Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Perikanan

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Pajak Bumi dan Bangunan(PBB) M-10
Advertisements

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PAJAK BUMI BANGUNAN PBB
Wisnu Haryo Pramudya, S.E.,M.Si.,Ak
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan M-12
PAJAK BUMI BANGUNAN PBB
Pajak Bumi & Bangunan.
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Pertemuan #3 PENDAFTARAN, PENDATAAN, DAN PENILAIAN PBB
PBB dan Bea Meterai Fakultas Hukum UI.
Pajak Bumi dan Bangunan
DASAR HUKUM UU No. 12 Tahun 1985 jo UU No. 12 Tahun 1994

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
1 (UU NO.12/1985 jo. UU NO.12/1994) NJOP ? 3 (1 ). Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yaitu : Harga rata2 y g diperoleh dari.
PENGENAAN PBB SEKTOR PERKEBUNAN PERHUTANAN DAN PERTAMBANGAN
Tahapan Persiapan Pengalihan PBB P2 dan BPHTB sebagai Pajak Daerah
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN Presented by: Rika Lidyah,S.E.,M.Si.
Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak PBB Mohamad Tarjono, S.Pd.
Wisnu Haryo Pramudya, S.E.,M.Si.,Ak
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/Pmk
PENGANTAR PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PAJAK BUMI BANGUNAN PBB
Pedoman Pemeriksaan Lapangan Dalam Rangka Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-07/PJ/2017.
Penilaian Kembali (Revaluasi) Aktiva Tetap
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PMK- 70 /PMK
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
OLEH: PUTU SAMAWATI, S.H.,M.H
PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN, PEMBETULAN SURAT PEMBERITAHUAN, DAN KETERLAMBATAN.
DASAR HUKUM PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Dan Perolehan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, Atau Pengambilalihan Usaha PERATURAN MENTERI.
KEBERATAN DAN BANDING PAJAK
Pembayaran Pajak Secara Elektronik
PENETAPAN SAAT DIPEROLEHNYA DIVIDEN DAN DASAR PENGHITUNGANNYA OLEH WAJIB PAJAK DALAM NEGERI ATAS PENYERTAAN MODAL PADA BADAN USAHA DI LUAR NEGERI SELAIN.
DANA PERIMBANGAN (1) (DANA BAGI HASIL PBB, BPHTB)
PAJAK BUMI BANGUNAN (PBB) DAN PAJAK DAERAH
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
SURAT KETETAPAN PAJAK DAN SURAT TAGIHAN PAJAK
SURAT KETERANGAN DOMISILI BAGI SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI INDONESIA DALAM RANGKA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL.
DANA BAGI HASIL PBB & BPHTB
Pedoman Pemeriksaan Lapangan Dalam Rangka Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2017.
PERTEMUAN 10 SURAT PEMBERITAHUAN 8 MEI 2011 Surat Pemberitahuan.
Dasar Pengenaan dan Perhitungan PBB
Hukum Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PAJAK ?.
Pengantar Pajak Bumi dan Bangunan
Pertemuan #2 PENGANTAR PBB (PAJAK BUMI DAN BANGUNAN)
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
UNDANG-UNDANG Nomor 12 TH 1984 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PAJAK BUMI BANGUNAN PBB
KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI
PAJAK PENAMBAHAN NILAI
PENGANTAR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Latihan Penghitungan PBB P2 dan P3
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
UNDANG - UNDANG PAJAK BUMI & BANGUNAN
Pajak Bumi dan Bangunan
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN Pertemuan 2
UPAYA HUKUM WAJIB PAJAK KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
DASAR HUKUM PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PETUNJUK Materi berikut adalah materi tambahan tentangPajak Bumi dan bangunan, cetak dan pelajarilah ! Kerjakan soal-soal PBB, soal dalam fiile exel, di.
PBB Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak bumi dan bangunan
Pajak Bumi & Bangunan.
DASAR HUKUM PBB SEKTOR PERKEBUNAN PER DIRJEN SEDIRJEN UU PBB.
Transcript presentasi:

Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Perikanan UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1985 (Berlaku sejak tanggal 1 Januari 1986) UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1994 (Berlaku sejak tanggal 1 Januari 1995) PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 2002 (Berlaku sejak tanggal 13 Mei 2002) PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PMK - 23/PMK.03/ 2014 (Berlaku sejak tanggal 1 Januari 2014) PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PMK - 139/PMK.03/ 2014 (Berlaku sejak tanggal 11 Juli 2014) PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2014 (Berlaku sejak tanggal 1 Januari 2015) PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 42/PJ/2015 (Berlaku sejak tanggal 1 Januari 2016) SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 22/PJ.6/1999 (Berlaku sejak tanggal 23 April 1999) SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 30/PJ.6/1999 (Berlaku sejak tanggal 17 Mei 1999)

Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang nomor 12 Tahun 1994

Objek Pajak (Pasal 1 Ayat 1 dan 2 UU No. 12 Tahun 1985) Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya, meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan

Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB (Pasal 3 UU No. 12 Tahun 1994) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan

Subjek Pajak dan Wajib Pajak (Pasal 4 UU No. 12 Tahun 1985) mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau; memperoleh manfaat atas bumi, dan atau; memiliki bangunan, dan atau; menguasai bangunan, dan atau; memperoleh manfaat atas bangunan Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak

Dasar Pengenaan Pajak (Pasal 6 Ayat 1 dan 2 UU No. 12 Tahun 1985) harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar Dasar pengenaan PBB Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya ditetapkan per wilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bupati/Walikota serta memperhatikan : nilai perolehan baru penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pengganti

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) NJOPTKP (Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak) merupakan batasan dari nilai NJOP yang tidak kena pajak, atau batas dimana WP tidak terutang Pajak (Treshhold) Pasal 2 Ayat 3 dan 4 PMK No. 23/ PMK.03/ 2014 Penyesuaian besarnya NJOPTKP PBB menetapkan nilai NJOPTKP untuk selain PBB P2 sebesar Rp. 12.000.000 Ilustrasi : NJOP = Rp10.000.000,00 NJOPTKP = Rp12.000.000,00 NJOP < NJOPTKP = Tidak terutang pajak Besarnya NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp8.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak Penyesuaian besarnya NJOPTKP ditetapkan oleh Menteri Keuangan Pasal 3 Ayat 3 dan 4 UU no. 12 Tahun 1994

Dasar Penghitungan Pajak Pasal 1 PP No. 25 Tahun 2002 Besarnya persentase NJKP yaitu : Objek pajak dan perkebunan, kehutanan dan pertambangan sebesar 40 % dari NJOP Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan) : - apabila NJOP-nya≥ Rp1.000.000.000,00 adalah 40% - apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20% Dasar Penghitungan Pajak Nilai Jual Kena Pajak/NJKP (assessment value) adalah nilai jual yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan pajak, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya Ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional NJKP ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP Pasal 6 Ayat 3 UU no. 12 Tahun 1985

Objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan meliputi objek pajak: Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (Pasal 2 PMK No. 139/PMK.03/2014) Objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan meliputi objek pajak: Sektor perkebunan Sektor perhutanan Sektor pertambangan Sektor lainnya

PBB Sektor Perkebunan (1) PER -31/PJ/2014 Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkebunan, yang selanjutnya disebut PBB Perkebunan, adalah Pajak Bumi dan Bangunan yang dikenakan atas bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan PBB Sektor Perkebunan diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER -31/PJ/2014 Tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan

PBB Sektor Perkebunan (2) (Pasal 3 PMK No. 139/PMK.03/2014) Kegiatan Usaha Perkebunan meliputi: Usaha budidaya tanaman perkebunan yang diberikan Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B); dan Usaha budidaya tanaman perkebunan yang terintegrasi dengan usaha pengolahan hasil perkebunan yang diberikan Izin Usaha Perkebunan (IUP) Kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan meliputi: Wilayah yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan yang mempunyai hak guna usaha atau yang sedang dalam proses mendapatkan hak guna usaha; dan Wilayah di luar hak guna usaha atau yang sedang dalam proses mendapatkan hak guna usaha yang merupakan satu kesatuan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan Wilayah yang sedang dalam proses mendapatkan hak guna usaha meliputi: Wilayah yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan yang hak guna usahanya sedang dalam proses perpanjangan; dan Wilayah yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan dan telah memiliki izin usaha perkebunan yang hak guna usahanya wajib diselesaikan

