HUKUM NASIONAL DAN PENTAATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL Oleh: Kelompok 2
TINJAUAN TEORI Pasal 27 yang mengatur hukum nasional dan pentaatan perjanjian internasional diusulkan oleh Pakistan serta didukung oleh sejumlah negara penting lainnya. Pasal ini mengatakan bahwa hukum nasional tidak dapat menjadi jastifikasi bagi gagalnya pelaksanaan suatu perjanjian internasional.
Ketentuan tersebut merupakan penegasan kembali dari sebuah prinsip yang terdapat dalam hukum kebiasaan internasional. Harvard Draft mengatakan: kecuali ditentukan lain dalam perjanjian internasional itu sendiri, suatu negara tidak dapat beralasan bagi gagalnya pelaksanaan PI karena ketentuan hukum nasionalnya, atau kerana organisasi tata kepemerintahan atau karena sistem konstitusi negara tersebut.
Pendapat Delegasi: Terdapat hierarki yang berbeda tentang peraturan perundang-undangan di kebanyakan negara…. Ketetapan yang terdapat dalam PI, ketika diterapkan dalam hukum nasional maka harus menyesuaikan diri dengan hierarki tersebut.
KASUS EASTERN GREENLAND Pihak yang bersengketa: Denmark vs. Norwegia Gugatan Denmark didaftarkan pada 12 Juli 1931.
FAKTA HUKUM Greenland ditemukan sekitar tahun 900M dan ditempati orang Norwegia di sisi pantai sebelah barat.
Pada tahun 1380, Greenland dikuasai oleh Kerajaan Denmark-Norwegia Pada tahun 1380, Greenland dikuasai oleh Kerajaan Denmark-Norwegia. Ketika itu Denmark dan Norwegia disatukan dalam satu kerajaan. Perlahan, warga yang menempati pantai barat berkurang. Pada tahun 1500 tidak ada yang tersisa. Orang Norwegia kembali menempat pantai barat pada abad 18.
Pada perang Leipzig 1813, Napoleon mengalami kekalahan Pada perang Leipzig 1813, Napoleon mengalami kekalahan. Salah satu musuh dalam pertarungan tersebut adalah Kerajaan Swedia. Setelah sebelumnya kehilangan Finlandia, Swedia ingin menjadikan Norwegia sebagai jaminan untuk perbatasan Barat. 14 Januari 1814, Raja Danish Fredrik VI menyerah, lalu memutuskan hubungan dengan Napoleon. Ia menyerahkan Norwegia ke Swedia, kecuali wilayah Greenland, Kep. Farroe dan Iceland. Hal tersebut mengakhiri persatuan antara Norwegia dan Denmark.
Sejak saat itu, beberapa ekspedisi Denmark mengekplorasi Greenland Sejak saat itu, beberapa ekspedisi Denmark mengekplorasi Greenland. Pemerintah Denmark juga memberi konsesi kepada pihak tertentu untuk mengekplorasi Greenland. Perumahan orang Denmark di pantai timur pertama kali didirikan tahun 1894. Tahun 1905 Denmark menetapkan batas garis perairan di sekeliling seluruh Greenland.
Tahun 1908 Denmark mengumumkan UU yang mengatur penguasaan Greenland. Wilayah pantai timur juga sering dikunjungi oleh orang Norwegia. Hal ini memunculkan protes dari pemerintah Denmark. Antara tahun 1915-1921, Denmark membuat tawaran (overture) diplomatik tentang Greenland.
Dalam usul diplomatik tersebut, disebutkan bahwa Denmark memiliki kedaulatan di seluruh Greenland. Denmark minta semua pihak mengakui kedaulatan tersebut. Pada 22 Juli 1919, Menlu Norwegia (M. Ihlen) memanggil Menlu Denmark. Ihlen mengatakan bahwa “Pemerintah Norwegia tidak berkeberatan atas usul tersebut”. “the Norwegian Government would not make any difficulties in the settlement of this question”.
Atas jawaban tersebut, Denmark membuat persiapan untuk menempatkan seluruh Greenland dalam kekuasaan efektif (effective administration) Denmark. Sebelum mengambil langkah ini, sekali lagi Denmark bertanya ke Swedia dan Norwegia. Swedia menyatakan tidak berkeberatan, sementara Norwegia mengajukan usul agar pemburu dan nelayan Norwegia dibolehkan beroperasi tanpa batas di wilayah tersebut.
