Prodi Hukum Bisnis Syariah Fakultas Syariah UIN Maliki Malang 2015 KULIAH FIQH MAWARiS By M. NUR SYAFIUDDIN Prodi Hukum Bisnis Syariah Fakultas Syariah UIN Maliki Malang 2015
RUANG LINGKUP FIQH MAWARIS PERTEMUAN 1 RUANG LINGKUP FIQH MAWARIS
Pengertian Fiqh Mawaris Istilah Fiqh Mawaris (فقه المواريث) = Hukum Kewarisan, yaitu hukum yang mengatur tata cara pembagian harta peninggalan orang yang meninggal dunia. Ada dua nama ilmu yang membahas pembagian harta warisan, yaitu ilmu mawaris (علم المواريث) dan ilmu fara'id (علم الفرائض). Kedua nama ini (mawaris dan fara'id) disebut dalam al-Qur'an maupun al-hadis.
ASAS KEWARISAN ISLAM Asas-asas hukum kewarisan Islam dapat digali dari ayat-ayat hukum kewarisan serta sunah nabi Muhammad SAW Asas Integrity (ketulusan) Integrity artinya ketulusan hati, kejujuran, atau keutuhan. Asas ini mengandung pengertian bahwa melaksanakan hukum kewarisan dalam islam, di perlukan ketulsan hati menaatinya karena terikat dengan aturan yang diyakini kebenaranya. (taat pada syariat islam / kitab suci Al-Quran) (Qs. Ali ‘Imran {3}: 85)
2. Asas ta’abbudi (penghambaan diri) Maksud dari asas ta’abuddi adalah melaksanakan hukum waris sesuai syariat islam adalah bagian dari ibadah kepada Allah Swt Sebagai ibadah, dan tentunya mendapatkan berpahala Bila ditaati seperti menaati hukum-hukum islam lainya. (Qs. An Nissa’ {4}: 13-14) 3. Asas Huququl Maliyah (Hak-Hak kebendaan) Maksud dari huququl maliyah adalah hak-hak kebendaan. Artinya, hanya hak dan kewajiban kebendaan (benda yang berbentuk) yang dapat di wariskan kepada ahli waris. segala Hal-hal kewajiban yang bersifat pribadi tidak dapat di wariskan. (kompilasi hukum islam pasal 175)
5. Asas ijbari (keharusan, kewajiban) 4. Asas Huququn thabi’iyah (Hal-Hak Dasar) adalah hak-hak dasar dari ahli waris sebagai manusia. Artinya, meskipun ahli waris itu seorang bayi yang baru lahir atau seorang yang sudah sakit menghadapi kematian sedangkan ia masih hidup ketika pewaris meninggal dunia 5. Asas ijbari (keharusan, kewajiban) Asas ini adalah yang mengatur tata cara peralihan secara otomatis harta dari seorang, baik pewaris maupun ahli waris sesuai dengan ketetapan Allah swt. Tanpa di gantung terhadap kehendak seseorang baik pewaris maupun ahli waris. Peralihan harta yang pasti terjadi setelah orang meninggal Jumlah harta sudah ditentukan untuk masing-masing ahli waris. Orang-orang yang akan menerima harta warisan itu sudah di tentukan dengan pasti, yakni orang yang mempunyai hubungan darah dan perkawinan.
6. Asas bilateral Asas bilateral mengandung makna bahwa seseorang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak, yaitu dari kerabat keturunan laki-laki dan dari kerabat keturunan perempuan. (Qs. An-Nisaa’{4}:7) (Qs. An-Nisaa’{4}:11-12) (Qs. An-Nisaa’{4}:176) 7. Asas individual Asas ini menyatakan harta warisan dapat di bagi kepada masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara perorangan. Dalam pelaksanaanya seluruh harta di nyatakan dalam nilai tertentu. Yang kemudian dibagi-bagikan kepada ahli waris yang dapat menerimanya menurut kadar bagian masing-masing. (Qs. An-Nisaa’{4}:8) (Qs. An-Nisaa’{4}:33)
8. Asas keadilan yang berimbang harus ada keseimbangan antara hak yang diperoleh seseorang dari harta warisan dengan kewajiban atau beban biaya kehidupan yang harus di tunaikanya Misalnya. Laki-laki dan perempuan mendapatkan hak yang sebanding dengan kewajiban yang di pikulnya masing-masing (kelak) dalam kehidupan bermasyarakat seorang laki laki menjadi penanggung jawab daalam kehidupan keluarga. Mencukupi keperluan hidup anak dan istrinya sesuai kemampuanya. (Qs. Al-Baqarah {2}:233) (Qs. Ath-Thalaaq{65}:7) 9. Asas kematian Makna asas ini menandaka bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain terjadi setelah orang yang mempunyai harta itu meninggal dunia. Harta seseorang tidak bisa beralih ke orang lain (melalui pembagian harta warisan) selama orang yang mempunyai harta itu masih hidup. (tidak mengenal kewariasan atas dasar wasiat)
10. Asas membagi habis harta warisan 10. Asas membagi habis harta warisan. Membagi semua harta peningalan (warisan) hingga tak tersisa adalah makna dari asas ini. Hal tersebut dari proses menghitung dan menyelesaikan pembagian harta warisan. Caranya, dengan menentukan ahli waris berserta bagianya masing-masing, membersihkan atau memurnikan dari hutang dan wasiat, sampai melaksanakan pembagian hingga tuntas.
