkadang imunisasi aktif memberikan efek samping berupa demam atau reaksi lokal berupa ruam makulopapular yang terjadi pada 3-5% subjek dan muncul 10-20 hari setelah pemberian vaksin pada lokasi yang disuntikan. Herpes Zoster
Herpes Zoster