Objek PBB Perkebunan (Pasal 3 PER -31/PJ/2014) Bumi Areal yang dikenakan PBB Perkebunan, berupa: Areal Produktif; Areal Belum Produktif, meliputi areal yang belum diolah, yang sudah diolah tetapi belum ditanami; dan pembibitan Areal Tidak Produktif; Areal Pengaman; dan Areal Emplasemen; Areal yang tidak dikenakan PBB Perkebunan, berupa Areal Lainnya Bumi Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan Bangunan 

Pendaftaran Objek PBB Perkebunan (Pasal 5 dan 6 PER -31/PJ/2014) Subjek pajak atau Wajib Pajak melakukan pendaftaran objek pajak atau pemutakhiran data objek pajak PBB Perkebunan dengan cara : Harus ditandatangani oleh subjek pajak atau Wajib Pajak, jika bukan subjek pajak atau Wajib Pajak, maka harus dilampiri dengan surat kuasa khusus Merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPOP Mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) Mengisi Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP) Bentuk formulir menggunakan format sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II Peraturan DJP ini Bentuk formulir menggunakan format sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I Peraturan DJP ini Harus disampaikan ke KPP paling lama 30 hari setelah tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP oleh subjek pajak atau Wajib Pajak tanggal tanda diterima, dalam hal SPOP dan LSPOP disampaikan secara langsung oleh KPP Pratama tanggal tanda terima, dalam hal SPOP dan LSPOP diterima secara langsung di KPP Pratama Tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP adalah:  Tanggal disampaikannya SPOP dan LSPOP adalah:  tanggal bukti pengiriman, dalam hal SPOP dan LSPOP dikirim oleh KPP Pratama melalui pos atau jasa pengiriman lainnya tanggal bukti pengiriman, dalam hal SPOP dan LSPOP diterima di KPP Pratama melalui pos atau jasa pengiriman lainnya

Dasar Pengenaan PBB Perkebunan (1) (Pasal 8 PER -31/PJ/2014) NJOP merupakan hasil penjumlahan antara NJOP bumi dan NJOP bangunan NJOP bumi merupakan hasil perkalian antara total luas areal objek pajak yang dikenakan dengan NJOP bumi per meter persegi NJOP bangunan merupakan hasil perkalian antara total luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi NJOP bumi per meter persegi merupakan hasil konversi nilai bumi per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP bumi. NJOP bangunan per meter persegi merupakan hasil konversi nilai bangunan per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bangunan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP bangunan

Dasar Pengenaan PBB Perkebunan (2) (Pasal 9 PER -31/PJ/2014) Areal Emplasemen dan areal yang belum diolah pada Areal Belum Produktif, ditentukan melalui perbandingan harga tanah sejenis yang ada disekitarnya Nilai bumi per meter persegi merupakan hasil pembagian antara total nilai bumi dengan total luas areal objek pajak yang dikenakan PBB Perkebunan Areal Produktif, ditentukan melalui perbandingan harga tanah yang ada disekitarnya ditambah dengan SIT Nilai bumi per meter persegi untuk masing-masing areal objek pajak berupa: areal yang sudah diolah tetapi belum ditanami dan areal pembibitan pada Areal Belum Produktif, ditentukan melalui penyesuaian terhadap nilai bumi per meter persegi untuk areal yang belum diolah pada Areal Belum Produktif Total nilai bumi merupakan jumlah dari perkalian luas masing-masing areal objek pajak yang dikenakan PBB Perkebunan dengan nilai bumi per meter persegi masing-masing areal objek pajak dimaksud Areal Pengaman, ditentukan melalui penyesuaian terhadap nilai bumi per meter persegi Areal Produktif; dan Areal Tidak Produktif, ditentukan melalui penyesuaian terhadap nilai bumi per meter persegi untuk areal yang belum diolah pada Areal Belum Produktif

