Oleh: Dr. La Ode Hasiara, S.E.,M.M., M.Pd.,Ak,.CA

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM
Advertisements

MEKANISME PENGHITUNGAN PPN
Pajak Pertambahan Nilai: Introduction
Pengenalan Pajak Surakarta, 6 Januari 2012 BIDANG P2HUMAS KANWIL DJP JAWA TENGAH II.
PAJAK KONSUMSI DALAM NEGERI
Pengusaha Kena Pajak.
KONSEP DASAR PAJAK.
Pajak Pertambahan Nilai
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PERMOHONAN PENGEMBALIAN PEMBAYARAN PAJAK
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
AKUNTANSI PAJAK Pertemuan 1
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM
PERTEMUAN #2 HAK DAN KEWAJIBAN WP
Tim dosen Pengantar Pajak DIA FISIP UI
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
Penggolongan Pajak dan Sistem Pemungutan Pajak
PERTEMUAN #1 PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM PPN
KANTOR WILAYAH DJP JAWA BARAT I GEDUNG BPP API JAWA BARAT, 10 FEBRUARI 2010 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI.
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PPN 40.
Hukum Pajak Pokok Bahasan : Filosofi Pemungutan Pajak
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH
PPN & PPn BM - Mekanisme PPN.
DASAR-DASAR PERPAJAKAN, KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
KONSEP DASAR PERPAJAKAN
PENGANTAR PERPAJAKAN Pajak adalah iuran kepada negara (dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak menurut peraturan-peratura,dengan tidak mendapat.
Dasar- dasar perpajakan
Pengantar KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
PERPAJAKAN DASAR-DASAR Mata Kuliah: Perpajakan
Pengantar PPN.
PPPPM bagi PKP Tertentu dan PKP yang melakukan kegiatan usaha Tertentu
AKUNTANSI PAJAK PPN Sebagaimana kita ketahui, fihak yang dikenakan kewajiban untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (disingkat PPN) adalah Pengusaha Kena.
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
PPN DAN PPnBM Aris Munandar, SE, M.Si.
KELOMPOK 9 TENTANG PPN dan PPnBM
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
MATERI KULIAH PENGERTIAN PPN HISTORY PPN DAN PPn BM DI INDONESIA
SUBYEK PAJAK Adalah Semua manusia yang lahir dengan status kewarganegaraannya ditetapkan sebagai WNI. Sehingga semua orang yang berdomisili di Indonesia.
Jika terjadi penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP, PKP wajib memungut PPN yang terutang dan memberikan Faktur Pajak sebagai bukti pungutan pajak [ Memori.
Oleh Tunas Hariyulianto, SE., MSi.
Pertemuan 05 Pembagian jenis pajak, obyek pajak dan subyek pajak
Penggolongan, tarif dan sanksi pajak
ASSALAMU’ALAIKUM Wr.Wb.
Pajak Konsumsi dan Pajak Pertambahan Nilai
PEMUNGUT PPN Niken Nindya H, SE., MSA., CA..
MATERI KULIAH PRINSIP DASAR PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
Jenis Pajak Menurut subjek pajaknya Menurut sifat pemungutannya
SUBYEK PPN & PPn BM PENGERTIAN PENGUSAHA KENA PAJAK PENGUSAHA KECIL
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
Oleh: I Putu Nuratama, S.E., M.Si., Ak
PPN.
Pengantar Perpajakan (Seri ke-2)
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
Materi 5.
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn- BM)
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Undang-undang no.42/2009 EDWIN HADIYAN 1 1.
PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH oleh Nisa Putri Bagaswati
PERPAJAKAN.
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PENDAHULUAN PPN merupakan pengganti dari pajak penjualan. Alasan penggantian ini karena pajak penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung.
PERMOHONAN PENGEMBALIAN PEMBAYARAN PAJAK
Transcript presentasi:

Oleh: Dr. La Ode Hasiara, S.E.,M.M., M.Pd.,Ak,.CA Karakteristik PPN Oleh: Dr. La Ode Hasiara, S.E.,M.M., M.Pd.,Ak,.CA

