BELANJA INDONESIA LEBIH BANYAK LEBIH TEPAT LEBIH BAIK PANDU HARIMURTI KAJIAN SISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN BELANJA LEBIH BANYAK LEBIH TEPAT LEBIH BAIK PANDU HARIMURTI DIES NATALIS FAK. KESEHATAN MASYARAKAT – UNIVERSITAS SRIWIJAYA 22 NOVEMBER 2016
Susunan presentasi Latar Belakang Pembiayaan Kesehatan Kependudukan dan Status Kesehatan Konteks Fiskal Makro Capaian Kesehatan Penduduk Pembiayaan Kesehatan Pembiayaan Kesehatan Keseluruhan Anggaran Asuransi Kesehatan Sosial Out-of-Pocket (OOP) Pembiayaan Eksternal Ringkasan dan Opsi Kebijakan
KEPENDUDUKAN & STATUS KESEHATAN
Bangsa Indonesia makin sehat dalam beberapa dekade terakhir CAPAIAN UTAMA KESEHATAN PENDUDUK DI INDONESIA Kenaikan umur/angka harapan hidup dari 45 tahun pada tahun 1960 menjadi 69 tahun pada tahun 2014 Angka kematian balita turun dari 222 pada tahun 1960 menjadi 27 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 Angka kematian bayi turun enam kali lipat sejak tahun 1960, menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 Penduduk Indonesia menjadi lebih sehat dalam beberapa dekade terakhir. Umur harapan hidup pada waktu lahir terus meningkat menjadi 71 tahun pada tahun 2013, dari 63 tahun pada tahun 1990 dan dari hanya 45 tahun pada tahun 1960 .
BEBAN PENYAKIT MENURUT SUMBERNYA DI INDONESIA, 1990-2013 Tantangan masih dihadapi bersamaan dengan transisi epidemiologi yang cepat TANTANGAN YANG MASIH DIHADAPI Angka Kematian Ibu (MMR 126/100.000), target tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG) kurang dari 70/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030 Stunting (Pendek) 36%, target SDGs turun 40% pada tahun 2025 TANTANGAN BARU Transisi Epidemiologi: Munculnya gizi lebih; penyakit tidak menular (NCD) Tantangan yang berkaitan dengan kondisi social kependudukan dan gaya hidup, termasuk penuaan BEBAN PENYAKIT MENURUT SUMBERNYA DI INDONESIA, 1990-2013
…ditambah dengan kesenjangan daerah dan tingkat penghasilan Angka kematian bayi (AKB =IMR) di Papua Barat 2-3 kali di provinsi lain AKB rumah tangga kuintil termiskin 2 kali terkaya Nilai rata-rata indeks kesehatan masyarakat gabungan Kemenkes lebih tinggi bagi kabupaten-kabupaten yang lebih kaya Penduduk Indonesia menjadi lebih sehat dalam beberapa dekade terakhir. Umur harapan hidup pada waktu lahir terus meningkat menjadi 71 tahun pada tahun 2013, dari 63 tahun pada tahun 1990 dan dari hanya 45 tahun pada tahun 1960 . ANGKA KEMATIAN BAYI BERDASARKAN PROVINSI ANGKA KEMATIAN BAYI BERDASARKAN KUINTIL PENGHASILAN
KONTEKS MAKROFISKAL
Indonesia telah membuat kemajuan signifikan … BERPENGHASILAN MENENGAH BAWAH DENGAN GNI PER KAPITA: US$3.238 (2015) DENGAN PROSPEK EKONOMI MAKRO, INDONESIA DIPREDIKSI AKAN MENCAPAI STATUS BERPENGHASILAN MENENGAH ATAS DALAM DUA TAHUN MENDATANG SECARA KESELURUHAN ANGKA KEMISKINAN MENURUN, TETAPI KESENJANGAN PENGHASILAN MENINGKAT Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang cukup besar 5-6% per tahun TREN PDB PER KAPITA DAN KEMISKINAN DI INDONESIA, 1995-2015 Indonesia telah membuat kemajuan signifikan sejak krisis keuangan Asia 1997-1998 Indonesia sebelumnya mengalami peralihan status dari berpenghasilan rendah menjadi berpenghasilan menengah bawah pada tahun 1992. Namun, akibat krisis keuangan Asia 1997-1998, Indonesia kembali diklasifikasikan sebagai negara berpenghasilan rendah pada tahun 1998; Indonesia mendapatkan kembali statusnya sebagai negara berpenghasilan menengah bawah pada tahun 2003. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang stabil dan cukup baik berdasarkan proyeksi 5 tahun mendatang (5-6% per tahun), Indonesia diharapkan akan berubah menjadi negara berpenghasilan menengah atas dalam dua tahun mendatang. Secara keseluruhan, belanja pemerintah (19% dari PDB dibandingkan dengan 32% di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMIC)) dan kapasitas penciptaan pendapatan masih rendah (17% dibandingkan dengan 30% di LMIC dan 38% di EAP).