SUMBER HUKUM WARIS ISLAM Ilmu Waris Islam adalah merupakan bagian dari ilmu Fiqh. Tentu ia memiliki sumber sebagaimana layak Ilmu Fiqh lainnya Ilmu Waris bersumber dari sumber pokok ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah yang diperkuat oleh Ijma ulama
Al-Qur’an sebagai sumber pertama menjelaskan secara jelas hak-hak penerimaan warisan dari harta warisan yang ditinggalkan Al-Nisa’, ayat 7, 11, 12 dan 176 dll. al-Hadist, seperti hadist yang diriwayatkan al-Dairamiy yang artinya Nabi bersabda : “Berikanlah harta pusaka kepada orang-orang yang berhak. Sesudah itu, sisanya untuk orang laki-laki yang lebih utama Ijma’, karena banyak hal yang menjadi kesepakatan ulama yang diterapkan dalam pembagian harta warisan, seperti status cucu yang ayahnya lebih dahulu meninggal daripada kakek yang bakal menerima warisan bersama saudara-saudara ayah cucu yang meninggal tadi
HUKUM MEMPELAJARI DAN MENGAJARKAN WARIS WAJIB Dalam ayat-ayat Mawaris Allah menjelaskan bagian setiap ahli waris yang berhak mendapatkan warisan, menunjukkan bagian warisan dan syarat-syaratnya menjelaskan keadaan-keadaan dimana manusia mendapat warisan dan dimana ia tidak memperolehnya, kapan ia mendapat warisan dengan penetapan atau menjadi ashobah (menunggu sisa atau mendapat seluruhnya) atau dengan kedua-duanya sekaligus dan kapan ia terhalang untuk mendapatkan warisan sebagian dan seluruhnya.
Begitu besar derajat Ilmu Faraidh bagi umat Islam sehingga oleh sebagian besar ulama dikatakan sebagai separoh Ilmu. Sebagaimana hadis Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Ahmad, Nasa’i dan Daru Quthni, yang artinya : “Pelajarilah Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada orang-orang, pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah ilmu itu kepada orang-orang, karena aku adalah manusia yang akan direnggut (wafat), sesungguhnya ilmu itu akan dicabut dan akan timbul fitnah hingga kelak ada dua orang berselisihan mengenai pembagian warisan, namun tidak ada orang yang memutuskan perkara mereka”.
Hadis tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah saw, memerintahkan kepada umat Islam untuk mempelajari dan mengajarkan ilmu faraidh, agar tidak terjadi perselisihan-perselisihan dalam pembagian harta peninggalan, disebabkan ketiadaan ulama faraidh. Perintah tersebut mengandung perintah wajib. Kewajiban mempelajari dan mengajarkan ilmu itu gugur apabila ada sebagian orang yang telah melaksanakannya. Jika tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, maka seluruh umat Islam menanggung dosa, disebabkan melalaikan suatu kewajiban. Dalam buku lain, kami menemukan bahwa dengan adanya kewajiban untuk menjalankan syariat Islam dalam perkara waris maka wajib (wajib kifayah) pula hukum belajar dan mengajarkan ilmu faraid
SEJARAH FIQH WARIS 1. Masa Pra Islam Berpegang kepada adat istiadat Anak yang belum dewasa dan anak perempuan atau kaum perempuan tidak berhak mendapat warisan dari harta peninggalan orang yang meninggal dunia. Janda dianggap sebagai warisan dan boleh berpindah tangan dari si ayah kepada anaknya. Sebab-sebab pusaka mempusakai : a. pertalian kerabat b. janji prasetia janji dengan pewaris c. pengangkatan anak
2. Masa Awal Islam Kekuatan kaum muslimin masih sangat lemah, lantaran jumlah mereka sedikit. Untuk menghadapi kaum musyrikin Quraisy yang sangat kuat, Rasulullah saw. meminta bantuan penduduk di luar kota Mekkah yang sepaham dan simpatik terhadap perjuangannya dalam memberantas kemusyrikan. Sebab-sebab mempusakai adalah : a. pertalian kerabat b. pengangkatan anak c. hijrah
3. Masa Islam dan seterusnya pewarisan Islam yang berhak menerima harta warisan tidak terbatas kepada kaum laki-laki yang sudah dewasa, melainkan juga kepada anak-anak dan perempuan. Dalam pewarisan Islam tidak dikenal adanya janji prasetia dan pengangkatan anak (adopsi)
HUBUNGAN WARIS ISLAM DENGAN WARIS NASIONAL Hukum waris Islam merupakan bagian hukum yang diberlakukan bagi orang-orang yang memeluk agama Islam, sebab di Indonesia diberlakukan pada umumnya beberapa hukum waris, diataranya: 1. Untuk warga negara golongan Indonesia asli, pada perinsipnya berlaku hukum adat sesuai dengan daerah masing-masing. 2. Untuk warga negara golongan Indonesia asli yang beragama Islam di berbagai daerah diberlakukan hukum Islam yang sangat berpengaruh. 3. Bagi orang Arab pada umumnya berlaku hukum Islam secara keseluruhan. 4. Bagi orang-orang Tionghoa dan Erofa berlaku hukum warisan dari Gugerlijik Wetboeh
sekian TERIMAKASIH