Ilustrasi Pengenaan PBB pada Sektor Perkebunan (1) PBB Sektor Perkebunan PT. ANC, sebuah perkebunan sawit di Pulau Sumatra pada tahun 2011 telah menyampaikan SPOP dengan rincian data sebagai berikut : Tanah 1)      Area kebun Tanaman usia 2 tahun, dengan luas 300 Ha, NJOP per m2 Rp 1.700,00 ; Standar Investasi Tanaman Rp 2.866.000,00 per Ha Tanaman sudah menghasilkan, dengan luas 200 Ha, NJOP per m2 Rp 1.700,00 ; Standar Investasi Tanaman Rp 5.784.000,00 per Ha 2)      Area Emplasemen Kantor, luas 1 Ha, NJOP Rp 14.000,00 per m2 Gudang, luas 2 Ha, NJOP kelas 147 (Rp 10.000,00 per m2) Pabrik, luas 2 Ha, NJOP Rp 10.000,00 per m2 Mess karyawan, luas 2 Ha, NJOP per m2 Rp 14.000,00

Ilustrasi Pengenaan PBB pada Sektor Perkebunan (2) Bangunan Kantor 800 m2, kelas 072 (Rp 700.000,00 per m2) Gudang 1.200 m2, NJOP Rp 505.000,00 per m2 Pabrik 4.500 m2, kelas 084 (Rp 365.000,00 per m2) Mess karyawan 2.000 m2, kelas 072 (Rp 700.000,00 per m2) Catatan : 50% mess terbakar pada tahun 2010 berdasarkan berita acara kepolisian setempat. Hitung PBB perkebunan tersebut, NJOPTKP Rp 10.000.000,00. SPPT perkebunan diterima tanggal 04-03-2011, dilunasi 9-12-2011.   Hitung PBB terutang!

Ilustrasi Pengenaan PBB pada Sektor Perkebunan (3) Jawaban : Tanah 1) Area kebun Tanaman usia 2 thn = 3000.000 x Rp 1.700,00 = Rp 5.100.000.000,00 SIT = 300 x Rp 2.866.000,00 = Rp 859.000.000,00 Tanaman menghasilkan= 2000.000 x Rp 1.700,00= Rp 3.400.000.000,00 SIT = 200 x Rp 5.784.000,00 = Rp 1.156.800.000,00 2) Area implasemen a. Kantor = 10.000 x Rp 14.000,00 = Rp 140.000.000,00 b. Gudang = 20.000 x Rp 10.000,00 = Rp 200.000.000,00 c. Pabrik = 20.000 x Rp 10.000,00 = Rp 200.000.000,00 d. Mess karyawan = 20.000 x Rp 14.000,00 = Rp 280.000.000,00 + NJOP tanah = Rp 11.335.800.000,00

Ilustrasi Pengenaan PBB pada Sektor Perkebunan (4) Bangunan 1) Kantor = 800 x Rp 700.000,00 = Rp 560.000.000,00 2) Gudang = 1.200 x Rp 505.000,00 = Rp 606.000.000,00 3) Pabrik = 4.500 x Rp 365.000,00 = Rp 1.642.500.000,00 4) Mess karyawan = 1.000 x Rp 700.000,00 = Rp 700.000.000,00 + NJOP bangunan = Rp 3.508.500.000,00 NJOP gabungan = Rp 14.844.300.000,00 NJOPTKP = Rp 10.000.000,00 – NJOPKP = Rp 14. 834.300.000,00 PBB terutang pusat= 0,5% x 40% x Rp 14.834.300.000,00 = Rp 29.668.600,00 Denda telat = 4 x 2% x Rp 29.668.600,00 = Rp 2.373.488,00 + PBB terutang yang dibayar = Rp 32.042.088,00

PBB Sektor Perhutanan (1) (PER - 42/PJ/2015) Pajak Bumi dan Bangunan sektor perhutanan, yang selanjutnya disebut PBB Perhutanan, adalah Pajak Bumi dan Bangunan yang dikenakan atas bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan PBB Sektor Perhutanan diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER -42/PJ/2015 Tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perhutanan

Kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan meliputi: PBB Sektor Perhutanan (2) (Pasal 4 PMK No. 139/PMK.03/2014) Kegiatan usaha perhutanan meliputi kegiatan usaha perhutanan yang diberikan: Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu; Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu; Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu; Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu; Hak Pengusahaan Hutan; Hak Pemungutan Hasil Hutan; Izin lainnya yang sah, antara lain berupa penugasan khusus terkait dengan usaha pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan pada hutan produksi Kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan meliputi: wilayah yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan yang diberikan izin; dan wilayah di luar wilayah yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan yang diberikan izin yang merupakan satu kesatuan dan digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan

Areal yang dikenakan PBB Perhutanan, berupa: Objek PBB Perhutanan (Pasal 3 PER - 42/PJ/2015) Bumi Areal yang dikenakan PBB Perhutanan, berupa: Areal Produktif,meliputi: a) areal yang ditanami pada Hutan Tanaman; b) areal blok tebangan pada Hutan Alam dengan izin pemanfaatan/pemungutan hasil hutan kayu; dan c) areal blok pemanenan pada Hutan Alam dengan izin pemanfaatan/pemungutan hasil hutan bukan kayu; Areal Belum Produktif, meliputi: a) areal yang belum ditanami baik areal yang belum diolah dan/atau sudah diolah pada Hutan Tanaman; b) areal yang dapat ditebang selain blok tebangan pada Hutan Alam dengan izin pemanfaatan/pemungutan hasil hutan kayu;dan c) areal yang dapat dipanen selain blok pemanenan pada Hutan Alam dengan izin pemanfaatan/pemungutan hasil hutan bukan kayu; Areal Tidak Produktif; Areal Pengaman; dan/atau Areal Emplasemen; Areal yang tidak dikenakan PBB Perhutanan, berupa Areal Lainnya, yaitu areal yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan yang tidak dikenakan PBB Bangunan Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan

Pendaftaran Objek PBB Perhutanan (Pasal 5 PER - 42/PJ/2015) Subjek pajak melakukan pendaftaran objek pajak PBB Perhutanan atau Wajib Pajak melakukan pemutakhiran data objek pajak PBB Perhutanan dengan cara : Mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) Mengisi Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP) dengan jelas, benar, dan lengkap, serta dilampiri dokumen pendukung antara lain berupa rencana kerja usaha, rencana kerja tahunan dan peta areal kerja Bentuk formulir SPOP menggunakan format sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal ini Bentuk formulir LSPOP menggunakan format sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal ini

NJOP merupakan hasil penjumlahan antara NJOP bumi dan NJOP bangunan Dasar Perhitungan PBB Perhutanan – NJOP Bumi (1) (Pasal 7 PER - 42/PJ/2015) NJOP bumi per meter persegi merupakan hasil konversi nilai bumi per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi NJOP bumi Nilai bumi per meter persegi merupakan hasil pembagian antara total nilai bumi dengan total luas areal objek pajak yang dikenakan PBB Perhutanan Besarnya PBB Perhutanan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) NJOP bumi merupakan hasil perkalian antara total luas areal objek pajak yang dikenakan PBB Perhutanan dengan NJOP bumi per meter persegi Total nilai bumi merupakan jumlah dari perkalian luas masing-masing areal objek pajak yang dikenakan PBB Perhutanan dengan nilai bumi per meter persegi masing-masing areal objek pajak dimaksud NJKP merupakan persentase tertentu dari NJOP yang besarnya ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai penetapan besarnya NJKP NJOP merupakan hasil penjumlahan antara NJOP bumi dan NJOP bangunan