Pendapatan Pemerintah rendah … PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH SEBAGAI PERSENTASE DARI PDB, 2015 PENDAPATAN NASIONAL RENDAH: 17% dari PDB 2015 LEBIH RENDAH DIBANDINGKAN DENGAN DAERAH DAN KELOMPOK PENGHASILAN Pengumpulan pendapatan terpusat: 90% DIKUMPULKAN DI TINGKAT PUSAT TAHUN 2013, TETAPI BELANJA SANGAT TERDESENTRALISASI Sumber pendapatan: pajak penghasilan, PPN, pajak migas Pengumpulan pendapatan terpusat: 90% dikumpulkan di tingkat pusat pada tahun 2013
Transfer antar fiskal yang kompleks PENDAPATAN PEMERINTAH DAERAH, 2013 BELANJA TERDESENTRALISASI: KETIMPANGAN ANTARA PENGUMPULAN PENDAPATAN DAN BELANJA ~40% belanja di tingkat daerah (Kabupaten/Kota) KATEGORI PEMBIAYAAN DAERAH Rp triliun Persen dari total (%) Kab/kota Provinsi DAU 284 54% 31 15% DAK 30 6% 2 1% DBH 68 13% 32 Pendapatan asli daerah 58 11% 102 49% Lain-lain 88 17% 40 19% Total 527 100% 206 Mengingat ketidakseimbangan antara pengumpulan pendapatan yang sangat terpusat dengan belanja yang terdesentralisasi di berbagai tingkat pemerintahan, maka transfer fiskal pendapatan antar pemerintahan di Indonesia besar, terfragmentasi dan kompleks. Sekitar Rp 513 triliun atau hampir 6% dari PDB ditransfer dari pusat ke pemerintah daerah pada tahun 2013.
BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT FUNGSI, 2013-2015 Sektor kesehatan mendapatkan perhatian lebih besar seiring dengan meningkatnya nilai belanja pemerintah di tingkat pusat … BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT FUNGSI, 2013-2015 Kategori belanja 2013 2014 2015 Rp triliun Persen (%) Pelayanan publik umum 706 62% 798 66% 695 53% Subsidi BBM 210 18% 240 20% 65 5% Subsidi listrik 100 9% 102 8% 73 6% Subsidi non-energi 45 4% 50 74 Pembayaran bunga 113 10% 133 11% 156 12% Premi bagi rakyat miskin/hampir miskin 8 1% 20 2% Bidang ekonomi 108 97 216 16% Pertahanan 88 86 7% Pendidikan 115 123 Kesehatan 18 11 24 Perlindungan sosial 17 13 23 Lain-lain 76 103 Total 1,137 100% 1,204 1,320
CAKUPAN KESEHATAN SEMESTA (UHC) Pesan inti UHC UHC bukan tentang Pendistribusian Kartu Asuransi. UHC: JKN adalah sarana menuju suatu tujuan (tujuan akhirnya adalah mewujudkan perlindungan kesehatan semesta/UHC) UHC bukan hanya tentang meningkatkan jumlah orang untuk mendapatkan layanan kesehatan meskipun hal itu jelas merupakan salah satu dimensi penting dari UHC, melainkan juga tentang memastikan agar layanan kesehatan tersedia dan cukup berkualitas dan tentang seberapa jauh perlindungan keuangan diberikan oleh sistem kesehatan.