Y = C + I PPN PBB PPh

Pajak atas Konsumsi Sales Tax / Pajak Penjualan (PPn) Value Added Tax (VAT) / Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Sejarah PajakTidak Langsung Pajak Pembangunan I (PPb I) Mulanya sukarela 1 Juni 1947 resmi dipungut atas rumah makan UU No 32 Tahun 1956 dilimpahkan ke Pemda Pajak Peredaran 1950 (Ppe 1950) Dikenakan atas penyerahan barang/jasa di Indonesia Dikenakan tiap jalur distribusi Satu tarif (single rate) 2,5% Bersifat kumulatif Pajak Penjualan (PPn 1951) UU Darurat No 19 Tahun 1951, berlaku 1 Oktober 1951 Ditingkatkan jadi Undang-Undang dg UU No 35 tahun 1953 Single stage tax pada tingkat pabrikan (manufacturer’s sales tax) Mengalami perluasan objek 18 jenis jasa Mengalami perluasan objek umtuk impor Pajak Pertambahan Nilai (PPN 1984)

Latar Belakang penggantian Pajak Penjualan dengan Pajak Pertambahan Nilai UU PPn 1951 Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951, Pajak Penjualan berlaku di Indonesia sejak 1 Oktober 1951  Undang-undang ini dinamakan UU PPn 1951 Dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 1953, UU Darurat tersebut ditetapkan menjadi Undang-undang UU PPN 1984 dalam “Reformasi Sistem Perpajakan Nasional 1983” yang lebih dikenal dengan sebutan “Tax Reform 1983”, diganti dengan Pajak Pertambahan Nilai.

Latar Belakang penggantian Pajak Penjualan dengan Pajak Pertambahan Nilai UU PPn 1951 telah berulang kali diubah sehingga sulit dipahami sehingga sulit dilaksanakan; dalam pelaksanaannya UU PPn 1951 menimbulkan pengenaan pajak berganda sehingga PPn menjadi tidak netral baik dalam perdagangan di dalam negeri maupun internasional; mengandung dualisme sistem pemungutan, yaitu bagi wajib pajak yang mampu menyelenggarakan pembukuan menggunakan “self assessment system” sedangkan bagi yang tidak mampu menyelenggarakan pembukuan menggunakan “official assessment system”. variasi tarif yang cukup banyak, sampai 9 macam tarif, menyulitkan tindakan pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak. Tidak mendorong ekspor Tidak mengatasi penyelundupan

Kelebihan PPN Mencegah pengenaan pajak berganda Netral dalam perdagangan dalam dan luar negeri Membantu likuiditas pengusaha. PPN atas perolehan barang modal dapat diperoleh kembali pada bulan perolehan, sesuai dengan consumption type VAT dan indirect subtraction method Dari sudut pandang negara mendapat predikat money maker karena konsumen selaku pemikul beban pajak tidak merasa dibebani oleh pajak tersebut sehingga memudahkan fiskus memungutnya

Kelemahan PPN Biaya administrasi tinggi bila dibandingkan dengan pajak tidak langsung lainnya, baik dari administrasi fiskus maupun WP Menimbulkan dampak regresif, yaitu semakin tinggi tingkat kemampuan konsumen, semakin ringan beban pajakyang dipikul, sebaliknya semakin rendah tingkat kemampuan konsumen, semakin berat beban pajakyang dipikul. Dampak ini timbul dari konsekuensi karakteristik PPN sebagai pajak objektif PPN rawan penyelundupan. Akibat dari mekanisme pengkreditan pajak masukan yg merupakan upaya memperoleh kembali pajak yang sudah dibayar oleh pengusaha Menuntut pengawasan yang lebih tinggi

Karakteristik PPN Pajak Tidak Langsung Pajak Objektif Pajak atas konsumsi umum dalam negeri Multi Stage Tax Indirect Subtraction Method/Credit Method/Invoice Method Bersifat netral Tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda Menggunakan tarif tunggal

PPN adalah PAJAK TIDAK LANGSUNG Dlm hal Pembeli sdh membayar harga barang dan PPN kepada Penjual sama halnya dengan Pembeli sudah menyetor PPN ke Kas Negara. Dlm hal Penjual tidak memungut PPN dari Pembeli, me-rupakan tanggung jawab Penjual, bukan tanggung jawab Pembeli. NEGARA Pemikul beban (destinataris) pajak PPN Penanggung jawab PENJUAL BARANG PEMBELI PPN 10

