SYARA’ MAN QABLANA & MAZHAB SHAHABAT DALIL SYAR’I (3) SYARA’ MAN QABLANA & MAZHAB SHAHABAT
POKOK BAHASAN (1) PANDANGAN TERHADAP DALIL SYAR’I YANG DIPERSELISIHKAN ULAMA (2) SYARA’ MAN QABLANA Pengertian dan Contoh Pandangan Ulama ttg Syara’ Man Qablana Tarjih (3) MAZHAB SAHABAT Pandangan Ulama ttg Madzhab Shahabat
PANDANGAN THD DALIL-DALIL SYAR’I YANG DIPERSELISIHKAN
PANDANGAN THD DALIL-DALIL YANG DIPERSELISIHKAN Telah dibahas sebelumnya, bahwa dalil-dalil syar’i yang mu’tabar (kuat) hanya empat: (1) ِAl Qur`an (2) As Sunnah (3) Ijma’ Shahabat (4) Qiyas Syar’i Lalu bagaimanakah pandangan terhadap dalil-dalil syar’i lainnya? Ada dua prinsip pandangan terpenting sebagai berikut :
PANDANGAN THD DALIL-DALIL YANG DIPERSELISIHKAN Pertama, dalil-dalil syar’I yang lain, seperti Syara’ Man Qablana, Madzhab Shahabat, Istihsan, dan Mashalih Mursalah, tidak dianggap dalil syar’i yang mu’tabar (dianggap kuat). Sebab dalil-dalil syar’i yang lain tsb kehujjahannya hanya didasarkan pada dalil zhanni, bukan dalil qath’i. Taqiyuddin An Nabhani, As Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 3/404; M. Husain Abdullah, Al Wadhih fi Ushul Al Fiqh, hlm. 135; Atha bin Khalil, Taisir Al Wushul Ilal Ushul, hlm. 112.
PANDANGAN THD DALIL-DALIL YANG DIPERSELISIHKAN
PANDANGAN THD DALIL-DALIL YANG DIPERSELISIHKAN Kedua,, namun hukum syara’ yang diistinbath berdasarkan dalil-dalil syar’i yang lain itu, tetap dianggap hukum syara’. Sebab mempunyai syubhatud dalil. Syubhatud dalil adalah dalil yang marjuh (lemah secara tarjih), baik syubhatud dalil itu berupa dalil ijmali (sumber hukum) maupun dalil tafshili (ayat/hadits tertentu). Taqiyuddin An Nabhani, As Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 3/404; M. Husain Abdullah, Al Wadhih fi Ushul Al Fiqh, hlm. 135; Atha bin Khalil, Taisir Al Wushul Ilal Ushul, hlm. 112.
PANDANGAN THD DALIL-DALIL YANG DIPERSELISIHKAN
SYARA’ MAN QABLANA
PENGERTIAN SYARA’ MAN QABLANA شرع من قبلنا هو الأحكام التي شرعها الله تعالى لمن سبقنا من الأمم و الأقوام و أنزلها على أنبيائه ورسله لتبليغهم لهم كشريعة إبراهيم وموسى وعيسى عليهم السلام Syara’ man Qablana (syariat sebelum kita) adalah hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT bagi berbagai umat dan kaum yang mendahului kita (sebelum Nabi Muhammad SAW) yang diturunkan Allah kepada para nabi dan rasul-Nya agar mereka menyampaikan kepada kaumnya, contohnya seperti syariat Nabi Ibrahim, Musa, dan Isa AS. M. Husain Abdullah, Al Wadhih fi Ushul Al Fiqh, hlm. 206.
CONTOH SYARA’ MAN QABLANA (1) Dalam syariat Nabi Sulaiman AS, kalau binatang spt burung berbuat kerusakan, maka binatang tersebut dijatuhi sanksi. (QS An Naml : 20-21). (2) Dalam syariat Nabi Zakaria AS, disyariatkan puasa bicara selama 3 hari. (QS Maryam : 10). (3) Dalam syariat Nabi Musa AS, haram hukumnya binatang yang berkuku, juga lemak dari sapi dan domba (QS Al An’am : 146). (4) Dalam syariat Nabi Yusuf AS, hukuman untuk pencuri adalah dijadikan budak (QS Yusuf : 75) (5) Dalam syariat Nabi Ya’kub AS, makanan yang diharamkan oleh Nabi Ya’kub adalah haram bagi kaumnya (Bani Israil) (QS Ali ‘Imran : 93). M. Husain Abdullah, Al Wadhih fi Ushul Al Fiqh, hlm. 210.
PANDANGAN ULAMA THD SYARA’ MAN QABLANA (1) Menurut mayoritas ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah, juga sebagian ulama Safi’iyyah, dan menurut Imam Ahmad dalam salah satu riwayat darinya, bahwa Syara’ Man Qablana adalah syariat bagi kita (umat Islam), selama terdapat dalam Syariat kita (syariat Islam) tanpa dukungan atau pengingkaran. Dalil mereka a.l. QS Al An’am : 90; QS As Syuura : 13; M. Husain Abdullah, Al Wadhih fi Ushul Al Fiqh, hlm. 208.
PANDANGAN ULAMA THD SYARA’ MAN QABLANA (2) Menurut ulama al asyaa’irah (penganut Al Asy’ari), Mu’tazilah, Syi’ah, Imam Ahmad dalam riwayatnya yang lain, Imam Ibnu Hazm, sebagian ulama Hanafiyyah, dan mayoritas ulama Syafi’iyyah (spt Imam Ghazali, Amidi, Razi), syara’ man qablana bukanlah syariat untuk kita (umat Muhammad) meskipun terdapat dalam Al Qur`an. Dalil mereka a.l. QS Al Maidah : 48 M. Husain Abdullah, Al Wadhih fi Ushul Al Fiqh, hlm. 209.