Apa itu UHC? Bagaimana kita bisa mengukur kemajuan dalam pencapaiannya? + Apa yang mereka butuhkan – target yang terus berubah. Bukan hanya paket dasar. Negara mana pun sulit mewujudkannya. + Nilai melekat intrinsik. Definisi UHC yang baru diperbaharui/dijabarkan: “… memastikan agar semua orang dapat menggunakan layanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif yang mereka butuhkan, dan layanan cukup berkualitas sehingga efektif, dengan tetap memastikan agar pengguna layanan tidak mengalami kesulitan keuangan akibat memanfaatkan layanan kesehatan.”
Cakupan Kesehatan Semesta (UHC) Cakupan Penduduk (“breadth”). Cakupan Pelayanan (“scope”). Perlindungan Pembiayaan (“depth”). Total health expenditure Prepaid/pooled health expenditure + All dimensions taken together. How to expand the cube – prepaid/pooled + Quality also key.
Kinerja Indonesia Beragam Kerangka pemantauan UHC WHO-WB untuk Indikator Preventif UHC Negara Keluarga berencana ANC Persalinan dengan bantuan tenaga terlatih DPT3 Bebas penggunaan tembakau Air Bersih Sanitasi Brasil 80% 96% 99% 93% 83% 98% 81% Kamboja 51% 89% 71% 97% 76% 37% Cina 85% 95% 100% 75% 92% 65% India 55% 67% 87% 36% Indonesia 62% 78% 59% Lao PDR 50% 53% 40% 88% 72% Malaysia 49% 77% Filipina 73% 79% 74% Rusia 68% 70% Afrika Selatan 60% 94% Sri Lanka Thailand Vietnam Asia Timur & Pasifik 48% 90% 86% Penghasilan menengah bawah 46% Kinerja Indonesia masih beragam Hal-hal utama dari kinerja Indonesia Cakupan intervensi preventif/promotif lebih tinggi di Indonesia daripada di Kamboja, Lao PDR Masih terdapat kekurangan yang menonjol dalam hal akses ke metode keluarga berencana modern, cakupan imunisasi DPT3, bebas penggunaan tembakau dan akses ke sanitasi layak Bebas penggunaan tembakau khususnya masih rendah, hampir sama dengan Rusia. Tingkat pengobatan ARV dan pengobatan diabetes masih sangat rendah. Sehubungan dengan perlindungan keuangan, bahkan meski metode prabayar /penghimpunan dana diterapkan, persentasenya dari total belanja kesehatan masih tergolong rendah di Indonesia. 18% penduduk terdesak atau semakin terdesak dalam kemiskinan karena harus mengeluarkan biaya tunai yang tinggi (out-of-pocket/OOP) untuk layanan kesehatan.
Indikator Pengobatan dan Perlindungan Keuangan UHC Negara ARV TB Brasil 46% 59% Kamboja 71% Cina 52% 85% India 36% 50% Indonesia 8% 28% Lao PDR 30% Malaysia 21% 62% Filipina 24% 73% Rusia 29% 56% Afrika Selatan 45% 53% Sri Lanka 19% Thailand 61% Vietnam 37% 68% Asia Timu & Pasifik 38% 60% Penghasilan menengah bawah Negara Persentase prabayar/ penghimpunan dana dari total belanja kesehatan OOP< konsumsi 25% Tidak terdesak maupun semakin terdesak dalam kemiskinan Brasil 70% 97% Kamboja 40% 83% Cina 66% 87% 90% India 42% 99% 72% Indonesia 54% 82% Lao PDR 60% 100% 93% Malaysia 64% Filipina 43% 78% Rusia 52% Afrika Selatan Sri Lanka 53% Thailand 89% Vietnam 51% 95% 75% Asia Timur & Pasifik 76% 98% Penghasilan menengah bawah 84%
UHC adalah salah satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) “Mewujudkan jaminan kesehatan semesta, yang meliputi perlindungan terhadap risiko keuangan, akses ke layanan kesehatan dasar yang berkualitas dan akses ke obat dan vaksin esensial yang aman, efektif, berkualitas dan terjangkau bagi semua orang”.