Dasar Perhitungan PBB Perhutanan – NJOP Bumi (2) (Pasal 8 PER - 42/PJ/2015) Nilai bumi per meter persegi untuk masing-masing areal objek pajak berupa: a.) Areal Produktif ditentukan melalui hasil pembagian antara nilai bumi Areal Produktif dengan luas Areal Produktif b.) Areal Belum Produktif ditentukan melalui perbandingan harga tanah yang ada di sekitarnya c.) Areal Emplasemen ditentukan melalui perbandingan harga tanah yang ada di sekitarnya d.) Areal Pengaman ditentukan melalui penyesuaian terhadap nilai bumi per meter persegi Areal Belum Produktif e.) Areal Tidak Produktif ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Untuk Hutan Alam merupakan hasil perkalian pendapatan bersih setahun dengan Angka Kapitalisasi Pendapatan bersih setahun ditentukan sebesar pendapatan kotor setahun dikurangi Biaya Produksi setahun, sebelum tahun pajak Untuk Hutan Tanaman ditentukan melalui penyesuaian nilai bumi per meter persegi areal belum produktif dikalikan luas areal, produktif kemudian ditambah dengan SIT Pendapatan kotor setahun diperoleh dari jumlah produksi hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu setahun, dikalikan dengan harga jual rata-rata hasil hutan dalam setahun sebelum tahun pajak Biaya Produksi setahun ditentukan sebesar Rasio Biaya Produksi dikalikan pendapatan kotor setahun Harga jual rata-rata hasil hutan merupakan harga jual rata-rata hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu yang terjadi secara wajar

NJOP merupakan hasil penjumlahan antara NJOP bumi dan NJOP bangunan Dasar Perhitungan PBB Perhutanan – NJOP Bangunan (Pasal 9 PER - 42/PJ/2015) NJOP merupakan hasil penjumlahan antara NJOP bumi dan NJOP bangunan Total nilai bangunan merupakan jumlah nilai bangunan masing-masing bangunan NJOP bangunan merupakan hasil perkalian antara total luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi Nilai bangunan untuk masing-masing bangunan ditentukan sebesar biaya pembangunan baru dikurangi penyusutan Nilai bangunan per meter persegi merupakan hasil pembagian antara total nilai bangunan dengan total luas bangunan

Ilustrasi Pengenaan PBB pada Sektor Perhutanan (1) PBB sektor Kehutanan PT Nusa Indah usaha perhutanan di Kalimantan Barat tahun 2012 telah menyampaikan SPOP sebagai berikut : Tanah 1)   Areal produktif tanah hutan blok tebangan berupa kayu meranti Luas 200 Ha, kelas 198 2)   Areal belum produktif tanah hutan non blok tebangan Luas 4.000 Ha, kelas 198 (Rp 200,00) 3)   Areal : Log ponds (tempat penampungan kayu di air) Rp 2,7 per m2, luas 10 Ha, kelas 523 Log yards (penumpukan kayu di darat), luas 5 Ha, kelas 198 (Rp 200,00) 4)   Areal lainnya berupa tanah rawa, luas 100 Ha, kelas 200 (Rp 140,00) 5)   Areal implasemen Pabrik 20.000 m2, kelas 188 (Rp 670,00) Gudang 2.000 m2, kelas 188 (Rp 670,00) Kantor 1.000 m2, kelas 188 (Rp 670,00) Perumahan 10.000 m2, kelas 185 (Rp 910,00)

Pabrik 1.000 m2, kelas 088 (Rp 264.000,00 per m2) Ilustrasi Pengenaan PBB pada Sektor Perhutanan (2) Bangunan Pabrik 1.000 m2, kelas 088 (Rp 264.000,00 per m2) Gudang 500 m2, Rp 264.000,00 per m2 Kantor 1.000 m2, kelas 086 (Rp 310.000,00 per m2) Perumahan 5.000 m2, kelas 086 (Rp 310.000,00 per m2) Angka kapitalisasi adalah 8,5 sedangkan hasil bersih tahun sebelumnya ialah sebesar Rp 1.000.000.000,00 Hitung PBB yang harus dibayar oleh PT Nusa Indah dengan NJOPTKP sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 23/PMK.03/2014!