PANDANGAN ULAMA THD SYARA’ MAN QABLANA Tarjih : Pandangan yang lebih kuat adalah pandangan kedua bahwa syara’ man qablana bukanlah syariat untuk kita (umat Muhammad) meskipun terdapat dalam Al Qur`an. Dalilnya karena Allah SWT berfirman : وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقّ مُصَدّقاً لّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِناً عَلَيْهِ “ Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur`an dengan membawa kebenaran, membenarkan kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan “muhaiminan” terhadap kitab-kitab yang lain itu.” (QS Al Maidah : 48).
PANDANGAN ULAMA THD SYARA’ MAN QABLANA Imam Taqiyuddin An Nabhani mengatakan bahwa kata Muhaiminan dalam ayat QS Al Maidah : 48 itu, artinya adalah Naasikhan, yaitu menasakh atau menghapuskan. Walhasil, kitab Al Qur`an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW telah menasakh (menghapus) syariat umat-umat sebelumnya yang terdapat dalam kitab-kitab nabi sebelumnya. Imam Taqiyuddin An Nabhani, As Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 3/408.
MADZHAB SHAHABAT
PENGERTIAN MADZHAB SHAHABAT مذهب الصحابي هو مجموع الأحكام الشرعية التي استنبطها الصحابي فأفتى بها وقضى بها Madzhab shahabat adalah kumpulan hukum-hukum syara’ yang diistinbath oleh seorang shahabat, lalu dia fatwakan dan dia gunakan untuk memutuskan hukum. M. Husain Abdullah, Al Wadhih fi Ushul Al Fiqh, hlm. 198. Contoh : (1) memberikan zakat kepada muallaf (pendapat Abu Bakar as Shiddiq) (2) tidak memberikan zakat kepada muallaf (pendapat Umar bin Khaththab)
PENGERTIAN MADZHAB SHAHABAT (3) Tidak memotong tangan pencuri pada saat pencurinya kelaparan (pendapat Umar bin Khaththab). (4) Menjadikan diyat (tebusan) karena kasus pembunuhan tak sengaja (dalam peperangan) sbg tanggungan prajurit2 yang masih satu kelompok pasukan dengan si pembunuh. (pendapat Umar bin Khaththab). (5) Menjatuhkan talak sebanyak tiga kali, dalam satu majelis, jatuh talak tiga (bukan talak satu). (pendapat Umar bin Khaththab). M. Husain Abdullah, Al Wadhih fi Ushul Al Fiqh, hlm. 202.
PANDANGAN ULAMA THD MADZHAB SHAHABAT (1) Menurut Imam Malik, juga ulama Malikiyyah, mayoritas ulama Hanafiyyah, Imam Razi, dan Imam Syatibi, bahwa madzhab shahabat yang merupakan hasil ijtihad shahabat adalah dalil syar’i (sumber hukum). Dalil mereka a.l. ayat-ayat yang memuji shahabat seperti QS At Taubah : 100 M. Husain Abdullah, Al Wadhih fi Ushul Al Fiqh, hlm. 198-199.
PANDANGAN ULAMA THD MADZHAB SHAHABAT (2) Menurut Mu’tazilah, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Amidi, dan Imam Syaukani, madzhab shahabat bukanlah dalil syar’i (sumber hukum). Alasannya : madzhab shahabat adalah ijtihad yang bisa salah bisa benar. Jadi tak bisa dijadikan hujjah (dalil syar’i). M. Husain Abdullah, Al Wadhih fi Ushul Al Fiqh, hlm. 198-199.
PANDANGAN ULAMA THD MADZHAB SHAHABAT Tarjih : pendapat yang rajih adalah pendapat kedua yang tidak menjadikan madzhab shahabat sebagai dalil syar’i. Imam Taqiyuddin An Nabhani berkata madzhab shahabat tertolak sebagai dalil karena firman Allah SWT : فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرّسُولِ “Maka jika kamu berselisih dalam sesuatu, maka kembalikanlah itu kepada Allah dan Rasul-Nya.” (QS An Nisaa` ; 59)
PANDANGAN ULAMA THD MADZHAB SHAHABAT Imam Taqiyuddin An Nabhani menjelaskan bahwa tempat kembali ketika ada perselisihan hanyalah Allah dan Rasul-Nya saja, maksudnya Al Qur`an dan As Sunnah saja, bukan yang lain. Maka selain Qur`an dan As Sunnah, termasuk madzhab Shahabat, tidak layak menjadi tempat kembali, yakni tidak layak menjadi dalil syar’i. Imam Taqiyuddin An Nabhani, As Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 3/416.
PANDANGAN ULAMA THD MADZHAB SHAHABAT CATATAN PENTING TTG MADZHAB SHAHABAT : Meskipun madzhab shahabat tidak mencapai derajat dalil syar’i (sumber hukum), tetapi hukum-hukum syara’ yang diistinbath oleh para shahabat menempati kedudukan tertinggi dalam fiqih Islam. Boleh hukumnya mengikuti (ittiba’) dan bertaqlid kepada ijtihad para shahabat. M. Husain Abdullah, Al Wadhih fi Ushul Al Fiqh, hlm. 204.
sumber KH. M. Shiddiq al-Jawi, M.S.I.