Analisis ABU dan MINERAL Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Analisa ABU dan MINERAL Definisi: merupakan campuran dari komponen-komponen anorganik baik yang secara umum terdapat maupun beberapa elemen langka sebagai “trace element” Kadar Total Mineral : Pengabuan Pengabuan menghilangkan seluruh komponen organik dari sampel sehingga jumlah total mineralnya dapat dihitung juga dapat mengubah komposisi alami dari beberapa jenis mineral tidak dapat dipakai untuk menganalisis komposisi sesungguhnya dari mineral yang terdapat dalam bahan pangan metode spesifik untuk setiap jenis mineral Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
- cawan pengabuan (platina, nikel, silika dan penutup) Penetapan Total Abu: Prinsip: Total abu dari bahan pangan ditentukan dengan mengabukan bahan pangan dalam tanur pada suhu 550oC dan menimbang hasil pengabuan tersebut Peralatan: - cawan pengabuan (platina, nikel, silika dan penutup) - tanur pengabuan (incinerator = furnace) - penjepit cawan - desikator Prosedur: Panaskan cawan pengabuan dalam tanur, panaskan dalam oven, dinginkan dalam desikator dan ditimbang. Jika perlu diulangi sampai diperoleh berat cawan konstan. Timbang 3-5 g sampel, masukkan dalam cawan, dipanaskan dalam pemanas bunsen sampai asapnya habis. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
4. Dinginkan dalam desikator dan ditimbang. 3. Masukkan cawan beserta isinya ke dalam tanur. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap. 1 jam pertama 450oC dilanjutkan 550oC. Biasanya dilakukan ± 6 jam, dimana seluruh bahan organik terbakar dan sampel telah berubah menjadi abu berwarna putih-kelabu. 4. Dinginkan dalam desikator dan ditimbang. (berat cawan + abu) – berat cawan % ABU = x 100 berat sampel Persiapan Sampel: Pengabuan kering (dry ashing). Pengabuan basah (wet ashing). Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Dry ashing digunakan untuk penetapan kadar Ca, P dan Fe Pengabuan kering (dry ashing): dilakukan untuk hampir semua mineral kecuali merkuri, arsen Dry ashing digunakan untuk penetapan kadar Ca, P dan Fe K dapat hilang bila suhu tinggi Zn dapat hilang bila suhu tinggi Timah putih dapat hilang bila suhu tinggi Pengabuan basah (wet ashing): Pada umumnya digunakan untuk menganalisa arsen, tembaga, timah putih, timah hitam, zinc. Wet ashing memberikan beberapa keutungan: - suhu yang digunakan tidak melebihi titik didih larutan - karbon lebih cepat hancur - menggunakan HNO3 untuk mendestruksi zat organik (suhu rendah, mengindari mineral menguap) - proses pengabuan lebih cepat Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
(3) Asam perklorat (HClO4) (4) H2O2 Tiga cara pengabuan basah: Pereaksi: (1) HNO3 pekat (2) H2SO4 pekat (3) Asam perklorat (HClO4) (4) H2O2 Tiga cara pengabuan basah: 1. HNO3 dan H2SO4 2. HNO3, H2SO4 dan HClO4 3. HNO3, H2SO4 dan H2O2 Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