2)Areal blm produktif = 40.000.000 x Rp 200,00 = Rp 8.000.000.000,00 Ilustrasi Pengenaan PBB pada Sektor Perhutanan (3) Jawaban : Tanah 1) Areal produktif = 8,5 x Rp 1.000.000.000,00  = Rp    8.500.000.000,00 2)Areal blm produktif = 40.000.000 x Rp 200,00 = Rp    8.000.000.000,00 3)Areal : Log Ponds = 100.000 x Rp 2,7  = Rp        270.000,00 Log Yards = 50.000 x Rp 200,00  = Rp    10.000.000,00 + Total areal = Rp 10.270.000,00

Ilustrasi Pengenaan PBB pada Sektor Perhutanan (4) 4)Areal lainnya  = 1000.000 x Rp 140,00 = Rp       140.000.000,00 5) Areal implasemen a.    Pabrik = 20.000 x Rp 670,00  = Rp         13.400.000,00 b.   Gudang  = 2.000 x Rp 670,00 = Rp           1.340.000,00 c.    Kantor  = 1.000 x Rp 670,00 = Rp              670.000,00 d.   Perumahan  = 10.000 x Rp 910,00 = Rp           9.100.000,00 + Total areal implasemen = Rp 24.510.000,00 + NJOP tanah  = Rp   16.674.780.000,00 Bangunan 1)   Pabrik = 1.000 x Rp 264.000,00  = Rp    264.000.000,00 2)   Gudang = 500 x Rp 264.000,00  = Rp    132.000.000,00 3)   Kantor = 200 x Rp 310.000,00 = Rp      62.000.000,00 4)   Perumahan = 5.000 x Rp 310.000,00 = Rp  1.550.000.000,00 + NJOP bangunan = Rp  2.008.000.000,00

NJOP Gabungan = Rp 18.682.780.000,00 NJOPTKP = Rp 24.000.000,00 - Ilustrasi Pengenaan PBB pada Sektor Perhutanan (5) NJOP Gabungan = Rp 18.682.780.000,00 NJOPTKP = Rp        24.000.000,00 - NJOPKP = Rp 18.658.780.000,00 PBB terutang  = 0,5% x 40% x Rp 18.658.780.000,00       =Rp. 37.317.560,00

PBB Sektor Perikanan PBB Sektor Perikanan diatur dalam Surat Edaran DJP Nomor SE-22/PJ.6/1999 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-16/PJ.6/1998 Tanggal 30 Desember 1998 Khusus Untuk Pengenaan PBB Bidang Usaha Perikanan dan Surat Edaran DJP Nomor SE - 30/PJ.6/1999 Tentang Penjelasan Pengenaan PBB Sektor Pedesaan Dan Perkotaan Dan Penyempurnaan Tata Cara  Pengenaan PBB Sektor Perkebunan, Serta Usaha Bidang Perikanan

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bidang Usaha Perikanan (No. 2 SE DJP Nomor SE - 22/PJ.6/1999) Perikanan laut/sungai ditentukan sebagai berikut : Areal penangkapan ikan adalah sebesar 10 x Hasil Bersih setahun sebelum tahun pajak berjalan; Areal pembudidayaan ikan adalah sebesar 8 x Hasil Bersih setahun sebelum tahun pajak berjalan; Areal emplasemen dan areal lainnya, adalah sebesar luas areal dikalikan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan; Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar luas bangunan dikalikan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa bangunan yang disusun berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan Perikanan darat sebagai berikut : Areal pembudidayaan ikan adalah sebesar luas areal dikalikan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan, ditambah dengan Jumlah Biaya Investasi Tambak menurut jenisnya;

Usaha Bidang Perikanan (SE-22/PJ.6/1999) : Bidang Usaha Perikanan (No. 2 Poin 2.2 SE DJP Nomor SE - 30/PJ.6/1999) Usaha Bidang Perikanan (SE-22/PJ.6/1999) : a.) termasuk dalam pengertian tiram pada surat edaran tersebut di atas adalah tiram mutiara b.) yang dimaksud dengan areal lainnya pada surat edaran tersebut di atas adalah areal lainnya di daratan c.) besarnya NJOP perairan ditentukan berdasarkan korelasi garis lurus ke samping dengan klasifikasi NJOP permukaan bumi berupa tanah di sekitarnya d.) besarnya NJOP untuk areal pembudidayaan ikan yang belum menghasilkan atau areal pembenihan (pembiakan) ikan adalah sebesar luas areal perairan dikalikan dengan NJOP perairan, ditambah dengan biaya investasi pembenihan ikan dalam satu tahun yang terdiri dari biaya bibit dan pemeliharaan e.) besarnya NJOP untuk areal perairan untuk pengamanan serta kepentingan lainnya adalah sebesar luas areal dikalikan dengan NJOP perairan