PEMBERIAN PELAYANAN
Pemanfaatan layanan rawat jalan dan rawat inap Pemanfaatan layanan rawat jalan dan inap meningkat, khususnya oleh kelompok 40% termiskin, dan di sarana kesehatan swasta (RS) Variasi tingkat pemanfaatan berdasarkan geografis masih tinggi
Kesiapan Faskes untuk Memberikan Layanan Kesehatan Hanya 70% Puskesmas melaporkan memiliki kemampuan uji gula darah, dan hanya sekitar 65% melaporkan memiliki obat kontrol dula darah seperti metformin (“implicit rationing” – penjatahan tersembunyi).
PEMBIAYAAN KESEHATAN Latar belakang: Kajian sistem pembiayaan kesehatan: fokus kepada pembiayaan kesehatan 21
Komposisi belanja kesehatan – perbandingan global Total belanja kesehatan per kapita Persentase dari PDB Persentase publik Persentase asuransi kesehatan sosial Persentase OOP Persentase eksernal Brasil US$ 947 8.3% 46.0% 0.0% 25.5% Kamboja US $61 5.7% 22.0% 74.2% 16.3% Cina US$ 420 5.5% 55.8% 37.7% 32.0% India US $75 4.7% 30.0% 1.7% 62.4% 1.0% Indonesia US$ 126 3.6% 41.4% 13 % 45.3% 0.8% Lao PDR US$ 33 1.9% 50.5% 1.6% 39.0% 31.8% Malaysia US$ 456 4.2% 55.2% 0.6% 35.3% Filipina US$ 135 34.3% 14.0% 53.7% 1.4% Rusia US$ 893 7.1% 52.2% 27.7% 45.8% Afrika Selatan US$ 570 8.8% 48.2% 1.2% 6.5% 1.8% Sri Lanka US$ 127 3.5% 56.1% 42.1% 1.3% Thailand US$ 360 86.0% 5.1% 7.9% Vietnam US$ 142 54.1% 24.1% 36.8% 2.7% Asia Timur & Pasifik US$ 217 4.9% 49.9% 12.1% 40.5% 6.6% Penghasilan menengah bawah US$ 106 44.4% 8.6% 46.5% Bandingkan dengan negara-negara lain: komposisi belanja kesehatan
Pembiayaan kesehatan terendah di dunia, dibandingkan dengan tingkat pendapatan seperti Indonesia dan bila dibandingkan dengan negara-negara setingkat di kawasan regional Total belanja kesehatan (THE) per kapita adalah US$126 pada tahun 2014 atau 3,6% dari PDB – (LMIC 5,9%, sedangkan EAP 6,6%) Belanja kesehatan memang terus meningkat tetapi jumlahnya masih yang terendah…. Belanja kesehatan pemerintah rendah: penciptaan penghasilan dan prioritas pemerintah rendah Peningkatan Biaya Tunai (out-of-pocket/OOP): tetap menjadi sumber pembiayaan yang dominan; kenaikan cakupan tidak seimbang dengan penurunan OOP Tingkat perlindungan risiko masih menjadi persoalan karena OOP tinggi Belanja pemerintah untuk kesehatan: Pusat-daerah (Provinsi dan Pusat dengan ~30% dari total belanja kesehatan (THE) di tingkat daerah. TOTAL BELANJA PUBLIK UNTUK KESEHATAN SEBAGAI PERSENTASE DARI PDB VS PENGHASILAN, 2014 TOTAL BELANJA PUBLIK UNTUK KESEHATAN SEBAGAI PERSENTASE DARI PDB DI INDONESIA, 1995-2014
Belanja dari Anggaran Pemerintah PEMBIAYAAN KESEHATAN Belanja dari Anggaran Pemerintah
