Oleh : LUDFIE JATMIKO Alat Bukti P E T U N J U K Sesi VI Hukum Pembuktian Oleh : LUDFIE JATMIKO Alat Bukti P E T U N J U K Sesi VI
Hukum Pembuktian Sesi VI Pengertian Petunjuk Penerapan alat bukti petunjuk oleh hakim dalam praktek hendaknya digunakan dgn hati-hati karena sangat dekat sifat kewenangan yg dominan dalam penilaian yg bersifat subyektif sekali. Oleh karena itu, hakim dalam menggunakan alat bukti petunjuk harus penuh kearifan dan bijaksana dan berdasarkan hati nurani. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yg karena persesuaiannya, baik antara yg satu dan yg lain maupun dgn tindak pidana sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya (pasal 188 ayat 1 KUHAP). Van bemmelen mengatakan akan tetapi kesalahan y terutama adalah bahwa orang telah menganggap petunjuk2 itu sbg alat bukti sedang dalam kenyataan tdk demikian
Hukum Pembuktian Sesi VI P A F Lamintang mengatakan petunjuk memang hanya merupakan dasar yg dapat dipergunakan oleh hakim utk menganggap suatu kenyataan sbg terbukti atau dgn perkataan lain petunjuk itu bukan merupakan suatu alat bukti seperti misalnya keterangan saksi yg secara tegas mengatakan tentang terjadinya suatu kenyataan, melainkan ia hanya merupakan suatu dasar pembuktian belaka, yakni dari dasar pembuktian mana kemudian hakim dpt menganggap suatu kenyataan itu sbg terbukti, misalnya karena adanya kesamaan antara kenyataan tersebut dgn kenyataan yg dipermasalahkan. Pembuktian sbg dasar perkara pidana sering harus didasarkan atas petunjuk2. Hal ini karena jarang sekali seorang yg melakukan kejahatan, terlebih mengenai tindak pidana berat, akan melakukan nya terang-terangan. Pelakunya selalu berusaha menghilangkan jejak perbuatannya, hanya karena diketahui keadaan2 tertentu tabir tersebut kadang2 dapat terungkap sehingga kebenaran yg ingin disembunyikan terungkap.
Hukum Pembuktian Sesi VI B. Hal2 yang Berhubungan Dengan Alat bukti Petunjuk. Alat bukti petunjuk yg diatur dalam pasal 188 KUHAP merupakan gabungan pasal 310, 311 dan 312 HIR dahulu dgn sedikit perubahan : 1. Pasal 310 HIR ; 2. Pasal 311 HIR 3. Pasal 312 HIR Dalam KUHAP, ketentuan yg mengatur petunjuk sbg alat bukti terdapat dalam pasal 188 KUHAP : 1. Petunjuk adalah perbuatan kejadian atau ................. 2. Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat diperoleh dari : a. Keterangan saksi b. Surat c. Keterangan terdakwa
Hukum Pembuktian Sesi VI 3. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dgn arif dan bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dgn penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nurani. C. Kekuatan Alat Bukti Petunjuk Dalam mempergunakan alat bukti petunjuk, tugas hakim akan lebih sulit. Ia harus mencari hubungan antara perbuatan, kejadian atau keadaan, menarik kesimpulan yg perlu, serta mengkombinasikan akibat2 dan akhirnya sampai pada suatu keputusan ttg terbukti atau tidaknya sesuatu yg di dakwakan. Dari ketentuan2 yg diatur dalam pasal 188 KUHAP tersebut kiranya orang dapat mengetahui bahwa pembuktian yg didasarkan pada petunjuk2 di dalam berbagai alat bukti. Dalam penerapannya kepada hakimlah diletakkan kepercayaan utk menetapkan apakah suatu perbuatan, kejadian atau keadaan merupakan petunjuk. Semuanya harus dipertimbangkan secara cermat dan teliti (pasal 188 ayat 3 KUHAP)
Hukum Pembuktian Sesi VI Perlu diingat bahwa keterangan terdakwa hanya berlaku untuk dirinya sendiri (pasal 189 ayat 3 KUHAP) oleh karena itu keterangan kawan terdakwa yg bersama2 melakukan perbuatan tdk boleh dipergunakan sbg petunjuk. Adanya syarat yg satu dan yg lain harus terdapat persesuaian, berakibat bahwa sekurang2 nya perlu ada 2 petunjuk utk memperoleh bukti yg sah atau sebuah alat bukti petunjuk dgn sebuah satu buah bukti lain yg persesuain dalam keseluruhan yg dapat menimbulkan alat bukti. Pengertian petunjuk diatur dalam pasal 188 ayat 1 KUHAP adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yg karena persesuaian nya, baik antara satu dan yg lain maupun tindak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Batasan ini sesuai dgn batasan pasal 310 HIR. Dalam ayat 2, perbuatan, kejadian atau keadaan itu hanya dpt diperoleh dari : a. Keterangan saksi b. Surat, dan c. Keterangan terdakwa