Peranan Perempuan Dalam Pembangunan yang berperspektif Gender Dra. Budi Wahyuni, MM,MA PKBI - DIY
KONSEP GENDER Segala sesuatu (peran) yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari suatu kelas ( ekonomi, sosial, politik) ke kelas yang lain. Peran laki-laki di sektor Publik, Perempuan di sektor domestik.
Perbedaan gender Dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikonstruksikan secara sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara. Melalui proses panjang sosialisasi adil gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan (kodrat).
Revolusi industri berdasarkan perbedaan jenis kelamin Revolusi industri berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Muncul ketidakadilan terhadap perempuan. Perempuan digambarkan sebagai “alam” yang bercirikan hal-hal yang pasif statis, permisip, domestik dan lembut (Simone de Beavoir) Lelaki justru sebaliknya, cirinya sebagai pendobrak,aktif,menguasai publik dan tegar. Fase revolusi Industri adalah fase dimana kekuatan fisik adalah faktor yang sangat menentukan maka kaum perempuan praktis terpinggirkan dari proses reproduksi.
Dalam masyarakat sederhana perbedaan jenis kelamin untuk saling melengkapi dan mengisi serta penuh dengan harmoni, sebaliknya di masyarakat industri perbedaan tersebut dipakai untuk meniadakan dan merendahkan harkat perempuan dalam upaya meninggikan status laki-laki. Budaya patriarchi (laki-laki dominan) sejalan dengan revolusi industri yang menjadi pilar utama peradaban barat.
WID dan GAD Women in Development Perempuan dalam pembangunan, bagaimana melibatkan perempuan, seperti partisipasi, peran bisa sekedar hadir, mendengarkan. Perempuan dianggap sebagai masalah. Gender in Development Perspektif keadilan antara laki-laki dan peempuan, karena pembagian peran yang tidak imbang atau tidak setara menimbulkan masalah. Yang dibutuhkan adalah perspektif gender. Perspektif perempuan karena akibat ketidak adilan gender perempuan lebih banyak ditugikan (menjadi korban ).
Akibat Ketidak-adilan Gender Sub-ordinasi Kekerasan Terhadap Perempuan Marginalisasi Perempuan Beban ganda Stereotype
Contoh - contoh Kasus Sub-ordinasi : Bukan sebagai subyek namun lebih sebagai obyek, bukan pengambil keputusan namun sekedar menjalankan keputusan. Marginalisasi : PRT, TKW, Buruh perempuan, IRT. Stereotype : Seksi, Cantik, Menarik. Beban ganda : Pencari nafkah, pengatur rumah tangga, pendidik anak, dll. Kekerasan terhadap perempuan : Kekerasan Phisik, Kekersana seksual, Ekonomi, Sosial
Kasus Perempuan Caleg Sudah terlibat sejak awal sebagai kader Parpol, pada saat penentuan nomor urut caleg menduduki urutan bawah dengan alasan selama ini tidak terlibat dalam kepengurusan. Rapat lebih banyak di adakan pada malam hari, yang selama ini tidak aman dan tidak nyaman bagi perempuan Dilematis dengan dana yang harus disediakan bagi caleg, selama ini perempuan bukan pekerja yang profesional.
Kasus Perempuan sebagai Subyek Hukum Seorang perempuan mencuri susu bayi di supermarket di hukum lebih lama dibanding laki-laki yang mencuri ayam, dengan alasan Seorang perempuan tidak layak mencuri, sebagai panutan keluarga. Seorang laki-laki demi anak dan istrinya terpaksa mencuri untuk memenuhi kebutuhan keluarga, bentuk tanggungjawab seorang laki-laki sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah utama.
Kasus KDRT Tidak terungkap karena bukan delik biasa namun delik aduan. Perempuan korban cenderung diam karena malu. Masyarakat tidak mungkin intervensi karena harus ada laporan dari korban. Alasan saumi melakukan kekerasan, untuk mendidik biar jera. Aparat penegak hukum belum akomodatif
Kasus Nikah Siri (poligami) Perempuan butuh kepastian atau legalitas Perempuan tidak mampu mengambil keputusan untuk menolak, pada akhirnya dari “korban” menjadi “pelaku” Kedua perempuan (istri I & Istri ke II ) sesungguhnya adalah korban.
Kasus TKW Ditipu untuk dicarikan pekerjaan Sebagai agunan hutang Ditipu pekerjaan tidak sesuai yang dijanjikan Rentan terhadap kekerasan ( seksual ), ekonomi (gaji tidak diberikan).
Kasus KTD dan Aborsi Perempuan dengan kehamilan diluar nikah Menikah belum tentu bisa Melanjutkan kehamilan akan terlahir bayi tanpa akta kelahiran lengkap Putus sekolah (SMP-SMU) Aborsi, illegal, mahal, unsafe abortion Stigma.
Kasus Rekayasa Tubuh Perempuan Rekayasa tubuh perempuan untuk melakukan operasi organ tubuh perempuan untuk mengejar stereotipe perempuan yang berhisung mancung, bibir tipis, mata lebar, payudara besar, pantat besar, vagina sempit atau lentur, dengan resiko yang tidak pernah diperhitungkan sebelumnya kecuali biaya. Perempuan tidak punya otonomi untuk mengelola tubuhnya sekalipun. Konstruksi gender yang timpang telah mengantarkan perempuan sebagai obyek termasuk kepuasan seksual.
Konstruksi dan pelanggengan Ketidak-adilan Gender Keluarga : Pola asuh Masyarakat : sistem Negara : produk hukum Diperkuat oleh tafsir agama yang disampaikan secara terus menerus oleh para ahli agama yang masih bias gender.