I. Pengabuan Basah Menggunakan HNO3 dan H2SO4: Timbang sejumlah sampel yang mengandung 5-10 g, dan dimasukkan kedalam labu Kjeldahl. Tambahkan 10 mL H2SO4 dan 10 mL atau lebih HNO3 dan beberapa buah batu didih. Panaskan perlahan-lahan sampai larutan berwarna gelap, hindari pembentukan buih yang berlebihan. Tambahkan 1-2 mL HNO3 dan lanjutkan pemanasan sampai larutan lebih gelap lagi. Lanjutkan penambahan HNO3 dan pemanasan selama 5-10 menit sampai larutan tidak gelap lagi (semua zat organik telah teroksidasi), kemudian didinginkan. Tambahkan 10 mL akuades (larutan akan menjadi tidak berwarna atau menjadi kuning muda jika mengandung Fe) dan panaskan sampai berasap. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Dingnkan dan encerkan sampai volume tertentu. Lanjutan: Diamkan larutan sampai dingin kembali, kemudian tambahkan 5 mL akuades, didihkan sampai berasap. Dingnkan dan encerkan sampai volume tertentu. NOTES: Hindari pemanasan yang berlebihan yang mengakibatkan kegosongan untuk mencegah penguapan arsenat yang mungkin terdapat dalam bahan. Jika menggunakan sampel basah, panaskan lebih dahulu dengan HNO3 sebelum ditambah H2SO4. Perlakuan selanjutnya sama dengan jika digunakan sampel padat. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
II. Pengabuan Basah Menggunakan H2SO4 + HNO3 + HClO4: Timbang sejumlah sampel, masukkan kedalam labu Kjeldahl. Tambahkan 4 mL HClO4, beberapa batu didih dan HNO3 secukupnya untuk menyempurnakan oksidasi zat organik (± 7 mL/g sampel). Tambahkan 5 mL H2SO4 sambil diaduk perlahan. Panaskan perlahan-lahan dengan panas rendah (api kecil) selama 5-10 menit, sampai timbul asap tebal. Pindahkan/matikan pemanas/pembakar gas, dinginkan larutan. Panaskan lagi dengan panas rendah/api kecil selama 5-10 menit sampai timbul asap H2SO4 putih tebal. Besarkan api/panas dan lanjutkan pemansan 1-2 menit. Larutan pada tahap ini tidak berwarna atau kuning muda jika mengandung besi. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Lanjutan: Jika diperkirakan masih ada karbonnya, tambah 1-2 mL HNO3 dan panaskan. Dinginkan dan encerkan sampai volume tertentu dengan menggunakan aquades. NOTES: Penggunaan HClO4 pada proses “digestion” dapat menyebabkan ledakan dan apabila digunakan bersama-sama dengan HNO3 dan H2SO4 dapat menyebabkan ledakan lebih besar lagi. Kerjakan di dalam kamar asap yang terisolasi dengan baik. Gunakan masker pada waktu melakukan “digestion” di kamar asap. Jangan naikkan suhu pemanasan sampai oksidasi zat organik oleh HNO3 dan H2SO4 selesai. Naikkan suhu pemanasan hanya untuk memberi kesempatan agar HClO4 bereaksi. Pada waktu pemanasan jangan sampai kering paling tidak 2-3 mL H2SO4 selalu terdapat dalam labu (untuk menghindari kekurangan asam dan titik didih yang tinggi setelah HNO3 habis). Jika tidak ada H2SO4, pemanasan dapat menyebabkan terurainya ammonium perklorat yang disertai dengan ledakan. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
III. Pengabuan Basah Menggunakan H2SO4 + HNO3 + H2O2: Langkah sama dengan (I) Pengabuan basah menggunakan HNO3 dan H2SO4 dari (a) s/d (f). Tambahkan 2-3 mL H2O2 30% volume dan beberapa tetes HNO3. Panaskan sampai residu tidak berwarna atau pengurangan warna kuning muda tidak terjadi lagi. Dinginkan dan encerkan dengan 10 mL aquades, kemudian uapkan sampai berasap. Encerkan lagi dengan 5 mL aquades dan uapkan lagi sampai berasap. Encerkan dengan aquades sampai volume tertentu. NOTES: Larutan yang diperoleh dari ketiga cara pengabuan disebut “larutan abu” ALIQUOT Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Pengabuan KERING (DRY ASHING): Timbang dengan tepat sampel didalam