Catatan Terhadap Hasil Survei Persepsi Publik Tentang RUU Pemilu
Skema Formulasi Kebijakan Publik dari sistem politik David Easton Sejauh mana formulasi Pansus RUU Pemilu sejalan dengan kehendak/preferensi publik ? Input Black Box (Perumusan Kebijakan Publik) Output Kebijakan Publik (Undang-undang Pemilu) Isu/agenda setting Masyarakat 12% responden sangat tertarik & 61% tertarik melihat desain RUU Pemilu Feedback
Desain Waktu Penyelenggaraan Pemilu 60% pemilih belum mengetahui bahwa Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPRD dan DPD akan dilakukan di waktu yang sama pada tahun 2019. Maknanya: Pemilih belum tahu akan menerima lima surat suara pada waktu yang bersamaan (DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupten/Kota, dan Presiden & Wakil Presiden). Pertanyaan: apakah memudahkan pemilih dalam menentukan dan memberikan pilihannya? Contoh: dalam satu dapil DPR, DPRD Prov, & DPRD Kab/Kot terdapat alokasi kursi sebanyak delapan & terdapat 14 partai politik peserta pemilu. Masing-masing partai mencalonkan delapan orang. Kemudian terdapat sepuluh calon anggota DPD + dua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Total calon yang harus di scanning oleh pemilih: DPR DPR 8 calon x 14 partai= 112 calon DPRD Prov 8 calon x 14 partai= 112 calon DPRD Kab/Kot 8 calon x 14 partai= 112 calon DPD = 10 Calon Presiden & Wakil Presiden = 4 calon Bukan berarti pemilu serentak menyulitkan pilihan pemilih, tetapi disain pemilu serentak seperti apa yang perlu dipilih. Salah satu tawaran yang dapat dipertimbangkan ialah serentak nasional (Presiden & Wakil Presiden+DPR+DPD) dan serentak lokal (Kepala daerah+DPRD Prov+DPRD Kab/Kot).
Metode Pemberian Suara 70% pemilih mengaku tidak pernah mengalami kesulitan pada saat memilih calon di Pemilu DPR dan DPRD. Maknanya merujuk pada Pemilu Legislatif sebelumnya yang menggunakan metode pemberian suara open list propotional representation dengan cara memilih langsung calon anggota legislatif yang tersedia di surat suara. 47% memilih kandidat, 39% memilih keduanya, 14% memilih partai politik. Hasil survei ini menunjukan pemilih menyadari kelebihan dari masing- masing metode pemberian suara: PR Terbuka: Lebih memudahkan mengenali calon 94,6% Mempermudah menagih janji/program kampanye 69,4% PR Tertutup : Percaya partai politik memilih kandidat yang benar 89,1% Tidak terlalu tahu kandidat 58,2% (yang berarti lebih mengenal partai politik).
Jumlah Kandidat & Jumlah Partai Hari ini berkembang tetap menggunakan syarat perolehan kursi DPR minimum untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden, yang berarti hanya sepuluh partai politik di DPR yang bisa mencalonkan. Salah satu alasanya agar jumlah calon tidak terlalu banyak, tetapi pemilih sendiri tidak keberatan terbukti dari 42% tidak masalah 3-4 calon & 9% tidak masalah lebih dari 4 calon. Sejalan dengan wacana yang berkembang dalam pembahasan RUU Pemilu penyederhanaan partai diaminin oleh publik yang terlihat dari 57% preferensi pemilih sepakat jumla partai politik lebih sedikit di parlemen. Catatan: perlu ada penegasan makna penyederhanaan partai politik yang tidak diukur dari jumlah partai tetapi konsentrasi kursi yang dihitung dari indeks ENPP agar tujuan multipartai sederhana tercapai.
Penyelenggara Pemilu (Pasal 89 ayat (1) huruf b) RUU Pemilu syarat calon anggota penyelenggara pemilu: KPU & Bawaslu: 45 tahun KPU & Bawaslu Provinsi: 35 tahun KPU & Panwaslu Kab/Kot: 30 tahun Sebagian besar pemilih menganggap bahwa penyelenggara pemilu sebaiknya berusia diatas 35 tahun, namun di bawah 45 tahun. Pemilu 2019 bukanlah hal yang mudah dibutuhkan ekstra tenaga penyelenggara pemilu untuk menyelenggarakan pemilu serentak nasional pertama kalinya. Sehingga dibutuhkan kalangan muda & profesional.
E Voting 61% responden menyatakan e voting dapat menjaga kerahasian pemilih tetapi 47% melihat rawan terhadap kecurangan. Pertanyaanya ada persoalan apa pemungutan suara di TPS kita sehingga perlu merubah mekansime pemberian suara dari surat suara ke E Voting? Pemungutan dan penghitungan suara di TPS disebut paling demokratis. Menjadi arena partisipasi dan interaksi antar pemilih. Menghadirkan pengawasan partisipatif warga, karena pemilih tidak hanya datang ke TPS lantas pulang tetapi ikut melihat hasil pilihan dan sah tidak sahnya suara. Ada proses penghitungan suara yang transparan yang salah satunya didorong oleh teknologi informasi “Situng”. Persoalan yang muncul sebetulnya berada pada pergeseran suara atau rekapitulasi suara berjenjang yang rawan akan manipulasi. Sehingga sebetulnya yang dibutuhkan adalah Elektronik Recapitulation. Studi kasus: Mahkamah Konstitusi Jerman pada akhirnya melarang penggunaan e-voting karena melanggar beberapa prinsid yang fundamental, yaitu: kurangnya transparansi sistem, sistem yang tidak dapat diaudit, serta sistem yang terlalu rumit.
Biaya Kampanye Responden terbilah ke dua kelompok 55% tidak setuju kampanye dibiayai negara & 45% setuju dibiayai oleh negara. Pasal 240 RUU Pemilu tidak menyebutkan adanya komponen kampanye yang dibiayai oleh negara. Tetapi UU Pilkada menyebutkan terdapat empat komponen kampanye yang dibiayai oleh negara: iklan di media elektronik & cetak, debat, alat peraga, & distribusi alat peraga. Tujuan utama mengapa negara membiayai kampanye ialah untuk menciptakan ruang persaiangan yang setara equal playing battle fields. Catatan: bukan berarti seluruh komponen dan instrumen kampanye dibiayai oleh negara. Paling tidak dua hal yang bisa disokong oleh negara yakni iklan di media elektronik karena itu menggunakan frekuesnsi publik & debat publik.