Peraturan undang-udang TENTANG PERIKANAN DI SUSUN OLEH: KETUA : TASRINUR ANGGOTA : BAHARI ABDUL KARIM FERIYANDA NAJJAH
Hukum Perikanan dalam Qanun Nomor 7 tahun 2010 Kandungan Qanun nomor 7 tahun 2010 tentang perikanan tergolong lengkap karena mengatur semua hal terkait pengelolaan perikanan dari awal hingga akhir, yang dalam Qanun tersebut dikatakan sebagai semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengaturan, pembuatan keputusan, konservasi, alokasi dan peremajaan sumber daya perikanan, implementasi, dan pengawasan serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktifitas sumber daya hayati perairan demi terwujudnya kesejahteraan seluruh rakyat
1. Ruang Lingkup Pengelolaan Perikanan Dalam pengelolaan sumber daya ikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 Qanun nomor 7 tahun 2010, Pemerintah Aceh memiliki kewenangan yang sangat luas dalam menetapkan ruang lingkup pengelolaan perikanan yang nantinya harus ditetapkan dengan peraturan gubernur, kewenangan tersebut adalah: 1. Rencana pengelolaan sumber daya ikan 2. Potensi dan alokasi sumber daya ikan 3. Jumlah, jenis, dan ukuran ikan yang tidak boleh ditangkap 4.Potensi dan alokasi lahan pembudidayaan ikan
Lanjutan.... 5. Potensi dan alokasi induk serta benih ikan tertentu 6. Jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan 7. Jenis, jumlah, ukuran, dan alat bantu penangkapan ikan lainnya 8. Wilayah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan 9. Persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan 10. Pusat pendaratan ikan, sistim informasi dan pemantauan kapal perikanan 11. Pos pemeriksaan distribusi dan baku mutu hasil ikan 12. Jenis ikan dan biota perairan lainnya yang akan dibudidayakan
2. Perizinan Pada prinsipnya Qanun mewajibkan semua pihak yang bergerak di bidang budidaya perikanan untuk memiliki izin dari pemerintah Aceh atau pemerintah kabupaten/kota, namun ada perbedaan antara usaha kecil dan usaha sedang dan besar dalam proses perizinan tersebut. Bagi usaha kecil perizinan cukup dengan mendaftarkan kegiatan usahanya kepada dinas kelautan dan perikanan setempat, dan pendaftaran tersebut sudah dianggap sebagai izin.
Lanjutan... Sedangkan bagi usaha sedang dan besar perizinan harus dengan memiliki Surat izin Usaha perikanan (SIUP) bidang budidaya, yang mana syarat-syarat dan ketentuan dalam penerbitan izin tersebut akan diatur lebih lanjut dengan peraturan gubernur
Lanjutan... yang harus dikeluarkan oleh gubernur dan ada juga yang bisa dikeluarkan oleh bupati/walikota. 1. kewenangan gubernur dalam memberikan izin meliputi: 2. memberikan SIUP pada usaha perikanan laut Aceh di atas 4 mil laut 3. memberikan SIPI untuk kapal yang berbobot di atas 30 GT 4. memberikan SIKPI untuk kapal yang berbobot di atas 10 GT 5. memberikan izin usaha budidaya ikan air tawaKewajiban memiliki izin
Lanjutan... Dalam Pasal 37 ditegaskan bahwa setiap usaha penangkapan ikan wajib mengantongi izin sesuai dengan sub bidang masing-masing, baik sebagai pengangkap ikan atau pengangkut ikan, sebagaimana disebutkan berikut: 1, Setiap usaha penangkapan ikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 wajib memiliki Surat izin usaha Perikanan (SIUP) 2. Setiap usahah budidaya ikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 wajib memiliki SIUP bidang budidaya. 3. Berdasarkan SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 maka dapat diberikan izin: Surat izin penangkapan ikan (SIPI) Surat izin kapal pengangkut ikan (SIKPI) Dalam pasal 43 dibagikan juga kewenangan pemberian izin antara gubernur dan bupati/walikota. Dimana ada izin r, payau dan laut untuk skala menengah dan besar 4. memberikan izin usaha pengumpulan penyimpanan, pemasaran interinsulair, ekspor dan impor hasil perikanan 5. memberikan izin usaha pengolahan ikan skala menengah dan besar 6. memberikan izin terhadap kapal asing dalam segala jenis dan ukuran
3. Pengolahan dan Pengawetan Untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi pada ikan diperlukan pengolahan dan pengawetan supaya ikan tidak busuk ketika disimpan, ketentuan tentang itu diatur dalam Pasal 23 Qanun nomor 7 tahun 2010, yang menegaskan bahwa: “Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota memberikan izin untuk usaha pengolahan dan pengawetan ikan
Lanjutan.... Qanun tersebut juga mewajibkan semua pihak yang mengolah dan mengawetkan ikan untuk menjaga standar mutu supaya menjamin perlindungan konsumen, serta memiliki izin usaha:
4. Pemasaran Prinsip-prinsip pemasaran yang diatur dalam pasal 25 Qanun nomor 7 tahun 2010 mengharuskan produk yang dipasarkan harus dijamin mutu, kebersihan, kesehatan, keamanan dan halal bagi konsumen. Juga tidak dibernarkan untuk dikuasai dan didominasi oleh pelaku usaha tertentu dengan cara monopoli sehingga merugikan penangkap dan pembudidaya ikan serta konsumen.
Lanjutan.... Untuk menghindari monopoli illegal terhadap marketing ikan, Qanun mengharuskan diadakannya pelelangan terbuka terhadap produk yang akan dijual di pusat pemasaran ikan. Untuk mengontrol semua pelaku bisnis marketing ini Qanun mewajibkan Pelaku usaha pemasaran ikan dari dan ke Aceh harus mendapat izin dari pemerintah Aceh, dan untuk menjamin stok dalam negeri selalu tersedia pelaku pemasaran harus menjamin kestabilan dan ketersediaan stok ikan untuk konsumsi masyarakat Aceh. Semua hal terkait jumlah ikan, jenis ikan, dan daerah tujuan pemasaran ikan akan diatur dengan peraturan gubernur
Akibat Hukum Jika Melanggar Qanun Tentang Perikanan Pelanggaran terhadap pasal-pasal di atas adalah tindak pidana yang merupakan pelanggaran yang dapat dihukum dengan hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000 (Lima Puluh Juta Rupiah)
SEKIAN DAN TERIMONG GEUNASEH