cawan silika yang sudah diketahui beratnya dengan tepat. Mula-mula panaskan sampel dengan pembakar BURNER dengan api sedang untuk menguapkan sebanyak mungkin zat organik yang ada (sampai sampel tidak berasap lagi). Pindahkan cawan ke dalam tanur dan panaskan pada suhu 300oC sampai semua karbon berwarna keabuan, kemudian suhu dinaikkan 420oC. Pada umumnya pengabuan dilakukan pada 450oC waktu yang dibutuhkan tergantung pada sifat bahan, biasanya 5-7 jam. (Bila dikehendaki suhu rendah misal 420oC waktu semalaman). Jika diperkirakan belum semua karbon teroksidasi ambil cawan dalam tanur dan dinginkan. Tambahkan 1-2 mL HNO3 pekat, uapkan sampai kering dan masukkan lagi kedalam tanur sampai pengabuan dianggap selesai. Ambil cawan dari tanur, dinginkan dan jika diperlukan catat berat abu yang dihasilkan. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
DRY ASHING (Lanjutan): Tutup cawan dengan gelas arloji, perlahan-lahan tambahkan 40-50 mL HCl encer (1+1) dengan pertolongan pipet. Gelas arloji berfungsi untuk mencegah muncratnya campuran. Panaskan cawan di atas waterbath selama 30 min, angkat tutupnya dan bilas. Lanjutkan pemanasan selama 30 min untuk mendehidrasi silika. Tambahkan 10 mL HCl (1+1) dan air untuk melarutkan garam-garam. Saring menggunakan kertas saring Whatman No. 44, masukkan filtrat kedalam labu takar 100 mL. Bilas residu yang tertinggal dalam cawan 1-2 kali menggunakan HCl (1+1) kemudian cuci residu yang tertinggal dalam kertas saring menggunakan HCl (1+1) juga. Encerkan sampai tanda tera dengan menggunakan aquades. Kembalikan kertas saring kedalam cawan, bakar dan abukan dalam tanur pada suhu 450oC selama 1 jam, kemudian dinginkan dan timbang. Perlakuan ini dapat memberi perkiraan kandungan silika di dalam sampel. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Penetapan KALSIUM Prinsip: Kalsium diendapkan sebagai kalsium-oksalat. Endapan dilarutkan dalam H2SO4 encer panas dan titrasi dengan KMnO4. Pereaksi: (1) Amonium oksalat jenuh (2) Indikator metil merah (3) Asam asetat encer (1+4) (4) Asam sulfat encer (1+4), masukkan dengan perlahan-lahan asam sulfat pekat kedalam air sambil diaduk-aduk, dinginkan dan encerkan sampai volume tertentu (5) Amonium hidroksida encer (1+4) (6) KMnO4 0.1N (7) KMnO4 0.01 N, encerkan 10 mL KMnO4 0.1N sampai 100 mL menggunakan air (1 mL = 0.2 mg Ca) dan buat jika akan segera digunakan Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Prosedur: Masukkan 20 mL larutan abu hasil pengabuan kering kedalam erlenmeyer 250 mL. Tambahkan 25-50 mL aquades jika perlu. Tambahkan 10 mL larutan amonium oksalat jenuh dan 2 tetes indikator metil merah. Tambahkan sedikit amonia encer sampai larutan menjadi sedikit basa. Kemudian tambahkan beberapa tetes asam asetat sampai warna larutan merah muda (pH 5.0) Didihkan larutan, lalu diamkan selama minimum 4 jam (atau semalam) dalam suhu kamar. Saring dengan kertas Whatman No. 42 dan bilas dengan aquades sampai larutan bebas oksalat. Jika menggunakan HCl dalam pembuatan larutan abu, filtrat hasil saringan terakhir harus bebas Cl yang dapat diketahui dengan mengujinya menggunakan AgNO3. Lubangi ujung kertas saring dengan batang gelas. Bilas dan pindahkan endapan dengan H2SO4 encer panas kedalam gelas piala bekas tempat mengendapkan kalsium. Bilas satu kali lagi dengan air panas. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Hasil titrasi x 0.2 x total vol larutan abu x 100 mg Ca/100 g sampel = Prosedur (Lanjutan): Titrasi dengan KMnO4 0.01 N dalam keadaan panas (70-80oC) sampai larutan berwarna merah jambu permanen untuk pertama kalinya. Masukkan kertas saring,lanjutkan titrasi sampai tercapai warna merah jambu permanen kedua. Perhitungan: Hasil titrasi x 0.2 x total vol larutan abu x 100 mg Ca/100 g sampel = vol lar. abu yang x berat sampel yang diabukan digunakan Jika normalitas KMnO4 tidak sama dengan 0.01N: Hasil titrasi x N KMnO4 x 20 x total vol lar abu x 100 mg Ca/100 g sampel = vol lar. abu yang x berat sampel yang diabukan digunakan Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Penetapan MAGNESIUM Prinsip: Didalam larutan alkali yang telah dihilangkan kalsium dan besinya, Mg diendapkan sebagai magnesium amonium fosfat. Endapan dilarutkan didalam larutan asam dan jumlah fosfor dapat ditentukan secara kolorimetrik dengan demikian jumlah Mg juga dapat ditentukan. Pereaksi: (1) Larutan jenuh amonium oksalat (NH4)2C2O4.H2O (2) Indikator metil merah (3) Larutan amonium fosfat (NH4)2HPO4 2% (4) Larutan amonium hidroksida NH4OH 10% (v/v) (5) Asam klorida 0.1 N (6) Larutan asam molibdat: larutkan 25 g amonium molibdat didalam 300 mL air tanpa dipanasi. Encerkan 37 mL H2SO4 sampai 200 mL menggunakan air dan tambahkan kedalam larutan amonium molibdat. Simpan dalam botol coklat. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
(8) Larutan sodium sulfit Na2SO3 10% Pereaksi (Lanjutan): (7) Larutan hidrokuinon 2%: Tambahkan 1 tetes H2SO4 setiap 100 mL larutan. Buang jika larutan menjadi berwarna coklat. (8) Larutan sodium sulfit Na2SO3 10% (9) Potasium dihidrogen fosfat KH2PO4 Prosedur: (1) Pipet 10 mL larutan abu, masukkan kedalam tabung sentrifuse 15 mL berskala. Tambahkan 1 tetes indikator MM. (2) Netralkan larutan dengan NH4OH. (3) Tambahkan 1 mL amonium oksalat dan encerkan larutan menjadi 13 mL dengan menggunakan air. (4) Aduk dan diamkan semalam. (5) Sentrifuse selama 10 min dan buang endapannya. (6) Ambil 1 mL larutan supernatan tersebut, kemudian masukkan kedalam tabung sentrifuse 15 mL. (7) Tambahkan 3 mL air, 1 mL amonium sulfat dan 2 mL NH4OH. Aduk dan diamkan semalam. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
(9) Sentrifuse lagi selama 7 min dan buang larutan supernatan. Prosedur (Lanjutan): (8) Sentrifuse selama 7 min, buang larutan supernatan, tambahkan 3 mL NH4OH encer. (9) Sentrifuse lagi selama 7 min dan buang larutan supernatan. (10) Keringkan endapan dengan meletakkan tabung didalam wadah berisi air panas. Tambahkan 1 mL HCl encer dan 5 mL air untuk melarutkan endapan. Tambahkan 1 mL asam molibdat, 0.5 mL hidrokuinon dan 0.5 mL Na-sulfit. Aduk dan diamkan 30 min. Pindahkan larutan kedalam kuvet dan baca absorbansinya pada kolorimeter dengan menggunakan filter merah No. 66. Kurva STANDAR: Larutkan 0.4389 g potasium dihidrogen didalam air dan encerkan sampai volume 1 L (1 mL = 0.1 mp P = 0.0784 mg Mg) Untuk menyiapkan kurva standar, gunakan alikuot dari larutan standar 0/1 s/d 0.5 Kerjakan setiap standar seperti langkah No. 11-13 di atas. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Penetapan FOSFOR Metode AMINONAFTOL SULFONAT Prinsip: Fosfor bereaksi dengan asam molibdat membentuk kompleks fosfomolibdat. Kompleks ini kemudian direduksi oleh asam aminonaftol sulfonat menjadi kompleks molibdenum biru yang dapat dikur absorbansinya secara kolorimetrik. Pereaksi: (1) Larutan MOLIBDAT: larutkan 25 g amonium molibdat didalam 400 mL air. Tambahkan 500 mL H2SO4 10N dan tambahkan air sampai volume 1 L. (2) Larutan ASAM AMINONAFTOL SULFONAT: larutkan 0.5 g asam 1-amino-2-naftol-4-sulfonat di dalam air, 30 g NaHSO3 dan 6 g Na2SO3. Encerkan sampai volume 250 mL. Biarkan satu malam dan saring (untuk analisa rutin, buat larutan yang baru setiap 2 minggu) Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Pereaksi (Lanjutan): (3) Larutan FOSFAT STANDAR: larutkan 0.4389 g KH2PO4 didalam air, tambah 10 mL H2SO4 10 N dan encerkan sampai volume 1 L menggunakan air ( 1 mL = 0.1 mg P). Tambahkan 1 mL kloroform sebagai pengawet. Prosedur: (1) Kedalam 5 mL larutan abu yang dihasilkan dari pengabuan kering, tambahkan 5 mL larutan MOLIBDAT, campur merata. (2) Tambahkan 2.0 mL asam aminonaftol sulfonat, campur merata dan encerkan larutan sampai volume 50 mL. (3) Siapkan larutan blanko dengan cara yang sama dengan menggunakan air sebagai pengganti larutan abu. (4) Diamkan 10 menit, ukur P menggunakan spektrofotometer pada λ 650 nm Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Pembuatan KURVA STANDAR: (1) Encerkan 10 mL larutan potasium fosfat standar menjadi 50 mL menggunakan air (1 mL = 0.02 mg P) (2) Ambil larutan dengan pipet sebanyak 5-40 mL (5, 10, 20, dan 40 mL) dan masukkan kedalam labu ukur 50 mL. (3) Tambahkan 5.0 mL pereaksi molibdat, campur merata. (4) Tambahkan 2.0 mL asam aminonaftol sulfonat, campur merata dan encerkan sampai volume 50 mL. (5) Ukur absorbans larutan pda penetapan sampel dan buat hubungan konsentrasi dengan absorbans Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Penetapan FOSFOR Metode MOLIBDAT-VANADAT Prinsip: Sampel diperlakukan dengan asam nitrat untuk mengubah semua metafosfat dan pirofosfat menjadi ortofosfat. Kemudian sampel diperlakukan dengan asam molibdat dan asam vanadat sehingga ortofosfat yang ada dalam sampel akan bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut dan membentuk kompleks asam vanamolibdifosfat yang berwarna kuning oranye. Intensitas warna dari senyawa kompleks tersebut dapat diukur dengan spektrofotometer pada λ 450 nm, dan dibandingkan dengan standar fosfor yang telah diketahui konsentrasinya. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
(5) Potasium dihidrogen fosfat (6) HCl 5M Pereaksi: (1) Amonium molibadat (2) Amonium vanadat (3) Asam nitrat pekat (4) Asam sulfat pekat (5) Potasium dihidrogen fosfat (6) HCl 5M Persiapan Pereaksi: Pereaksi VANADAT-MOLIBDAT Larutkan 20 g amonium molibdat dalam 400 mL aquades hangat (50oC), dinginkan. Larutkan 1.0 g amonium vanadat (amonium meta vanadat) dalam 300 mL aquades mendidih, kemudian dinginkan. Perlahan-lahan tambahkan 140 mL asam nitrat pekat sambil diaduk. Masukkan lartan molibdat kedalam larutan vanadat dan aduk. Encerkan sampai volume 1 L dengan aquades. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Persiapan Pereaksi (Lanjutan): Larutan FOSFAT STANDAR Timbang tepat 3.8340 g potasium dihidrogen fosfat kering. Larutkan didalam aquades dan encerkan sampai volume 1 L. Ambil 25 mL larutan tersebut, masukkan kedalam labu takar 250 mL dan encerkan sampai tanda tera (1 mL = 0.2 mg P2O5) Pembuatan KURVA STANDAR: Ambil dan masukkan kedalam satu seri labu takar 100 mL, masing-masing 0, 2.5, 5, 10, 20, 30, 40 dan 50 mL larutan fosfat standar. Encerkan masing-masing alikuot volume 50-60 mL dengan aquades. Tambahkan 25 mL pereaksi vanadat-molibdat kedalam masing-masing labu takar dan encerkan sampai volume 100 mL dengan aquades. Diamkan larutan selama 10 min, ukur absorbansinya pada λ 400 nm. Masing-masing larutan tersebut mengandung 0, 0.5, 1.0, 2.0, 4.0, 6.0, 8.0 dan 10.0 mg P2O5/100 mL. Buatlah kurva absorbansi vs mg P2O5/100 mL. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Encerkan filtrat sampai tanda tera. Persiapan SAMPEL: Tahapan A: Tambahkan 10 mL HCl 5M pada sejumlah abu dari hasil pengabuan kering, dinginkan. Saring larutan dengan kertas saring no. 1 dan masukkan filtratnya kedalam labu takar. Bilas cawan dengan aquades, kemudian campurkan air pembilas yang telah disaring dengan filtrat didalam labu takar. Cuci endapan di dalam kertas saring sebanyak 2 kali, masing-masing dengan 20 m aquades. Encerkan filtrat sampai tanda tera. Tahapan B (apabila tidak tersedia sampel dalam bentuk abu): Timbang dengan tepat 5 g sampel di dalam gelas piala 150 mL. Tambahkan 20 mL asam nitrat pekat, didihkan selama 5 min. Dinginkan dan tambahkan 5 mL asam sulfat pekat. Panaskan dan smpurnakan “digestion” dengan penambahan HNO3 setetes demi setetes sampai larutan tidak berwarna. Panaskan sampai timbul warna putih (asap), kemudian dinginkan. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Tambahkan 15 mL aquades dan didihkan lagi selama 10 min. Dinginkan, pindahkan larutan kedalam labu takar 250 mL. Bilas gelas piala sampai bersih, masukkan bilasan kedalam labu takar. Encerkan larutan dalam labu takar sampai tanda tera dengan aquades. Penetepan SAMPEL: Ambil 10 mL larutan yang dihasilkan dengan cara A atau B, kemudian masukkan kedalam labu takar 100 mL. Tambahkan 40 mL aquades dan 25 mL pereaksi vanadat-molibdat. Encerkan dengan aquades sampai tanda tera. Diamkan larutan selama 10 min, ukur absorbansinya pada λ 400 nm. Catat konsentrasi fosfor dari kurva standar berdasarkan absorbansinya yang terbaca Perhitungan: % fosfor dalam sampel (P2O5) = (C x 2.5)/W C = konsentrasi fosfor dalam sampel (mg/100 mL) yang terbaca dari kurva standar W = berat sampel yang digunakan Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Penetapan BESI Metode I Prinsip: Kandungan besi di dalam bahan pangan dianalisa dengan mengkonversi besi dari bentuk FERRO menjadi FERRI dengan menggunakan oksidator seperti K2S2O8 (potasium persulfat) atau H2O2 (hidrogen peroksida), kemudian direaksikan dengan KSCN (potasium tiosianat) sehingga membentuk FERITIOSIANAT yang berwarna merah. Warna yang terbentuk dapat diukur absorbansinya pada λ 480 nm. Pereaksi: H2SO4 pekat (bebas Fe) Larutan K2S2O8 jenuh: larutkan 1-8 g K2S2O8 bebas besi dengan 100 mL air didalam sebuah botol bertutup gelas, campur merata. Bagian yang tidak larut akan mengendap di dasar botol, dianggap sebagai kehilangan karena dekomposisi. Kocok sebelum digunakan dan simpan dalam lemari es. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Gunakan larutan abu yang dihasilkan dari pengabuan kering. Pereaksi (Lanjutan): Larutan KSCN 3N: larutkan 146 g KSCN di dalam air dan encerkan sampai 500 mL. Saring jika keruh. Tambahkan 20 mL aseton murni untuk menaikkan “keeping quality: Larutan besi standar: larutkan 0.702 g kristal FeSO4(NH4)2SO4.6H2O didalam 100 mL air. Tambahkan 5 mL H2SO4 pekat, hangatkan sebentar dan tambah potasium permanganat pekat tetes demi tetes sampai satu tetes terakhir menghasilkan warna tetap. Pindahkan kedalam labu takar 1 L, bilas dengan air dan encerkan sampai tanda tera (1 mL = 0.1 mg ion FERRI). Larutan ini stabil. Cara Kerja: Gunakan larutan abu yang dihasilkan dari pengabuan kering. Kedalam tiga tabung reaksi bertutup yang terpisah, masukkan larutan sebagai berikut: Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
NOTES: penambahan pereaksi harus berurutan dari atas ke bawah Larutan Blanko (mL) Standar Sampel Larutan besi standar (1 mL = 0.1 mg Fe) 0.0 1.0 Larutan abu 5.0 Air 4.0 H2SO4 pekat 0.5 K2S2O8 KSCN 2.0 NOTES: penambahan pereaksi harus berurutan dari atas ke bawah Masing-masing tabung encerkan sampai volume 15 mL dengan air. Ukur absorbansi warna larutan dengan spektrofotometer pada λ 480 nm. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
OD sampel x 0.1 x vol total larutan abu x 100 Perhitungan = OD sampel x 0.1 x vol total larutan abu x 100 OD standar x 5 x berat sampel yg digunakan dlm pengabuan Pembuatan KURVA STANDAR: Apabila dikehendaki, buatlah kurva standar. Pipet 0, 0.5, 1.0, 1.5, 2.0 dan 2.5 mL larutan besi standar masing-masing kedalam tabung reaksi tertutup. Kedalam masing-masing tabung reaksi tambahkan 0.5 mL H2SO4 pekat, 1.0 mL K2S2O8, 2.0 mL KSCN dan encerkan sampai volume 15 mL. Ukur absorbansi pada 480 nm. Buat kurva standar hubungan antara kosentrasi dengan absorbansi. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Penetapan BESI Metode II Prinsip: Besi (II) bereaksi dengan 1,10-penantrolin membentuk kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+ yang berwarna merah-oranye. Intensitas warna yang terbentuk tidak tergantung pada keasaman pada selang pH 2-9 dan stabil untuk waktu yang lama. Besi (III) dapat direduksi oleh hidroksil amonium klorida atau hidrokuinon menjadi besi (II). Intensitas warna kompleks besi fenantrolin ini dapat diukur pada λ 515 nm. Beberapa logam dapat mengganggu penetapan besi dengan metode ini seperti Ag, Bi, Cu, Ni dan Co, demikian juga perklorat, sianida, molibdat dan tungstat. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Larutan 1,10-fenantrolin monohidrat 0.25% dalam air Pereaksi: Larutan 1,10-fenantrolin monohidrat 0.25% dalam air Sodium asetat 0.2 M dan 2M Hidroksil amonium klorida 10% atau hidrokuinon 1% dalam bufer asetat pH ± 4.5 (campuran 65 mL larutan asam asetat 0.1 M dengan 35 mL larutan sodium asetat 0.1 M) Indikator bromofenol biru. Cara Kerja: Ambil sejumlah larutan abu dari hasil pengabuan kering yang diperkirakan mengandung 0.1 – 0.5 mg besi, masukkan kedalam labu takar 50 mL. Dengan menggunakan sejumlah volume larutan abu yang sama yang ditambah beberapa tetes bromofenol biru, tentukan jumlah larutan sodium asetat yang dibutuhkan untuk menaikkan pH larutan abu menjadi 3.5 ± 1.0. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Cara Kerja (Lanjutan): 3. Tambahkan 4 mL larutan hidrokuinon dan 4 mL larutan 1,10-fenantrolin. Tepatkan sampai tanda tera dengan akuades, campur merata dan biarkan selama 1 jam agar reaksi reduksi besi sempurna. Dengan cara yang sama siapkan standar larutan besi (II), kemudian lakukan tahap 1 s/d 4. Ukur intensitas warna yang terbentuk pada 515 nm. Tentukan kadar besi dalam sampel. Jika digunakan hidroksil amonium klorida sebagai pereduksi maka pada tahap 3, tambahkan 5 mL larutan hidroksil amonium klorida, sesuaikan pH larutan menjadi 3-6 dengan larutan sodium asetat, kemudian tambahkan 4 mL larutan 1,10-fenantrolin, tepatkan sampai tanda tera, biarkan 5-10 menit, ukur absorbansinya pada 515 nm. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Analisis Kadar IODIUM Metode Spektrofotometri (Slamet et al. 1990) Prinsip: salah satu cara penetapan kuantitatif untuk menetapkan kadar iodium dalam bahan pangan berdasarkan reduksi katalis ion Ce4+ (kuning) menjadi Ce3+ (tidak berwarna) dengan katalisator iodida. Sisa Ce4+ yang tidak tereduksi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Metode ini terdiri dari empat bagian yaitu pembuatan larutan pereaksi, pembuatan kurva standar, persiapan contoh dan perhitungan kadar iodium. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Prosedur: Larutan Pereaksi a. Asam arsenat 0.02 N : larutkan 0.986 g arsen trioksida (AsO33-) dalam 10 ml NaOH 0.5 N dalam sebuah gelas piala dan panaskan. Masukkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 1 L, encerkan dengan 850 ml aquades dan tambahkan 20 mL asam klorida pekat dan 20.6 ml asam sulfat pekat. Tepatkan dengan aquades hingga 1 L. b. Ceri ammonium sulfat 0.03 N : tambahkan 48.6 mL asam sulfat pekat kedalam 600 mL aquades kedalam labu takar 1 L. Kemudian tambahkan 20 g ceri ammonium sulfat dan langsung larutkan. Larutan ditepatkan hingga 1 L. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Larutan Pereaksi (Lanjutan) d. Larutan pengabuan : larutkan 212 g natrium karbonat anhidrat dan 20 g kalium hipoklorida di dalam 1 L aquades. e. Larutan standar induk iodine 4 µg/ml : dibuat dengan melarutkan standar kalium iodida di dalam aquades. f. Standar kerja iodine : dipipet kedalam labu takar 100 mL masing-masing 1, 2, 3 dan 4 mL larutan standar iodine dan ditepatkan hingga tanda garis. Larutan ini sekarang mengandung 0.04, 0.08, 0.12 dan 0.16 µg iodium/mL. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Pembuatan Kurva Standar : a. Dipipet 5 ml masing-masing larutan standar kerja iodine 0.04, 0.08, 0.12 dan 0.16 µg iodium/mL kedalam tabung reaksi atau kuvet dan rendam dalam penangas air bersuhu 37ºC tercapai. b. Setelah suhu 37ºC tercapai, tambahkan larutan ceri ammonium sulfat ke dalam tabung dengan menggunakan pipet 1.0 ml. c. Tepat setelah 20 menit, reduksi ceri kepada cero diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 420 nm. d. Dilakukan juga pada blanko tanpa sampel atau standar. e. Dibuat kurva hubungan konsentrasi (µg iodium/ml) versus serapan masing-masing larutan standar. Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
Copyright Dr. Joko Santoso Minerals
TERIMA KASIH Copyright Dr. Joko Santoso Minerals