WANPRESTASI Adalah suatu keadaan dimana si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya Wanprestasi dapat berupa : Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan; Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat; Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Hukuman akibat wanprestasi dapat berupa : Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi); Pembatalan perjanjian; Peralihan resiko; Membayar biaya perkara. Kapan debitur dinyatakan lalai? Pasal 1238 menyebutkan:”si berutang adalah lalai bila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri menetapkan bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”
Unsur-unsur ganti rugi Biaya, yaitu segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak. Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur. Bunga, yaitu kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur.
Pembatasan tuntutan ganti rugi meliputi: Kerugian yang dapat diduga yang merupakan akibat langsung dari wanprestasi ( pasal 1247, 1248 KUH Perdata) Bunga moratoir (bunga akibat kelalaian) ditetapkan sebesar 6%, dihitung sejak dituntutnya ke pengadilan ( pasal 1250 KUHPerdata). Pembatalan perjanjian Pembatalan perjanjian harus dimintakan kepada hakim. Jadi tidak mungkin perjanjian itu batal secara otomatis pada waktu debitur nyata-nyata melalaikan kewajibannya ( pasal 1266 KUHPerdata)
Peralihan resiko Resiko dapat dipikulkan kepada pihak yang melakukan kelalaian, misal dalam jual beli ( Ps 1460), dari pembeli ke penjual. Debitur yang lalai dapat dituntut ( Ps 1267 KUHPerdata): Pemenuhan perjanjian; Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi; Ganti rugi saja; Pembatalan perjanjian; Pembatalan disertai ganti rugi.
Keadaan memaksa (force majeur) Unsur-unsur keadaan memaksa pasal 1244 : “jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ia tidak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan karena suatu hal yang tidak terduga pun tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya,kesemuanya itu pun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya”.
Menurut undang-undang ada tiga unsur yang harus dipenuhi untuk keadaan memaksa, yaitu : Tidak memenuhi prestasi; Ada sebab yang terletak di luar kesalahan debitur; Faktor penyebab itu tidak diduga sebelumnya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur Teori tentang keadaan memaksa 1.ajaran yang objektif (de objectieve overmachtsleer) menurut ajaran keadaan memaksa objektif, debitur berada dalam keadaan memaksa, apabila pemenuhan prestasi itu tidak mungkin (ada unsur impossibilitas) dilaksanakan oleh siapapun juga atau oleh setiap orang.
Misalnya : A harus menyerahkan kuda kepada B, kuda di tengah jalan disambar petir, hingga oleh siapapun juga penyerahan kuda itu tidak mungkin dilaksanakan 2. Ajaran yang subjektif (de subjectieve overmachtsleer) atau relatif Menurut ajaran keadaan memaksa subjektif (relatif) keadaan memaksa itu ada, apabila debitur masih mungkin melaksanakan prestasi, tetapi praktis dengan kesukaran atau pengorbanan yang besar (ada unsur diffikultas), sehingga dalam keadaan yang demikian itu kreditur tidak dapat menuntut pelaksanaan prestasi. Misalnya : seorang penyanyi yang berjanji untuk mengadakan pertunjukan. Sebelum pertunjukan diadakan, ia mendengar berita tentang kematian anaknya hingga sukar bagi debitur untuk melaksanakan perjanjian itu.
Risiko Risiko adalah suatu ajaran tentang siapakah yang harus menanggung ganti rugi apabila debitur tidak memenuhi prestasi dalam keadaan force majeur. Risiko pada perjanjian sepihak Pasal 1237 KUHPerdata dalam perikatan untuk memberikan sesuatu tertentu, kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan adalah tanggungan si berpiutang. Jika si berutang lalai akan menyerahkannya, maka semenjak kelalaian, kebendaan adalah atas tanggungan si berpiutang.
