Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

ILLEGAL FISHING Dr. SETYO UTOMO, SH., M.Hum.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "ILLEGAL FISHING Dr. SETYO UTOMO, SH., M.Hum."— Transcript presentasi:

1 ILLEGAL FISHING Dr. SETYO UTOMO, SH., M.Hum

2 ILLEGAL FISHING Penangkapan ikan di WPPRI tanpa izin.
Antara lain : Penangkapan ikan di WPPRI tanpa izin. Menggunakan izin palsu. Tidak dilaporkan di pelabuhan pangkalan. Membawa hasil tangkapan langsung ke luar negeri. Menggunakan alat penangkapan ikan terlarang. Menggunakan alat penangkapan ikan dengan jenis / ukuran alat tangkap yang tidak sesuai dengan izin.

3 MODUS OPERANDI : Double Flagging.
Manipulasi data dalam mendaftarkan kapal eks. Asing menjadi KII (manipulasi Delition certificate dan Bill of Sale). Transhipment di tengah laut. Mematikan / memindahkan Vesel Monitoring System (VMS) ke kapal lain. Satu izin untuk beberapa kapal yang sengaja dibuat serupa (bentuk dan warna).

4 MODUS OPERANDI LANJUTAN :
Memasuki wilayah indonesia dengan alasan tersesat atau menghindar dari badai. Melakukan lintas damai namun tidak menyimpan alat penangkapan di dalam palka (alat penangkapan kedapatan dalam kondisi basah). Alasan Traditional Fishing Right (kapal-kapal pump boat). Transhipment di tengah laut (kapal penangkap menangkap di WPPRI dan memindahkan hasil tangkapan ke kapal pengumpul yang sdh menunggu di batas luar ZEEI).

5 MODUS OPERANDI LANJUTAN :
Menangkap tidak pada fishing ground yang ditetapkan. Untuk alat tangkap pukat ikan ukuran mata jaring < dari 50 mm, head rope dan ground rope melebihi yang tertera pada izin. Jaring insang (Gill Nett melebihi panjang maksimal / m). Menggunakan Pukat Harimau (Trawl) atau pukat yang ditarik dua kapal (Pair Trawl). Dll.

6 MENGAPA ILLEGAL FISHING?
INDUSTRI PENGOLAHAN NEG TETANGGA HARUS BERTAHAN FISHING GROUND DI NEGARA LAIN MAKIN HABIS  RASIONALISASI ARMADA DISPARITAS HARGA IKAN LAUT INDONESIA TERBUKA PENGAWASAN LEMAH

7 Dimana illegal fishing?
Zona ekonomi ekksklusif indonesia Laut teritorial Laut Natuna: Taiwan, Vietnam, Thailand, Malaysia Utara Sulawesi Utara: Phillippine Laut Arafura: Thailand, RRC, Taiwan

8 TINGKAT PELANGGARAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERIKANAN DI WPP-RI
Illegal fishing terutama oleh kapal Thailand IUU Fishing terutama oleh kapal Philippines IUU Fishing terutama oleh kapal Thailand dan PR China Ukuran lingkaran menunjukkan tingkat pelanggaran

9 ASAL KAPAL PERIKANAN ILEGAL DI WPP-INDONESIA

10 vessel monitoring system (VMS)
mcs<monitoring, control, and surveillance> satelit VMS satelite radar vessel monitoring system (VMS) kapal patroli processing center alat komunikasi pusat kendali radar pantai SISWASMAS CDB

11 LAPORAN MASYARAKAT/ POKMASWAS
IMPLEMENTASI MCS PENGAWASAN TERPADU SATELIT VMS SATELIT RADAR MSA LAPORAN NELAYAN PUSKODAL KAPAL PENGAWAS KAPAL IKAN LAPORAN MASYARAKAT/ POKMASWAS PPNS

12 In cooperation with Indonesian Air Force and Navy
MCS MARITIME SURVEILLANCE AIRCRAFT In cooperation with Indonesian Air Force and Navy

13 MCS RADAR SATELITE Has been tested using Radarsat and Envisat for Arafura Sea and South China/Natuna Sea in 2004 and 2007 Transhipment Pair trawl

14 Dua Kapal Ikan Menarik Jaring Trawl Manuver Kapal-Kapal Ikan
FOTO UDARA HASIL PEMANTAUAN UDARA TNI ANGKATAN UDARA Menggunakan Pesawat Boeing 737 Dua Kapal Ikan Menarik Jaring Trawl Manuver Kapal-Kapal Ikan Dua Kapal Ikan dengan Satu Jaring Trawl