PERSENTASE ANGGARAN PUSAT UNTUK KESEHATAN, 2014 Data menunjukkan bahwa kesehatan menempati prioritas rendah di Indonesia …. Filipina, Cina, Afrika Selatan dan Thailand mengalokasikan persentase yang jauh lebih besar dari anggarannya untuk kesehatan Dengan 6,2%, belanja anggaran pusat Indonesia untuk kesehatan masih rendah dibandingkan dengan belanja untuk sektor pemerintahan umum (~20%), subsidi (~20%), pendidikan (~20%), dan infrastruktur (~10%). Persentase belanja kesehatan dari PDB adalah yang terendah di dunia. PERSENTASE ANGGARAN PUSAT UNTUK KESEHATAN, 2014
TREN BELANJA KESEHATAN PEMERINTAH BERDASARKAN TINGKAT PEMERINTAHAN Belanja kesehatan di tingkat Kabupaten makin dominan pasca desentralisasi… TREN BELANJA KESEHATAN PEMERINTAH BERDASARKAN TINGKAT PEMERINTAHAN Lebih dari separuh belanja kesehatan pemerintah dilakukan di tingkat kabupaten, naik dari rata-rata di bawah 10% sebelum desentralisasi Persentase belanja kesehatan pemerintah di tingkat provinsi juga turun: dari rata-rata di atas 30% sebelum desentralisasi menjadi sekitar 15% pasca desentralisasi. Tingkat desentralisasi tercermin pada belanja kesehatan pemerintah. Pada tahun 2013, 57% belanja terjadi di tingkat kabupaten, 36% di tingkat pusat dan 7% di tingkat provinsi. Kesehatan mencapai sekitar 10% dari belanja daerah. Setidaknya, secara agregat di seluruh kabupaten, belanja kesehatan telah memenuhi mandat yang diberikan undang-undang (10%) Pengumpulan pendapatan dan belanja terdesentralisasi cukup besar (6% dari PDB yang ditransfer)
BELANJA ANGGARAN PEMERINTAH PUSAT KESEHATAN, 1995-2015 Belanja anggaran pemerintah adalah sumber pembiayaan terbesar kedua untuk kesehatan di Indonesia… Belanja anggaran pemerintah pusat untuk kesehatan mencapai Rp 467.959 (~US$39) per kapita pada tahun 2014 Belanja kesehatan pemerintah pusat meningkat, demikian pula dengan persentase dari PDB dan persentase dari total belanja pemerintah pusat BELANJA ANGGARAN PEMERINTAH PUSAT KESEHATAN, 1995-2015
Asuransi Kesehatan Sosial PEMBIAYAAN KESEHATAN Asuransi Kesehatan Sosial
JKN dan Pembiayaan Kesehatan Pendapatan: 40,7 triliun rupiah (US$ 3,4 miliar), 50% dari Pemerintah untuk membiayai keluarga miskin/hampir miskin (PBI) BELANJA KESEHATAN JKN 43 triliun rupiah (US$ 3,6 miliar): separuhnya dari belanja kesehatan pemerintah pusat US$ 27 per anggota per tahun, (OOP US$ 50/orang/tahun; US$ 107/orang/tahun dalam total belanja kesehatan/THE) RENCANA UNTUK MENCAKUP SELURUH PENDUDUK PADA TAHUN 2019 Saat ini 156,8 juta peserta (~60% dari jumlah penduduk – data akhir 2015) Sekitar 94 juta peserta PBI (keluarga miskin & hampir miskin) 38 juta peserta pekerja penerima upah yang membayar iuran Sekitar 15 juta peserta pekerja bukan penerima upah yang membayar iuran Sejak tahun 2014, menjadi salah satu sistem pembayar tunggal terbesar di dunia Biaya per peserta per tahun meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan program asuransi kesehatan sosial (2013) tetapi perlu diingat bahwa biaya ini adalah untuk setiap individu dari total penuduk; dan jika dibandingkan dengan belanja OOP.