2. Risiko dalam perjanjian timbal balik Pasal 1545 KUHPerdata apabila sesuatu barang tertentu yang dijanjikan musnah di luar salah pemiliknya, maka persetujuan dianggap gugur dan siapa yang dari pihak telah memenuhi persetujuan dapat menuntut kembali barang yang telah diberikannya dalam tukar-menukar. Pasal 1553 KUHPerdata menyebutkan pula bahwa selama waktu sewa, barang yang disewakan sama sekali musnah, karena suatu kejadian yang tidak disengaja, maka persetujuan gugur demi hukum.
Cara-cara hapusnya suatu perikatan Pembayaran Subrogasi: penggantian hak-hak si berpiutang (kreditur) oleh seorang ketiga yang membayar kepada si berpiutang. Subrogasi karena perjanjian 1. Apabila si berpiutang (kreditur) dengan menerima pembayaran dari seorang pihak ketiga menetapkan bahwa orang ini akan menggantikan hak-haknya, gugatan-gugatannya, hak-hak istimewanya dan hipotik yang dipunyainya terhadap si berutang (debitur)
2. Apabila si berutang meminjam sejumlah uang untuk melunasi utangnya, dan menetapkan orang yang meminjami uang itu akan menggantikan hak-hak si berpiutang. b. Subrogasi terjadi karena undang-undang (pasal 1402 KUHPerdata) 1. Untuk seorang yang ia sendiri sedang berpiutang, melunasi seorang berpiutang lain, yang berdasarkan hak-hak istimewanya atau hipotik,mempunyai suatu hak yang lebih tinggi. 2.untuk seorang pembeli suatu benda tak bergerak, yang telah memakai uang harga benda tersebut untuk melunasi orang-orang berpiutang kepada siapa benda itu diperikatkan dalam hipotik.
3. Untuk seorang yang bersama-sama dengan orang lain, atau untuk orang-orang lain, diwajibkan membayar suatu utang, berkepentingan untuk melunasi utang itu. 4. Untuk seorang ahliwaris yang sedang menerima suatu warisan dengan hak istimewa guna mengadakan pencatatan tentang keadaan harta peninggalan, telah membayar utang-utang warisan dengan uangnya sendiri. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan. Cara ini harus dilakukan apabila si berpiutang menolak pembayaran.
Pembaharuan utang atau novasi Menurut pasal 1413 KUHPerdata ada tiga macam novasi : Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang menghutangkannya, yang menggantikan utang yang lama yang dihapuskan karenanya. Apabila seorang yang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya. Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya.
Novasi no.1 disebut novasi objektif, sedang novasi no.2&3 disebut novasi subjektif. No.2 disebut novasi subjektif pasif, sedang no.3 disebut novasi subjektif aktif. Perjumpaan utang atau kompensasi Jika dua orang saling berutang satu pada yang lainnya, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan, dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan (1424 KUHPerdata). Percampuran utang Apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur) berkumpul pada satu orang.
Pembebasan utang Si berpiutang tidak menghendaki lagi prestasi dari si berutang dan melepaskan haknya. Musnahnya barang yang terutang Jika barang tertentu yang menjadi objek perjanjian musnah, tak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang, hingga tak dapat lagi diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang tadi musnah diluar kesalahan si berutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Ketentuan ini hanya berlaku bila risiko mengenai barang dibebankan pada kreditur, misal dalam perjanjian jual beli atau penghibahan.
Batal atau pembatalan Meminta pembatalan akibat tidak terpenuhinya syarat subjektif dapat dilakkukan dengan dua cara: Aktif menuntut pembatalan perjanjian di depan hakim Menunggu sampai digugat di depan hakim Berlakunya syarat batal Apabila syarat batalnya suatu perikatan terpenuhi maka hapuslah perikatan tersebut dan berlaku surut hingga saat lahirnya perjanjian.
Lewat waktu Daluarsa untuk memperoleh hak milik atas suatu barang dinamakan daluarsa ‘acquisitive”, sedangkan daluarsa untuk dibebaskan dari suatu perikatan (atau suatu tuntutan) dinamakan daluarsa “extinctif”. Menurut pasal 1967, maka segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan, maupun yang bersifat perseorangan hapus karena daluarsa dengan lewatnya waktu 30 tahun.