Denmar menolak usul Norwegia. Berdalih pada jawaban M Denmar menolak usul Norwegia. Berdalih pada jawaban M. Ihlen pada tahun 1919, Denmark pada tanggal 10 Mei menempatkan seluruh Greenland ke dalam wilayah kekuasaan Denmark. 1923 terjadi negosiasi kedua negara tersebut. Denmark membolehkan Norwegia untuk berburu, nelayan serta kegiatan ilmiah di Greenland.
Soal kedaulatan keduanya masih berselisih Soal kedaulatan keduanya masih berselisih. Denmark bersikukuh bahwa seluruh Greenland adalah wilayah kedaulatan Denmark. Norwegia berpendapat bahwa wilayah Denmark di Greenland hanya terbatas pada wilayah yang dikuasai secara efektif.
Norwegia berpendapat bahwa wilayah yang tidak berada dibawah kekuasaan efektif (not under effective Danish administration), sebagai wilayah yang ditemukan (terra nullius) dan karenanya merupakan wilayah kedaulatan Norwegia.
Pemerintah Norwegia memberi nama wilayah tersebut sebagai “Eirik Raudes Land”.
Tahun 1925, Norwegia memprotes UU Denmark yang menguasai Greenland Tahun 1925, Norwegia memprotes UU Denmark yang menguasai Greenland. Menurut Norwegia, kekuasaan Denmark tidak dapat diterapkan di wilayah pantai timur. Tahun 1931, kedua negara sepakat membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional.
TUNTUTAN PARA PIHAK Denmark meminta Mahkamah untuk memberi putusan mengenai deklarasi penguasaan yang dilakukan oleh Pemerintah Norwegia pada 10 Juli 1931 berikut setiap tindakan yang terkait dengan hal tersebut sebagai tindakan yang melanggar hukum yang ada, dan karenanya merupakan tindakan yang tidak tidak sah (unlawful) tidak berlaku (invalid).
TUNTUTAN PARA PIHAK 2. Norwegia meminta Mahkamah untuk memutuskan dan mendaklarasikan bahwa Denmark tidak memiliki kedaulatan atas Eirik Raudes Land dan Norwegialah yang memiliki kedaulatan atas daerah tersebut. 3. Masing-masing pihak menuntut agar biaya perkara para pihak ditanggung oleh lawan masing-masing. TUNTUTAN PARA PIHAK
Mahkamah memenangkan Denmark. RINGKASAN PUTUSAN Mahkamah memenangkan Denmark. Denmark awalnya memiliki kedaulatan atas seluruh Greenland yang dibuktikan dengan penguasaan yang terus-menerus serta tidak ada konflik (peaceful), sampai kemudian muncul sengketa. Dalam pandangan Mahkamah, hal tersebut merupakan bukti yang cukup bagi Denmark bahwa ia terlebih dahulu menguasai seluruh Greenland sampai ada proklamasi dari Norwegia (kejadian proklamasi disebut critical date).
Untuk melanjutkan klaim kedaulatan, dibutuhkan dua elemen: Niat dan keinginan untuk bertindak sebagai pihak yang menguasai (intention and will to act as sovereign). Tindakan nyata yang menunjukkan penguasaan tersebut (actual exercise or display of such authority).
Khusus untuk elemen kedua, kurangnya tindakan nyata dari Denmark atas penguasaan Greenland bisa dimaklumi oleh praktik hukum internasional karen dua hal, yakni kekuasaan Denmark tidak pernah ditentang hingga tahun 1921, dan kondisi alam yang sulit.
Mahkamah juga melihat bahwa pada saat pemukiman pertama di Greenland, konsep kedaulatan modern belum ada. Baru pada abad 13 dan 14 konsep kedaulatan modern bisa diterapkan, yakni adanya hak bagi Raja Norway atas Greenland merupakan bentuk penguasaan atas seluruh Greenland, tidak terbatas pada wilayah permukiman. Kedaulatan tersebut bahkah tidak hilang ketika pemukiman di Greenland tidak ada lagi.
Mahkamah juga menolak tafsir Norwegia bahwa kata “Greenland” hanya merujuk pada wilayah yang ditempati, tapi tidak seluruh Greenland. Mahkamah membebankan pembuktian atas tafsir tersebut kepada Norwegia. Norwegia tidak dapat membuktikannya.