Tantangan JKN: Cakupan Penduduk Tantangan dalam penargetan skema non-iuran Kebocoran karena hampir separuh PBI bukan keluarga miskin Tantangan dalam mencakup pekerja bukan penerima upah yang tidak miskin ~10% anggota JKN dengan Claim Ratio jauh di atas serratus persen Adverse Selection, biaya per orang tinggi CAKUPAN PBI BERDASARKAN KELOMPOK TINGKAT PENDAPATAN, 2015 Sumber : BPJS 2014
Tantangan JKN: Paket Manfaat KETERSEDIAAN TES GULA DARAH DAN URIN MENURUT PROVINSI “Komprehensif”, dengan daftar pengecualian Misalnya, layanan tidak mengikuti acuan yang tepat; prosedur kosmetik; prosedur percobaan Penjatahan Tersembunyi (Implicit Rationing) Pembatasan yang berkaitan dengan sisi pemberi layanan, keuangan dan keterbatasan kapasitas manajemen keuangan yang perlu diatasi
Tantangan JKN: Perlindungan Keuangan JKN tidak menerapkan iuran biaya (cost sharing) …. OOP belum banyak berkurang padahal cakupan bertambah OOP yang tinggi pada UHC yang universal dan komprehensif menyebabkan hambatan bagi sistem CAKUPAN JKN DAN PERSENTASE OOP DARI TOTAL BELANJA KESEHATAN
PEMBIAYAAN KESEHATAN Biaya Tunai (OOP) Latar belakang: Kajian sistem pembiayaan kesehatan: fokus kepada pembiayaan kesehatan
Pembayaran tunai (Out-of-Pocket) masih merupakan bagian terbesar dari Belanja Kesehatan Total (THE) 41,4% dari total belanja kesehatan berasal dari pemerintah (belanja anggaran pemerintah dan asuransi sosial), dan sisanya dari swasta (dan sebagian besar dari OOP:45%). Tiga alasan utama mengapa belanja OOP tetap dominan sebagai sumber pembiayaan kesehatan di Indonesia: Tingkat belanja pemerintah untuk kesehatan rendah; Luasnya cakupan dalam JKN belum lengkap; dan Kesiapan sisi pemberi layanan buruk dan obat farmasi bermerek lebih disukai (yang tidak tercantum dalam paket JKN). Menurut kami, data setelah tahun 2013 serupa karena meskipun cakupan meningkat, belanja OOP juga meningkat.
TRANSISI PEMBIAYAAN KESEHATAN, 1995-2014 Indonesia hampir tidak membuat kemajuan dalam “transisi pembiayaan kesehatan” ... Di Indonesia, persentase OOP dari total belanja kesehatan hampir tidak berubah karena peningkatan cakupan maupun pembiayaan publik melalui prabayar dan penghimpunan dana (pooled) untuk kesehatan dibarengi dengan kenaikan yang hampir sama pada belanja OOP per kapita untuk kesehatan. Sebaliknya, negara-negara seperti Thailand, Cina, Vietnam, dan Brasil telah membuat kemajuan yang lebih cepat dalam transisi pembiayaan kesehatan mereka. TRANSISI PEMBIAYAAN KESEHATAN, 1995-2014
OOP juga terjadi pada pengguna asuransi kesehatan Sekitar separuh penduduk masih belum mempunyai perlindungan asuransi kesehatan sosial; Sekitar 43% dari seluruh belanja OOP dilaporkan berasal dari rumah tangga. Belanja kesehatan OOP tahunan mencapai 2,1% dari total belanja konsumsi rumah tangga di mana yang terkaya mempunyai persentase lebih besar. Status Ekonomi Perlindungan Rawat jalan Rawat inap Belanja kesehatan OOP sebagai persentase dari total belanja Dengan perlindungan Tanpa perlindungan Seluruhnya 40% terbawah 56% 17,2% 14,3% 16% 3,2% 1,8% 2,6% 1,6% 1,4% 1,5% 40% menengah 54% 18,3% 16,7% 17,6% 4,7% 2,8% 3,9% 2,3% 1,9% 2,1% 20% teratas 65% 17,9% 18,2% 6,3% 4,4% 2,7% 3,0% 57% 17,8% 15,7% 16,9% 4,3% 2,5% 3,6% Sebuah kajian baru-baru ini mempertegas bahwa pembayaran OOP oleh peserta JKN untuk obat yang tidak tersedia di fasilitas kesehatan adalah alasan yang paling banyak dikutip. Dan, sebagai bagian dari total pengeluaran rumah tangga, belanja OOP lebih tinggi di antara mereka yang mempunyai perlindungan daripada mereka yang tidak mempunyai perlindungan. (Kesinambungan finansial dan efektivitas perlindungan program JKN: Kajian tahun pertama dikelola oleh DJSN, diadakan oleh CHAMPS, UI dan didanai oleh GIZ SPP tahun 2015
Pembiayaan secara tunai (Out-of-Pocket/OOP) Sistem kesehatan yang dibiayai dengan pembayaran OOP oleh pengguna di lokasi layanan pada saat berhubungan dengan provider pemerintah dan/atau swasta. KEUNGGULAN Pasien dapat memilih penyedia layanan. Mencegah pemanfaatan berlebihan layanan yang tidak perlu Jika digabungkan dengan rekening tabungan medis, bisa mendorong pengumpulan dana secara individual dari waktu ke waktu. KELEMAHAN Kesenjangan: mengkaitkan akses ke layanan kesehatan dengan kemampuan untuk membayar. Inefisiensi: menghambat pemanfaatan layanan. Menanggung risiko sendiri: membuka peluang bagi individu-individu terhadap kesehatan maupun guncangan ekonomi yang sangat besar. Membatasi kapasitas redistribusi sistem kesehatan. “Pengguna tidak dipungut biaya” seringkali diperlukan untuk mendorong pemanfaatan layanan. CONTOH Azerbaijan, Nigeria, Afghanistan, Yaman, Sudan>60% dari total belanja kesehatan adalah OOP. Contoh utama lain: Georgia, Singapura, Albania.
