Proses Hukum Acara Peradilan HAM Universitas Negeri Surabaya Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum 2013
Achmad Achid Chabibi 124 704 269 Hizkia Trianto 124 704 224 Kevin A. Dwantara 124 704 270 Alfandi Surya 124 704 031
Latar Belakang Pembentukan Pengadilan HAM Undang-Undang Pengadilan HAM disahkan dan diundangkan sebagai respon terhadap adanya Pelanggaran HAM yang Berat yang terjadi di Timor-Timur . Tuntutan masyarakat internasional maupun nasional atas dugaan adanya beberapa peristiwa yang diduga merupakan kejahatan kemanusiaan yang paling serius.
Sejak diundangkannya pada tanggal 23 November 2000, UU Pengadilan HAM telah dipergunakan dalam proses peradilan dugaan Pelanggaran HAM yang Berat, diantaranya adalah Peristiwa Tangjung Priok 1984, Peristiwa Timor-Timur 1999 dan Peristiwa Abepura 2000.
Undang-Undang Pengadilan HAM ini disahkan dan diundangkan pada 23 November 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 208; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4026) pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Dalam pertimbangannya, Pengadilan HAM perlu dibentuk untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan HAM serta memberi perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan aman kepada perorangan maupun masyarakat.
Hukum Acara Pengadilan HAM diatur dalam UU. No. 26 Tahun Penangkapan Bukti permulaan yang cukup (pasal 11 ayat 1, uu no 26 tahun 2000) alat bukti yang sah sesuai dengan pasal 184 KUHAP, yakni, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dilakukan oleh Penyidik (pasal 11 ayat 2) Penangkapan hanya bisa dilakukan oleh penyidik dalam hal ini adalah Jaksa Agung. Ini berarti tidak semua aparat kejaksaan menjadi penyidik dalam perkara pelanggaran HAM
Dilengkapi Surat Tugas (pasal 11 ayat 20). Dilengkapi dengan surat Perintah Penangkapan (pasal 11 ayat 2) Tembusan Surat Perintah Penahanan. Segera setelah penangkapan dilakukan (pasal 11 ayat 3 uu no 26 tahun 2000) maka tembusan Surat Perintah. Segera disini, baik dari uu no 26 tahun 2000 maupun dalam KUHAP tidak menentukan secara limitative berapa lama maksud segera itu.
Penahanan Dalam perkara pelanggaran HAM berat Jaksa Agung selaku penyidik dan penuntut umum (pasal 12 ayat 1 uu 26 tahun 2000) berwenag melakukan penahanan atau penahanan lanjutan, sedangkan hakim Pengadilan HAM ( ayat (2)) dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan untuk kepentingan pemeriksaan di siding pengadilan. Penahanan atau penahanan lanjutan (ayat (3)) dilakukan dengan Surat Perintah Penahanan yang dikeluarkan oleh penyidik atau Penuntut Umum atau dengan Penetapan Hakim.
Penyelidikan Adalah serangkaian tindakan penyidik mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, guna menentuksn dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan (pasal 1 angka 5 HUHAP), dengan demikian penyelidikan menurut uu no 26 tahun 2000 adalah serangkaian tindakan penyelidik Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran HAM yang berat. Penyelidikan dilakukan oleh KOMNAS HAM selaku Penyelidik.
Penyidikan Penyidikan dalah tindakan pro justicia selama pemeriksaan pendahuluan untuk mencari bukti –bukti tentang terjadinya pelanggaran HAM yang berat7). Dalam penyidikan, dilakukan oleh jaksa Agung (pasal 21). Ia dapat mengangkat penyidik ad hoc yang terdiri dari unsure masyarakat dan unsure pemerintah Penyidikan dilakukan dalam jangka waktu 240 hari, jika dalam jangka waktu tersebut tidak ditemukan cukup bukti, maka jaksa agung musti mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan, namun dapat di buka kembali apabila terdapat bukti baru.
Penuntutan Penuntutan adalah suatu proses pelimpahan perkara pelanggaran HAM yang berat kepada Pengadilan HAM dengan membuat surat dakwaaan.
Acara pemeriksaan Pemeriksaan dilakukan oleh Hakim yang berjumlah 5 orang. Terdiri dari 2 orang hakim pengadilan Tinggi bersangkutan dan 3 orang hakim Ad hoc. 8) Dalam hal perkara diajukan kasasi ke MA (pasal 33) maka perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90 hari sejak perkara dilimpahkan ke MA. Pemeriksaan dilakukan oleh 2 orang hakim agung dan 3 orang hakim ad hoc.