Beberapa peraturan yang bias gender KUHAP UU 1 / 1974 UU Kesehatan 23/ 1982 UU Kesejahteraan Keluarga 10/1982 Peraturan Sekolah dalam hal pendidikan UU ke – Imigrasian UU Pajak
Peraturan yang sedang diusulkan RUU Perlindungan Saksi. RUU Kesehatan Reproduksi Revisi KUHAP Perubahan UU Perkawinan Yang sudah ada : Inpres 9/2000 PUG UU Konvensi Perempuan 7/1984 UU PKDRT
UU Penghapusan Diskriminasi terhadap perempuan No 7/1984 Konvensi Perempuan menyatakan ketidaksetaraan antara perempuan dan laki-laki adalah hasil dari konstruksi sosial. Oleh karena itu tindakan pro aktif harus dilakukan untuk menghapuskannya. Menurut pasal 1 Konvensi Perempuan adalah semua bentuk perbuatan : yang berdampak atau bertujuan mendiskriminasikan akan dinyatakan sebagai diskriminasi. Definisi ini membantu untuk mengenali hukum atau kebijakan yang mungkin tidak bertujuan untuk mendiskriminasi namun dalam pelaksanaannya menghasilkan diskriminasi. Konvensi perempuan memandatkan bahwa baik aturan hukum maupun kebijakan atau tindakan harus dilakukan untuk menjamin HAP
Prinsip non Diskriminasi Pasal 1 Konvensi : diskriminasi terhadap perempuan berarti setiap pembedaan, pengucilan dan pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusiadan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial,budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan laki-laki dan perempuan.
Dengan demikian semua perbuatan yang : mengucilkan (exclusion), membatasi (restriction), membedakan (distinction) yang dibuat berdasarkan jenis kelamin yang berdampak (effect) atau bertujuan ( purpose) untuk meniadakan pengakuan (recognition), penikmatan (enjoyment) atau penggunaan ( exercise) hak dan kebebasan fundamental lainnya bagi perempuan Parameter diskriminasi adalah HAM dan Kebebasan Pokok di bidang Poleksosbud dan Sipil Menghapuskan dikhotomi Privat & Publik Mengakui bahwa peranan stereotipe perempuan dan laki-laki merupakan sumber diskriminasi.
Article 5-16 mendefinisikan berbagai area dimana Negera Peserta berkewajiban untuk menghapuskan diskriminasi melalui berbagai tindakan yang disebutkan dalam pasal 1-4. Article 5: Peran stereotipe dan prasangka Article 6: Prostitusi Article 7: Kehidupan Publik dan Politik Article 8: Partisipasi pada tingkat Internasional Article 9: Kewarganegaraan Article 10: Hak yang sama dalam Pendidikan Article 11: Ketenagakerjaan Article 12: Kesehatan dan kreluarga Berencana Article 13: Ekonomi dan Manfaat Sosial Article 14: Perempuan Pedesaan Article 15: Persamaan di muka hukum Article 16: Perkawinan dan Hukum Keluarga
Pemberdayaan Bukan sekedar melibatkan, partisipasi Bukan peran ganda perempuan Proses yang mendukung seseorang berani mengambil keputusan dalam berbagai pilihan yang ada setelah mempertimbangkan manfaat dan resiko yang ditimbulkan.
Prinsip Pemberdayaan (perempuan) Berbagai aktivitas yang dirancang secara khusus, melalui penjajagan kebutuhan untuk mendorong terciptanya sistem dan struktur yang memungkinkan (kondusif) bagi perempuan mendapatkan hak-haknya sebagai manusia yang dijamin dalam deklarasi universa tentang hak asasi manusia (DUHAM)
Gender in Development Perspektif keadilan antara laki-laki dan peempuan, karena pembagian peran yang tidak imbang atau tidak setara menimbulkan masalah. Yang dibutuhkan adalah perspektif gender. Perspektif perempuan karena akibat ketidak adilan gender perempuan lebih banyak ditugikan (menjadi korban ).
Kebutuhan Praktis Gender Menjawab kebutuhan mendesak yang mendasar Berkaitan dengan kondisi nyata (konkrit) Tidak mempertanyakan persoalan sub-ordinasi perempuan Kebutuhan semata-mata berasal dari dan menguatkan peran-peran reproduktif dan produktif.
Contoh : Kebutuhan praktis Pengadaan air bersih Perawatan kesehatan Peningkatan pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan hidup keluarga Rumah dan fasilitas-fasilitas dasar Bahan makanan untuk keluarga Akses dan peluang terhadap berbagai jenis suymberdaya seperti modal, kredit, informasi, ketrampilan, pengetahuan,dsb.
Kebutuhan Strategis Gender Dihapuskannya pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin yangtidak adil terhadap perempuan dan laki-laki Jika ditangani, akan merubah pola relasi laki-laki dan perempuan kearah yang lebih setara. Mempertanyakan sistim hubungan laki-laki dan perempuan Dimaksudkan untuk memecahkan masalah sub-ordinasi gender
Contoh : Kebutuhan strategis gender Dihapuskannya pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin yang tidak adil terhadap perempuan atau laki-laki. Dihilangkannya beban pekerjaan domestik atau rumah tangga dan pengasuhan anak yang ditanggung hanya oleh satu jenis kelamin saja. Dihapuskannya bentuk-bentuk diskriminasi resmi seperti sistem pewarisan yang lebih menguntungkan salah satu pihak (laki-laki atau perempuan) saja Adanya hak bagi perempuan untuk mengatur potensi reproduksinya. Cara-cara mengatasi kekerasan oleh satu jenis kelamin ke lainnya , termasuk kekerasan seksual, kekerasan pada anak.