Efek belanja tunai (out-of-pocket expenditure) Meskipun belanja OOP untuk kesehatan umumnya bersifat regresif, hal ini tidak terjadi di Indonesia Sebagian besar efek pemiskinan dari belanja kesehatan terjadi tepat di atas garis kemiskinan pada kelompok hampir miskin. BELANJA OOP UNTUK KESEHATAN MENURUT DESIL EKONOMI PEN'S PARADE – PEMISKINAN
PEMBIAYAAN KESEHATAN Sumber Daya Eksternal
Persentase pembiayaan eksternal dari total belanja masih relatif kecil …tapi program2 penting masih tergantung PERSENTASE EKSTERNAL DARI TOTAL BELANJA KESEHATAN DI INDONESIA, 1995-2014
Pesan Penting Total belanja kesehatan dan belanja kesehatan pemerintah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir dan diperkirakan akan terus meningkat untuk memenuhi target pemerintah sebesar 5% dari Anggaran Pusat pada tahun 2016, namun nilai belanja tersebut masih yang terendah di dunia. Rendahnya nilai belanja ini disebabkan oleh rendahnya prioritas dan kemampuan untuk menciptakan pendapatan. Belanja tunai (OOP) masih menjadi persentase terbesar dari Total Belanja Kesehatan (THE), yaitu sekitar 45% pada tahun 2014; sebagian disebabkan oleh jumlah penduduk yang besar dan masih belum tercakup. Kerentanan untuk jatuh miskin akibat guncangan kesehatan masih tinggi. Belanja pemerintah mencapai sekitar sepertiga dari THE; lebih dari 60% belanja terjadi di tingkat daerah dengan transfer antar-pemerintah yang kompleks. JKN adalah salah satu skema asuransi kesehatan sosial terbesar di dunia (60% penduduk Indonesia) meskipun JKN hanya bertanggung jawab atas sebagian kecil dari THE. Kendala yang masih dihadapi adalah salah sasaran dan mencakup pekerja bukan penerima upah yang tidak miskin. Paket manfaat komprehensif tanpa pembiayaan yang memadai menyebabkan terbatasnya ketersediaan layanan. Indonesia membelanjakan dua-per-tiga THE untuk layanan kuratif; lebih dari 65% belanja JKN digunakan untuk rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit. Pembiayaan eksternal untuk kesehatan masih rendah (1% dari THE), namun pembiayaan eksternal tetap memainkan peranan penting dalam beberapa program kesehatan utama.
