hukum pidana Pengantar ilmu hukum
pengertian Kansil Hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yanng dilarang dan memberikan pidana kepada yang melanggarnya (“materiil”) serta mengatur bagaimana cara mengajukan perkara ke muka pengadilan (“formil”). Ajaran Neo Klasik : Daad Dader Straft Daad: Perbuatan Pidana/Tindak Pidana/Delik/Peristiwa Pidana/ Criminal act Dader: Pertanggungjawaban Straft: sanksi. Output dari daad dan dader
Sistematika kuhp Buku I : ketentuan umum Buku II: tentang kejahatan Buku III: tentang pelanggaran Tindak Pidana: “strafbaar feit” : suatu kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh Undang-Undang. Moeljatno Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut.
Kejahatan dan pelanggaran Kejahatan/mijsdrijven (J.E Sahetapy) Perkataan kejahatan menurut tata bahasa adalah perbuatan atau tindakan yang tercela oleh masyarakat. Kejahatan sebagaimana terdapat dalam perundang-undangan, adalah setiap perbuatan (termasuk kelalaian) yang dilarang oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dan diberi sanksi berupa pidana oleh negara. Pelanggaran/overtredingen (Moeljatno) perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada wet yang menentukan demikian. Dari sisi hukuman, para sarjana berpendapat: Kejahatan hukumannya lebih berat (penjara), sedangkan pelanggaran lebih ringan (denda atau kurungan).
KESALAHAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA Kesalahan (Simons) : Sebagai dasar untuk pertanggungan jawab dalam hukum pidana ia berupa keadaan psychisch dari si pelaku dan hubungannya terhadap perbuatannya, dan dalam arti bahwa berdasarkan keadaan psychisch (jiwa) itu perbuatannya dapat dicelakakan kepada si pelaku. Dolus : kesengajaan, misal : pasal-pasal 187 (kesalahan yg membahayakan keamanan umum), 338 (Pembunuhan dengan sengaja) Culpa : kealpaan. misal : pasal 359 (karena kealpaan menyebabkan matinya seseorang) Kemampuan bertanggung jawab (Van Hamel) suatu keadaan normalitas psychis dan kematangan (kecerdasan) yang membawa 3 kemampuan : Mampu untuk mengerti nilai dari akibat-akibat perbuatannya sendiri Mampu untuk menyadari, bahwa perbuatannya itu menurut pandangan masyarakat tidak dibolehkan Mampu untuk menentukan kehendaknya atas perbuatannya-perbuatannya itu
penyertaan Tindak pidana yang dilakukan oleh lebih dari 1 orang. Pembagian penyertaan menurut KUHP: 1. Pembuat/dader (pasal 55) yang terdiri dari : a.1. Pelaku (pleger) a.2. yang menyuruh lakukan (doenpleger) a.3. yang turut serta (medepleger) a.4. penganjur (uitlokker) 2. Pembantu / mendeplichtige (pasal 56) yang terdiri dari : b.1. pembantu pada saat kejahatan dilakukan b.2. pembantu pada saat kejahatan belum dilakukan.
Penghapusan pidana TIDAK MAMPU BERTANGGUNG JAWAB (PASAL 44): tidak dapat dipidana seseorang yang melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya karena kurang sempurna akal/jiwanya atau terganggu karena sakit. DAYA PAKSA-OVERMACHT (PASAL 48 KUHP): tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan yang didorong oleh daya paksa. BELA PAKSA-PEMBELAAN DARURAT-NOODWEER (PASAL 49 AYAT (1)): tidak dapat dipidana seseorang yang melakukan perbuatan yang terpaksa dilakukan untuk membela dirinya sendiri atau orang lain, membela peri kesopanan sendiri atau orang lain terhadap serangan yang melawan hukum yang mengancam langsung atau seketika itu juga. MENJALANKAN PERINTAH UNDANG-UNDANG (PASAL 50 KUHP). tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan MELAKSANKAN PERINTAH JABATAN (PASAL 51 AYAT (1) DAN (2)). tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan untuk melaksankan perintah jabatan yang sah.
Azas legalitas nullum delictum nula poena sine praevia lege poenali (Pasal 1 ayat (1) KUHP) Tidak dapat dipidana seseorang kecuali atas perbuatan yang dirumuskan dalam suatu aturan perundang-undangan yang telah ada terlebih dahulu. Moeljatno Inti pengertian yang dimaksud dalam asas legalitas yaitu: Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang- undang. Hal ini dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (penerapan suatu undang-undang terhadap perbuatan yang tidak diatur oleh undang-undang tersebut), akan tetapi diperbolehkan penggunaan penafsiran ekstensif (memperluas. Misal percobaan tindak pidana). Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.