Mahkamah selanjutnya berpendapat bahwa kedaulatan yang sebelumnya dimiliki oleh Raja Norway dan Denmark (yang dikenal Raja Norway) diteruskan menjadi milik Denmark.
Terkait dengan tawaran (overture) yang dilakukan oleh Denmark, Mahkamah melihat bahwa hal tersebut untuk mengamankan (to secure) pengakuan kedaulatan yang telah ada atas seluruh Greenland. Sebelumnya menurut Norwegia, hal tersebut merupakan permintaan izin dari Denmark untuk meluaskan kedaulatan yang sebelumnya menjadi seluruh Greenland.
2. Mahkamah melihat bahwa sejak pemisahan kedua negara melalui Perjanjian Kiel, Greenland masuk ke dalam kedaulatan Denmark. Hal ini ditunjukkan bahwa Norwegia sebelumnya tidak berupaya menguasai satu bagian pun dari Greenland.
Mengenai deklarasi M. Ihlen pada 22 Juli 1919, Norwegia melihat bahwa peryataan tersebut bukan bentuk pengakuan, karena untuk hal yang penting harus mendapat persetujuan Ketua Dewan (King of Coucil) Norwegia. Jika pemerintah Norwegia tahu bahwa Denmark akan menerapkan rezim monopoli atas Greenland, tentu Norwegia akan merespon negatif. Selain itu jawaban tidak dilakukan secara tertulis.
Mahkamah berpendapat bahwa “tanggapan seorang Menteri Luar Negeri atas nama pemerintah terkait dengan pertanyaan suatu perwakilan diplomatik negara asing adalah mengikat kedua belah pihak”. Atas pernyataan lisan M.Ihlen, Mahkamah menyatakan bahwa atas peryataan tersebut Norwegia berkewajiban menahan diri untuk menentang penguasaan Denmark atas seluruh Greenland.
Mahkamah memutuskan bahwa deklarasi Norwegia pada 10 Juli 1931 dan setiap tindakan yang terkait denganya adalah tindakan yang melanggar hukum yang ada, dan karenanya merupakan tindakan yang tidak tidak sah (unlawful) tidak berlaku (invalid). Tentang biaya, Mahkamah memutuskan bahwa biaya masing-masing ditanggung masing-masing.
DISSENTING OPINION M.ANZILOTTI Jawaban lisan M.Ihlen membuat Norwegian memiliki kewajiban untuk tidak menentang perluasan kedaulatan Denmark atas seluruh Greenland. Menurut M. Anzilotti, tidak ada peraturan dalam hukum internasional yang mensyaratkan kesepakatan internasional harus tertulis.
Tentang kompetensi M. Ihlen, M Tentang kompetensi M.Ihlen, M.Anzilotti mengatakan bahwa sudah menjadi hukum kebiasaan internasional untuk menempatkan Menlu sebagai wakil langsung dari kepala negara. Denmark tidak ada hubungan dengan pengaturan internal konstitusi Norwegia.
Satu-satunya kesepakatan antara kedua pihak adalah tawaran (overture) dari Denmark pada Juli 1919 dan jawaban yang dilakukan oleh M.Ihlen. Adanya tawaran tersebut menunjukkan adanya keraguan Denmark atas penguasaan seluruh Greenland.
Menurut M.Anzilotti, seharusnya Mahkamah tidak memutus “invalid”, karena invalid berarti tidak ada. Pada saat critical date, Norwegia berdaulat atas terra nulius. Seharusnya Mahkamah mengakui adanya terra nulius terlebih dahulu. Terra nulius sah menjadi wilayah Norwegia. Pernyataan M.Ihlen, menjadikan Norwegia membolehkan pengambil alihan seluruh Greenland oleh Denmark.
DISSENTING OPINION M.VOGT M.Vogt juga melihat bahwa pada saat critical date, Denmark tidak memiliki kedaulatas atas seluruh Greenland. Ia mendasarkan adanya tawaran (overture) diplomatik dari Denmark antara tahun 1915-1921. Menurt M.Vogt, pernyataan M.Ihlen janji yang valid dan mengikat. Tapi sifat mengikat ini hilang kerena ternyata Denmark menerapkan rezim eksklusifitas atas seluruh Greenland. M.Vogt berpendapat bahwa terra nulius tetap dibawah kedaulatan Norwegia.
TERIMAKASIH