15

16 TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN
PRA PENUNTUTAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN

17 JPU TP Perikanan Peunututan terhadap TP Perikanan dilakukan oleh penuntut umum yang ditetapkan oleh Jaksa Agung; Berpengalaman menjadi penuntut umum minimal 2 (dua) tahun; Telah mengikuti pendidikan dan pelatihan teknis di bidang perikanan; Cakap dan memiliki integritas moral yang tinggi selama menjalankan tugasnya; Aparat penegah hukum yang berhasil menjalankan tugasnya dengan baik dapat diberikan “penghargaan” yang berupa: - Insentif - Piagam - Kenaikan pangkat

18 2. Kelemahan pada Aspek Hukum
Amandemen UU No. 31/2004 Melalui UU No. 45/2009 1. Kelemahan pada Aspek Manajemen Pengelolaan Perikanan Belum adanya mekanisme koordinasi antar instansi; Terjadinya benturan kepentingan dalam pengelolaan perikanan 2. Kelemahan pada Aspek Hukum Permasalahan Penegakan Hukum; Rumusan sanksi Yurisdiksi atau kompetensi relatif Pengadilan Negeri

19 1. Pengawasan dan Penegakan Hukum:
Substansi UU No. 45/2009 1. Pengawasan dan Penegakan Hukum: Mekanisme koordinasi antar instansi penyidik dlm penyidikan TP Perikanan; Penerapan sanksi (pidana atau denda); Hukum acara (batas waktu penyelesaian perkara); Kemungkinan penenggelaman kapal asing 2. Pengelolaan Perikanan: Kepelabuhan perikanan; Konservasi; Perijinan; Kesyahbandaran; 3. Perluasan Yuridiksi Pengadilan Perikanan:

20 SPDP Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penuntut Umum paling lama 7 (tujuh) hari sejak ditemukan adanya tindak pidana di bidang perikanan

21 Penerimaan Berkas Perkara
Penyidik tindak pidana di bidang perikananan di wilayah pengelolaan perikanan NKRI dilakukan oleh: - PPNS Perikanan; - Penyidak Perwira TNI AL; dan/atau - Penyidik Polri. JPU hanya menerima berkas perkara yang disidik oleh PPNS KKP dan Perwira TNI AL dengan locus delicti di ZEE. 3. Berkas Perkara TP Perikanan dengan locus delicti di ZEE yang disidik oleh Penyidik Polri, JPU agar memberikan petunjuk untuk disidik ulang oleh penyidik yang berwenang sesuai Pasal 73 ayat (2) UU No. 45 Tahun 1999  PPNS Perikanan/Perwira TNI AL.

22 Berkas Perkara 1. Syarat Formil Identitas tersangka;
Penahanan, Penyitaan; Daftar Barang Bukti; Dsb. Penyidik Berkas Perkara Locus, tempus delicti; Unsur pasal yg disangkakan; Peran masing-masing; Keterangan saksi, ahli; Kompetensi absolut/relatif Jaksa 2. Syarat Materiil

23 Penelitian Berkas Penelitian Berkas Perkara maksimal 5 hari, terhitung sejak tanggal diterimanya berkas penyidikan. Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu 5 hari PU tidak mengembalikan Berkas Perkara kepada penyidik. Dalam waktu paling lama 10 hari terhitung sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus menyampaikan kembali berkas perkara tersebut kepada PU. PU menyampaikan berkas perkara kepada Ketua PN, paling lama 30 hari sejak tanggal penerimaan berkas perkara dari penyidik dinyatakan lengkap.

24 Waktu Penahanan 1. Penyidikan
Penyidik dapat menahan tersangka maksimal 20 hari; Perpanjangan oleh Penuntut Umum maksimal 10 hari; Setelah waktu 30 hari, penyidik harus mengeluarkan tersangka dari tahanan; 2. Penuntutan PU dapat menahan tersangka maksimal 10 hari; Perpanjangan oleh Ketua PN maksimal 10 hari;

25 JUKNIS PENANGANGAN PERKARA TP. PERIKANAN
Surat JAKSA AGUNG RI No. B-093/A/Ft.2/12/2008 tgl 24 Desember 2008 perihal pengendalian dan percepatan tuntutan perkara TP Perikanan Surat Jaksa Agung RI No. B-003/A/Ft.2/01/2009 tangal 14 Januari 2009 perihal pengendalian dan percepatan tuntutan perkara TP Kepabeanan dan Cukai; Surat JAM Pidsus No. B-27/F/Ft.2/01/2010 tgl 8 Januari 2010 Perihal: Pendelegasian Kewenangan Pengendalian Penuntutan Perkara TP Perikanan; Surat JAM PIDSUS No. B-434/F/Ft.2/03/2010 tgl 3 Maret 2010 perihal Pendelegasian Kewenangan Pengendalian Penuntutan Perkara Tindak Pidana Perikanan; Surat JAM Piidsus No. B-735/F/Ft.2/04/2010 tanggal 5 April 2010 perihal pemahaman dan penerapan UU Np. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999 tentang Perikanan.

26 Pengendalian Penuntutan
1. KEPALA KEJAKSAAN NEGERI Tdw anak di bawah umur; Kapal berbendara IND, milik WNI, bobot < 5 GT dgn SIB yang dikeluaRkan syahbandar; Nelayan tradisional, perahu muat 2 orang, menangkap ikan menggunakan racun/potasium; Nelayan tradisional, perahu muat 2 orang, mengambil soft coral (karang lunak); TP terjadi di perairan pedalaman 2. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Di luar a, b, c, d, e.

27 Pengendalian Penuntutan
3. JAKSA AGUNG CQ JAM PIDSUS Kapal milik WNA, berbendera asing/nahkoda WNA/ABK WNA, kapalmilik WNI/ berbendera IND yang mengalihkan muatan ke kapal asing ditengah laut Perkara menarik perhatian masyarakat, berskala nasional/internasional/menjadi perhatian pimpinan

28 Pengendalian Penuntutan
JPU tidak diperkenankan membuat dakwaan tunggal Dalam BAP I beri petunjuk penyidik dg sangkaam subsidaritas/alternatif Pembuktiannya secara optimal terhadap dakwaan dengan ancaman hukuman terberat MENOLAK BERKAS PERKARA T.P.P YANG MENERAPKAN PASAL 102 UU NO. 31 TAHUN 2004 KARENA DAPAT MELEPAS TERSANGKA DARI JERATAN HUKUM KECUALI PENYIDIK DAPAT MELAMPIRKAN DOKUMEN BAHWA TERSANGKA BENAR BERASAL DARI NEGARA YANG TELAH ADA PERJANJIAN T.P.P DENGAN PEMERINTAH RI. Laporan penanganan perkara perikanan secara berjenjang kepada Jaksa Agung RI cq JAM Pidsus

29 Barang Bukti Benda/alat yang digunakan/dihasilkan dari TP Perikanan dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan Ketua PN; Barang bukti hasil TP Perikanan yang mudah rusak/memerlukan biaya perawatan tinggi dapat dilelang dengan persetujuan Ketua Pengadilan Negeri; Barang bukti hasil TP Perikanan yang mudah rusak berupa jenis ikan terlebih dahulu disisihkan sebagian untuk kepentingan pembuktian di pengadilan;

30 SURAT KEPUTUSAN JAKSA AGUNG RI NO. KEP-112/JA/10/1989
TTG MEKANISME PENERIMAAN, PENYIMPANAN DAN PENATAAN BARANG BUKTI

31 SURAT JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA KHUSUS
NO. B-621/F/Fek.2/11/1992 TTG SIDANG IN ABSENTIA

32 Pelelangan Benda/alat yang dirampas untuk negara dari hasil TP Perikanan, dapat dilelang untuk negara; Pelaksanaan lelang dilakukan oleh badan lelang negara; Uang hasil pelelangan dari hasil penyitaan TP Perikanan disetor ke kas negara sebagai PNBP;

33 Kapal Ikan Benda/alat yang dirampas dari hasil TP Perikanan berupa kapal perikanan, dapat diserahkan kepada kelompok usaha bersama nelayan dan/atau koperasi perikanan; Mengingat belum adanya Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan UU No. 45/1999, maka ketentuan Pasal 76C ayat (5) tersebut belum dapat dilaksanakan.

34 TERIMA KASIH KEJUJURAN DAN DISIPLIN NAFASKU
LOYALITAS DAN INTEGRITAS DARAHKU SEDERHANA URAT NADIKU TERIMA KASIH


Download ppt "ILLEGAL FISHING Dr. SETYO UTOMO, SH., M.Hum."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google