Pajak Tidak Langsung Karakter PPN sebagai pajak tidak langsung ini menimbulkan konsekuensi yuridis bahwa antara pemikul beban pajak (destinataris pajak) dengan penanggung jawab atas penyetoran pa-jak ke kas negara berada pada pihak-pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak ini berada pada pembeli Barang Kena Pajak (BKP) atau penerima Jasa Kena Pajak (JKP). Sedangkan penang-gung jawab atas pelaporan/penyetoran pajak ke kas negara adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bertindak selaku penjual BKP atau pengusaha JKP selaku pengusaha yang me-nyerahkan JKP. Oleh karena itu apabila terjadi penyimpangan pemungutan PPN, fiskus akan meminta pertanggungjawaban kepada Penjual BKP atau Pengusaha JKP tersebut, bukan kepada pembeli, walaupun pembeli kemungkinan juga berstatus sebagai PKP

Pajak Tidak Langsung Sebagai Pajak Tidak Langsung, pengertian Pajak Pertambahan Nilai dapat dirumuskan berdasar dua sudut pandang sebagai berikut: Sudut pandang ilmu ekonomi, beban pajak dialihkan kepada pihak lain, yaitu pihak yang akan mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi obyek pajak. Sudut pandang ilmu hukum, tanggung jawab pembayaran pajak kepada kas negara tidak berada ditangan pihak yang memikul beban pajak. Sudut pandang ilmu hukum ini membawa konsekuensi filosofis bahwa : apabila pembeli atau penerima jasa telah membayar pajak yang terutang kepada penjual atau pengusaha jasa, pada hakekatnya sama dengan telah membayar pajak tersebut ke kas negara. dalam hal (PKP) penjual tidak memungut pajak dari pembeli dengan alasan apapun, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penjual, bukan tanggung jawab pembeli.

Pajak Objektif Timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak yang juga disebut objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak ikut menentukan. PPN tidak membedakan antara konsumen orang pribadi dengan konsumen berbentuk badan, antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dengan yang berpenghasilan rendah. Sepanjang mereka mengonsumsi barang atau jasa dari jenis yang sama, mereka diperlakukan sama. Sebagai pajak objektif PPN menimbulkan dampak regresive yaitu semakin tinggi kemampuan konsumen semakin ringan beban pajak yang dipikul, semakin rendah kemampuan konsumen, semakin berat beban pajak yang dipikul. Untuk mengurangi dampak regresif ini, terhadap konsumen yang mengonsumsi BKP yang tergolong mewah dikenakan PPnBM di samping PPN.

Pajak atas konsumsi umum dalam negeri Pajak atas konsumsi mengandung makna bahwa : PPN bukan pajak atas kegiatan bisnis. Pemikul beban pajak adalah konsumen.

Sebagai pajak atas konsumsi sebenarnya tujuan akhir PPN adalah mengenakan pajak atas pengeluaran untuk konsumsi (a tax on consumption expenditure) baik yang dilakukan oleh perseorangan maupun oleh badan baik badan swasta maupun badan Pemerintah dalam bentuk belanja barang atau jasa yang dibebankan pada APBN/APBD. Karena konsumen tidak semata‑mata mengonsumsi barang tetapi juga mengonsumsi jasa, maka PPN selain dikenakan atas konsumsi barang juga dikenakan atas konsumsi jasa.

Spesifikasi “dalam negeri”, merupakan refleksi dari prinsip destinasi (destination principle) yang diadopsi dalam UU PPN 1984. Sebagai pajak atas konsumsi umum dalam negeri, PPN hanya dikenakan atas konsumsi BKP dan/atau JKP yang dilakukan di dalam negeri. Oleh karena itu, komoditi impor dike-nakan PPN dengan persentase yang sama dengan produk domestik.

Dalam kaitan dengan arus barang atau jasa yang melintas batas wilayah negara (cross border area), PPN mengenal dua prinsip pemungutan, yaitu : Prinsip tempat asal (origin principle); Prinsip tempat tujuan (destination principle).

Apabila dikehendaki ada sifat netral PPN di bidang perdagangan internasional, maka prinsip yang dianut adalah prinsip tempat tujuan (destination principle). Dalam prinsip ini, komoditi impor akan menanggung beban pajak yang sama dengan barang produksi dalam negeri. Karena kedua jenis komoditi tersebut sama-sama dikonsumsi di dalam negeri, maka akan dikenakan pajak dengan beban yang sama.

Netral Karakteristik PPN sbg pajak konsumsi menempatkan PPN pada posisi netral yaitu netral baik atas pola konsumsi, pola produksi maupun pola distribusi. Netralitas PPN dibentuk oleh dua faktor yaitu : PPN dikenakan baik atas konsumsi barang maupun jasa. Dalam pemungutannya, PPN menganut prinsip tempat tujuan (destination principle).