PERTIMBANGAN KEBIJAKAN
Untuk membuat kemajuan yang besar dalam cakupan layanan dan perlindungan keuangan dalam rangka mewujudkan UHC dan mencapai target SDG pada tahun 2019, Indonesia harus belanja lebih banyak, belanja lebih tepat dan belanja lebih baik. Memastikan Pembiayaan Pemerintah yang Memadai untuk UHC: Sangat penting untuk terus meningkatkan belanja kesehatan pemerintah sebagai syarat yang dibutuhkan, walaupun belum cukup, untuk membuat kemajuan dalam rangka mewujudkan UHC;; Berbagai kendala dalam memperluas ruang fiskal namun ada berbagai opsi. Meningkatkan Efektivitas Transfer Fiskal Antar-Pemerintah guna memperbaiki kuantitas dan kualitas layahan kesehatan, khususnya di daerah-daerah terpencil dan tertinggal dengan: Meningkatkan Kapasitas Pemerintah Daerah untuk menjalankan fungsi Manajemen Keuangan Publik; Memastikan agar ada pertanggungjawaban dengan memperkuat sistem Monev untuk verifikasi independen dan menggunakan sistem akuntabilitas sosial; Memberikan insentif untuk Hasil berupa insentif finansial dan non-finansial kepada kabupaten untuk mencapai standar pelayanan minimum (SPM).
Mengintegrasikan Pembiayaan dari Sisi Pemberi Layanan dan Penerima Layanan untuk meningkatkan Kesiapan Pemberi Layanan (Provider) Pemerintah dan Swasta: Pembayaran kapitasi kepada puskesmas harus dikaitkan dengan pencapaian SPM Tingkat otonomi yang tepat bagi fasilitas kesehatan yang disertai dengan peningkatan kapasitas untuk mengelola pendapatan; Keterlibatan provider swasta juga harus berfokus untuk memastikan kesiapan pemberi layanan dan kapitasi yang memadai; Di tingkat rumah sakit, melalui case based group bisa dilakukan dengan ketentuan layanan diberikan secara memadai. Meningkatkan Fokus pada Layanan Kesehatan Primer, termasuk Layanan Preventif dan Promotif: Menambah beban penyakit tidak menular (NCD) di Indonesia akan menimbulkan peningkatan beban fiskal, belanja OOP atau pembatalan pengobatan; Intervensi yang paling hemat biasanya dilakukan di tingkat penduduk maupun di tingkat layanan primer; Transfer fiskal antar-pemerintahan di sisi pemberi layanan (supply side) maupun pembiayaan di sisi penerima layanan (demand side) melalui kapitasi harus lebih difokuskan pada perbaikan kesiapan pemberi layanan di tingkat layanan primer; Program akreditasi perlu lebih diperkuat.
Hal-hal berikut ini bisa dilakukan berkaitan dengan JKN: Mengikutsertakan keluarga non formal non-miskin dengan mempertimbangkan alternatif lain untuk sosialisasi dan peningkatan kepedulian; Salah penargetan harus dihilangkan dengan memberikan insentif kepada pemerintah daerah; Mempertegas paket manfaat JKN. Mempertahankan dan Beralih ke Program-Program Kesehatan yang Dibiayai secara Eksternal: Meskipun hanya 1% dari THE, pembiayaan eksternal membiayai beberapa program kesehatan prioritas, antara lain seperti HIV/AIDS, TB, malaria dan imunisasi; Sebuah rencana transisi dibuat untuk memastikan agar pelayanan tetap tersedia dan ditingkatkan untuk menghindari dampak-dampak yang merugikan terhadap kesehatan; Perlu berfokus bukan hanya pada jumlah pembiayaan yang dibutuhkan melainkan juga pada tata kelola dan mekanisme pemberian pelayanan yang digunakan..
KONTRIBUSI PROFESI KESEHATAN MASYARAKAT
Memiliki kemampuan untuk melakukan evaluasi permasalahan; Masalah Kesehatan makin Kompleks Masalah Kesehatan memerlukan keahlian khusus Memiliki kemampuan untuk memandang dan mengatasi masalah kesehatan secara sistem (Systems Thinking); Memiliki kemampuan untuk melakukan evaluasi permasalahan; Memiliki kemampuan membuat proyeksi dan mengantisipasi masalah; Meningkatkan keahlian dalam satu bidang khusus tertentu; Menjalin jejaring keilmuan di dalam ataupun antar disiplin ilmu; Menjalin jejaring kerja;
TERIMA KASIH Health Financing System Assessment team Ajay Tandon (lead), Eko S Pambudi, Pandu Harimurti, Emiko Masaki, Ali Subandoro, Puti Marzoeki, Vikram Rajan, Darren Dorkin, Amit Chandra, Chantelle Bodreaux, Melissa Chew, and Nugroho Suharno contact : pharimurti@worldbank.org