Ilustrasi Pengenaan PBB pada Sektor Perikanan (1) Perhitungan PBB untuk Perikanan Laut PT. Ikan Dorang berlokasi di Maluku, tahun 2011 telah menyampaikan SPOP ke KPP Pratama Maluku yang telah diverifikasi oleh pejabat penilai. A. Obyek Bumi : a.) Perikanan laut Area Perikanan : Data kosong/tidak terdaftar Area Budidaya : Data kosong/tidak terdaftar Pendapatan bersih 2010 : Rp. 2 Milyar dengan angka kapitalisasi 10 b.) Areal Pelabuhan Khusus = 7 hektar è Rp 100.000/m (kelas 079)

Ilustrasi Pengenaan PBB pada Sektor Perikanan (2) c.) Areal Emplasmen Kamar Pendingin : 1.000 m è Rp 7.150/m (kelas 088) Gudang : 800 m è Rp 7.150/m (kelas 088) Kantor : 600 m è Rp 82.000/m (kelas 080) Laboratorium : 450 m è Rp 82.000/m (kelas 080) Dermaga : 2.500 m è Rp 7.150/m (kelas 088) B. Bangunan : Kamar Pendingin : 600 m è Rp 595.000/m (kelas 025) Gudang : 800 m è Rp 365.000/m (kelas 028) Kantor : 200 m è Rp 429.000/m (kelas 027) Lab : 300 m è Rp 429.000/m (kelas 027) Darmaga : 200 m è Rp 595.000/m (kelas 025) NJOPTKP Maluku 2011 : Rp 10.000.000

SPPT diterima tanggal 10/05/2011, dibayar tanggal 10/01/2012 Ilustrasi Pengenaan PBB pada Sektor Perikanan (3) SPPT diterima tanggal 10/05/2011, dibayar tanggal 10/01/2012 Hitung PBB terhutang + denda yang harus dibayar! Jawaban : NJOP tanah (bumi) a.  Pendapatan bersih 2010  Rp 2.000.000.000 x 10 = Rp  20.000.000.000 b.  Pelabuhan khusus   7 x 10.000 x Rp.100 = Rp          7.000.000 c.   Implasemen                                                                                  Kamar pendingin    1000 x Rp 7.150 = Rp           7.150.000 Gudang                     800 x Rp 7.150 = Rp           5.720.000 Kantor                       600 x Rp 82.000 = Rp         49.200.000

Kamar pendingin 600 x Rp 595.000 = Rp 357.000.000 Ilustrasi Pengenaan PBB pada Sektor Perikanan (4) Lab             450 x Rp 82.000 = Rp         36.900.000 Dermaga     2.500 x Rp 7.150 = Rp         17.875.000 + Total NJOP bumi = Rp  20.123.845.000 NJOP Bangunan : Kamar pendingin    600  x Rp 595.000 = Rp       357.000.000 Gudang                     800  x Rp 365.000 = Rp       292.000.000 Kantor                       200  x Rp 429.000 = Rp         85.800.000 Lab                            300  x Rp 429.000 = Rp       128.700.000 Dermaga                  2000 x Rp 595.000 = Rp    1.190.000.000 Total NJOP bangunan = Rp    2.053.500.000 + NJOP Total = Rp  22.177.345.000 NJOPTKP = Rp          10.000.000 -

PBB terhutang pusat 0,5% x Rp. 8.866.938.000 = Rp 44.344.690 Ilustrasi Pengenaan PBB pada Sektor Perikanan (5) NJOPKP = Rp  22.167.345.000 NJKP  40% x Rp. 22.167.345.000 = Rp    8.866.938.000 PBB terhutang pusat 0,5% x Rp. 8.866.938.000 = Rp 44.344.690 Denda  3 x 2% x Rp 44.344.690 = Rp   2.660.081 - Total = Rp  46.994.771

THANKS Contact us for further information Graha surveyor bld lv 19-suite 1902c jl. gatot subroto kav 56, Jakarta 12950 Indonesia phone : +62215279470 email :tbrights@tbrights.com