Singgle Rate (tarif tunggal)

Tipe Konsumsi (Consumption Type VAT) Dalam conpsumtion type value added tax semua pembelian yang digunakan untuk produksi yaitu pembelian BKP termasuk barang modal dikurangkan dari penghitungan nilai tambah. Jadi dasar pengenaan pajaknya terbatas pada pembelian untuk keperluan konsumsi. Tidak terjadi pengenaan pajak lebih dari satu kali terhadap barang modal, karena pembelian barang modal dikeluarkan dari dasar pengenaan pajak. Hal ini memberi sifat netral PPN terhadap pola produksi. Pengusaha bebas memilih apakah mau menggunakan sistem produksi padat modal atau padat karya, PPN tidak akan ikut menentukan.

PPN tipe konsumsi ini memiliki beberapa nilai positif, yaitu: Membantu likuiditas perusahaan, karena seluruh Pajak Masukan atas pembelian BKP ternmasuk Barang Modal yang digunakan dalam proses produksi segera dapat dikreditkan. Menunjang iklim investasi yang sehat. Mendorong pengusaha secara berkala melakukan regenesari alat produksi barang modal karena dikenakan pajak tidak lebih dari satu kali. Tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda (bersifat non kumulasi).

indirect subtraction method Indirect Subtraction Method adalah metode penghitungan PPN yang akan disetor ke kas negara dengan cara mengurangkan pajak atas perolehan dengan pajak atas penyerahan barang atau jasa

Untuk menghitung PPN atas nilai tambah dapat dilakukan melalui tiga metode yaitu : Subtraction method (metode pengurangan secara langsung), yaitu dengan cara mengalikan tarif PPN dengan selisih antara harga jual dengan harga beli. Indirect subtraction method (metode pengurangan secara tidak langsung), yaitu dengan cara mengurangkan PPN yang dipungut oleh penjual atau pengusaha jasa atas penyerahan barang atau jasa, dengan PPN yang dibayar kepada penjual atau pengusaha jasa lain atas perolehan barang atau jasa. Addition method (metode penghitungan nilai tambah), yaitu mengalikan tarif PPN dengan hasil penjumlahan unsur-unsur nilai tambah.

Multi Stage Levy namun Non Kumulatif Multi stage tax adalah karakteristik PPN yang mempunyai makna PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produk­si maupun jalur distribusi. Setiap penyerahan barang yang menjadi obyek PPN mulai dari tingkat pabrikan (manufacturer) kemudian ditingkat pedagang besar (wholesaler) dalam berbagai bentuk atau nama sampai dengan tingkat pedagang pengecer (retailer) dikenakan PPN.

Mekanisme PPN Mekanisme umum Mekanisme khusus

Mekanisme Umum PPN PKP yg melakukan penyerahan BKPJKP) wajib memungut PPN daripembeli/penerima BKP/JKP dg membuat FP. PPN yg tercantum dlm FP merupakan PK (Out Put Tax) bagi PKP Penjual BKP/JKP, yg sifatnya sbg pjk yg harus dibayar (hutang pjk). Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yg dikenakan PPN, PPN tersebut merupakan PM (Out Put Tax), yg sifatnya sbg pajak yg dibayar di muka, sepanjang BKP/JKP yg dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya. Untuk setiap masa pajak (setiap bulan), apabila jumlah PK lebih besar dari pada PM, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara. Dan sebaliknya, apabila jumlah PM lebih besar dari pada PK, maka selisih tersebut dapat di kompensasi ke masa pajak berikutnya atau diminta kembali (restitusi) Pengusaha Kena Pajak di atas wajib menyampaikan Laporan Perhitungan PPN setiap bulan (SPT Masa PPN) ke Kantor Pelayanan Pajak

Mekanisme Khusus PPN Secara umum PPN yg terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP dipungut oleh PKP Penjual. Dg demikian, pembeli BKP/JKP yg bersangkutan wajib membayar kpd PKP Penjual sbsr harga jual ditambah PPN yg terutang Namun demikian, apabila yg bertindak sebagai pembeli BKP/JKP tsb berstatus Pemungut PPN (Pembeli Khusus), PPN yg terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak dipungut oleh PKP Penjual, malainkan disetor langsung ke kas negara oleh Pemungut PPN tsb. Dg demikian, Pemungut PPN hanya membayar kpd PKP Penjual sebesar harga jual, sedangkan PPN-nya (10%) disetor langsung ke kas negara. Pemungut PPN (Pembeli Khusus) terdiri dari ; Bendahara Pemerintah Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi