PENDAHULUAN TUJUAN SYARI’AT ISLAM Tujuan ditetapkan hukum dalam Islam adalah untuk memelihara kemashlahatan manusia sekaligus untuk menghindari mafsadat, yakni memelihara: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Tujuan tersebut dicapai melalui penetapan hukum yang pelaksanaannya tergantung pada pemahaman sumber hukum (al-Qur'an dan al-Sunnah)
DASAR HUKUM ISLAM AL-QUR’AN Al-Qur’an adalah sumber hukum pertama dan utama dalam Islam. Sehingga jika ada masalah-masalah baru yang muncul dalam kehidupan masyarakat kita harus menjadikan al-Qur’an sebagai rujukan yang pertama. Al-Qur’an secara global terdiri dari ayat ayat Muhkamat (jelas) dan Mutasyabihat (umum dan belum jelas)
DASAR HUKUM ISLAM Secara garis besar ayat ayat al-Qur’an terdiri dari : Ayat-ayat muhkamat (hukum), kelompok ayat-ayat ini adalah ayat-ayat yang sudah jelas dan tegas sehingga tidak membutuhkan penjelasan lebih lanjut, seperti ayat ayat yang berhubungan dengan masalah aqidah (al-ikhlas )dll. Ayat-ayat Mutasyabihat, ayat-ayat yang termasuk kelompok ini sifatnya masih umum dan belim jelas, sehingga perlu penjelasan lebih lanjut. Seperti ayat-ayat tentang perintah shalat, penjelasan lebih detail tentang ayat tersebut ada didalam al-Hadits.
DASAR HUKUM ISLAM B. AL-HADITS Pengertian Al-Hadits Menurut bahasa : Khabar / berita yang disampaikan seseorag kepada orang lain. Menurut Istilah : Segala ucapan, perbuatan dan hal ihwal dan taqrir
DASAR HUKUM ISLAM AS-SUNNAH Menurut bahasa :Jalan, artinya jalan hidup yang ditempuh dan dijadikan kebiasaan, apakah perbuatan itu baik atau buruk. Menurut istilah : Segala yang dinukil/diambil dari nabi baik perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, jalan hidup baik sebelum dan sesudah diangkat menjadi nabi.
HADITS QUDSI Adalah perintah (wahyu) Tuhan yang disampaikan kepada nabi (melalui mimpi atau ilham) tetapi redaksinya bukan ditentukan oleh Allah melainkan dibuat oleh nabi sendiri. Dan biasanya hadits qudsi selalu dimulai dengan kata : Allah berfirman.
JENIS HADITS BERDASARKAN MATAN (ISI) Hadits Perkataan : yakni hadits tentang ucapan atau perkataan nabi. Hadits jenis ini biasanya diawali dengan perkataan “Nabi bersabda” Hadits perbuatan : yaknik hadits tentang perbuatan nabi seperti hadits mengenai cara mendirikan shalat, jumlah rakaatnya, haji dll. Semua cara ini diterima melalui perbuatan nabi yang kemudian diceritakan oleh sahabat maka jadilah hadits. Hadits taqrir : yakni hadits yang berkenaan dengan ketetapan nabi. Contoh hadits taqrir : biasanya terjadi karena perbedaan pendapat/penafsiran terhadap perkataan nabi.
FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR’AN Menafsirkan, artinya menerangkan ayat-ayat yang tidak jelas dan tidak mudah diketahui maksudnya/maknanya. Seperti ayat-ayat mujmal (yang masih umum) seperti ayat tentang shalat, zakat dll. 2. Menguatkan artinya keterangan yang diberikan oleh al-Hadits adalah untuk menambah kokoh/kuat apa yang telah diterangkan oleh al-Qur’an, seperti ayat tentang puasa : 3. menetapkan suatu hukum yang belum ada ketetapannya di dalm al-qur’an
TINGKATAN HADITS Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak dan tidak diragukan lagi kebenarannya. Masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat dan tabi’in seorang atau beberapa orang yang dipercaya dan jujur. Ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh seseorang atau beberapa orang tapi bukan dari kalangan sahabat. Hadits ahad terbagi kepada : 3 (Tiga) tingkatan
Hadist Ahad Shaheh adalah hadits yang meriwayatkannya sampai kepada nabi Hasan adalah hadits yang meriwayatkannya bersambung sampai kepada nabi tapi yang meriwayatkannya kurang adil. Do’if adalah hadits yang meriwayatkannya tidak bersambung dan juga kurang adil.
C. IJTIHAD Pengertian Menurut bahasa : yang berarti : Berusaha keras, Sungguh-sungguh, mencurahkan tenaga, memeras fikiran. Menurut istilah : Suatu pekerjaan yang mempergunakan segala kemampuan daya ruhaniah untuk mengeluarkan hukum syara/menggali hukum berdasar al-Qur’an dan al-Hadits.
OBJEK IJTIHAD maslah ekonomi : Saham, Bunga Bank, Asuransi dll. Obyek dari ijtihad adalah : Masalah-masalah baru yang muncul dalam kehidupan masyarakat yang belum ada keputusan hukumnya baik di al-Qur’an maupun di Al-hadits, dan umumnya menyangkut masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan social seperti : maslah ekonomi : Saham, Bunga Bank, Asuransi dll. Masalah politik : bentuk negara, dll Teknologi : cloning, bayi tabung, dll
SYARAT IJTIHAD Menguasai bahasa arab. Hal ini disyaratkan karena al-Qur’an dal al-Hadits yang menjadi sumber utama hokum Islam adalah berbahasa arab. Akan tetapi ada beberapa ulama yang tidak mensyaratkan penguasaan bahasa arab, dengan pertimbangan bahwa al-Qur’an sekaran telah banyak diterjemahkan kedalam berbagai bahasa. 2. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang seluk beluk al-Qur’an (Ulumul Qur’an ). Dengan bekal paham dengan ilmu ini, maka seorang mujtahid dapat memahami isi kandungan dan maksud al-qur’an , terutama yang berhubungan dengan hukum syari’at. Imam syafi’i malah mengharuskan seorang mujtahid mahus hafal al-Qur’an, sehingga dia bisa dengan mudah menyebutkan ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum syara.
SYARAT IJTIHAD 3. Memiliki pengetahuan yang cukum tentang Sunnah Seperti diketahui bahwa fungsi al-Hadits adalah sebagai penafsir dan penjelas dari al-Qur’an. Sehingga seorang mujtahid perlu memahami ini terutama yang berhubungan dengan kualitas dari hadits-hadits yang ada, sehingga tidak terjebak dengan penggunaan hadits yang do’if/palsu dalam memberikan penjelasan terhadap al-Qurlan dan menetapkan keputusan hukum . 4. Memiliki pengetahuan yang luas tentang ilmu ilmu yang berhubungan dengan disiplin ilmu Seorang mujtahid yang ingin melakukan ijtihad tentang hal-hal yang baru muncul dalam kehidupan masyarakat yang berhubungan dengan disiplin ilmu tertentu harus memiliki pengetahuan yang luas tentang hal tersebut. Jika tidak memilikinya maka dia tidak bisa melakukan ijtihad untuk memutuskan masalah tersebut. Sebagai contoh jika seorang mujtahid ingin memutuskan apakah bayi tabung itu boleh atau tidak menurut Islam maka dia harus faham terlebih dahulu tentang seluk beluk bayi tabung, seperti proses bayi tabung dst. 5. Bermoral/Berakhlak Agar seorang mujtahid melaksanakan ijtihadnya secara benar dan tidak diselewengkan maka orang tersebut harus dasar moral yang tinggi atau berahlak mulia.