Pengelolaan Reproduksi jarak beranak yang optimal yaitu sekitar 12 sampai 14 bulan. Perlu upaya untuk memunculkan birahi post partus. Perkawinan baru bisa dilakukan setelah sekitar 60 hari pasca beranak Manajemen Pengelolaan reproduksi Sapi Perah Pengelolaan reproduksi dari setiap ekor induk yang sangat berperan dalam menentukan : 1.kontinyuitas produksi susu sehingga target produksi daripada waktu tertentu tercapai . 2. memperoleh rasio induk produksi dengan induk kering. Apabila induk yang kering lebih banyak jumlahnya dibanding dengan yang produksi, maka perusahaan akan rugi. Untuk itu harus diaper paling tidak rasio induk laktasi dengan kering adalah 60% dibanding 40%.
3.tercapainya masa laktasi yang ideal yaitu 305 hari (10 bulan masa laktasi), bisa dihasilkan pedet pertahun dari setiap induk yang ada 4.efisiensi reproduksi yang tinggi Masa mengawinkan minimal 60 hari pasca melahirkan dan diharuskan pada umur 90 hari pasca melahirkan induk bunting. Dengan demikian hanya diperoleh nilai servis preconception yang rendah yaitu 2. Calving interval dicapai sekitar 12,5 bulan Maka akan dicapai masa laktasi yang optimal yaitu 10 bulan
Pengelolaan Perkawinan Yg ideal
TEKNIK MENGAWINKAN INDUK
Permasalahan Reproduksi Sapi Perah Memiliki calving interval (jarak beranak) lebih dari 400 hari. Pada umumnya induk-induk sapi perah peternak rakyat memiliki calving lebih dari 14 bulan. Hal ini merupakan suatu kerugian karena jumlah pedet dan susu yang dihasilkan semakin sedikit dari Satu periode kehidupan induk sapi perah. Jarak dari melahiran sampai bunting kembali lebih dari 120 hari., induk yang normal akan kembali birahi. Menunggu involusi kembali uterus, maka harus dikawinkan setelah berumur 50-60 hari pasca melahirkan dan perkawinan terakhir diusahakan setelah 90 hari pasca melahirkan. Angka konsepsi kurang dari 50%. Dalam satu kali proses IB atau mengawinkan induk-induk yang birahi diharapkan tingkat kebuntingan tinggi (lebih dari 50% dari semua induk yang di-IB).. Service preconception lebih dari 2. Idealnya seekor induk yang normal untuk sekali bunting hanya membutuhkan sekali pelayanan perkawinan (satu kali proses IB).
1.Periode pasca melahirkan 2.Periode kebuntingan dan permasalahan reproduksi pada sapi perah yang sering terjadi pada tiga periode, yaitu: 1.Periode pasca melahirkan 2.Periode kebuntingan dan 3.Periode kelahiran I.Gangguan reproduksi pasca melahirkan : Beberapa faktor yang memperparah keadaan stress tersebut, (misalnya pakan yang tidak tercukupi, lingkungan yang tidak mendukung), maka akan berakibat terjadinya gangguan keseimbangan hormon reproduksi.
1.Anestrus Pasca Melahirkan tidak menunjukkan gejala birahi dalam waktu yang lama setelah melahirkan ovarium tidak pernah menghasilkan ovum. beberapa faktor : Laktasi yang berat atau pedet yang dibiarkan menyusu pada induk, pakan defisiensi misalnya kekurangan mineral P atau vitamin E atau terjadinya gangguan/ kelinan organ reproduksi kelainan organ reproduksi yang dapat menyebabkan terjadinya anestrus diantaranya; involusi uteri terlambat, radang uteri, retensi plasenta, hidrop amnion atau alantois.
birahi tenang dan birahi pendek (sub uterus) Birahi tenang adalah induk sapi yang tidak memperlihatkan gejala birahi, tetapi pada ovarium terjadi ovulasi birahi pendek adalah induk sapi yang birahinya berjalan sangat cepat (2-3 jam) disertai ovulasi. Kedua keadaan ini disebabkan oleh karena korpus luteum dari ovulasi pertama menghasilkan sedikit progresteron, sehingga ovarium kurang respontif terhadap LH.
faktor penyebab kawin berulang, diantaranya; 1. Populasi mikro organisme dalam saluran kelamin yang banyak. Keadaan ini menyebabkan spermatozoa atau embryo terganggu atau bahkan terbunuh oleh mikro organisme tersebut. 2. Kelainan organ reproduksi seperti kelainan servix yang terlalu sempit, tuba fallopi yang buntu yang semua ini dapat berakibat sperma tidak dapat bertemu dengan ovum sehingga fertilisasi tidak terjadi 3. Ovum bentuknya abnormal. Ovum terlalu kecil, bentuknya terlalu lonjong, pipih, zona pellucida yang rapuh atau sobek atau vakuola ovum dan polar body yang terlalu besar. Keadaan ovum yang abnormal ini menyebabkan sperma tidak bisa membuai atau kalaupun terjadi pembuahan embryo yang dihasilkan cepat mati dalam perjalanan hidupnya. 4. Faktor teknis dalam IB/ perkawinan. Pejantan yang kurang subur atau waktu inseminasi yang kurang tepat merupakan penyebab terjadinya kawin ulang.
3.Kematian Embryo Dini kematian embryo dini menurut Hubbert (1971) adalah kematian embryo yang terjadi pada hari pertama pembuahan sampai hari ke-42 masa bunting. Kematian embryo dini mencapai 24,8% pada perkawinan sapi dara dan 32,5% pada sapi induk Kematian embryo muda biasa terjadi pada umur kebuntingan 8 sampai 19 setelah perkawinan dan ini merupakan stadium kritis pada masa kebuntingan Banyak faktor : pakan, genetik dan faktor hormonal Defisiensi karoten, selenium, fosfor dan tembaga Kelainan kromosom karena kelainan genetic menurunnya kadar progesterone karena ketidakmampuan embryo menghasilkan bahan luteotropik tersebut sel telur atau spermatozoa yang tua atau faktor imunologik.
II.Permasalahan Reproduksi Periode Bunting Kejadian terbesar gangguan reproduksi periode bunting adalah terjadinya abortus. Abortus terjadi apabila kematian sudah dalam keadaan foetus, yaitu pada umur kebuntingan 45 sampai dengan 260 hari Suhu Lingkungan (hipotensi, hypoxia dan acidosis pada tubuh foetus yang diikuti dengan kematian ) Racun yang terkandung dalam tanaman seperti nitrat, nitrit HCN dapat mengakibatkan kematian foetus. Endotoxemia pada induk Induk yang menderita infeksi gram negatif pada kuku, ambing, paru-paru dan usus mensekresi prostaglandin PGF2 alpha yang menyebabkan kontraksi dinding uterus dan diikuti dengan abortus
3. Permasalahan Reproduksi Periode kelahiran. penyakit menular menyebabkan abortus, misalnya Brucellosis, yang dapat menyebar melalui berbagai cara 3. Permasalahan Reproduksi Periode kelahiran. Gangguan reproduksi periode kelahiran yang sering dijumpai adalah distokia (kesulitan melahirkan), kematian pedet dan prolapus uteri. Kelahiran dikatakan abnormal jika lebih dari 24 jam setelah tanda-tanda kelahiran pertama tidak disusul oleh kelahiran pedet
Penyebab timbulnya prolapsus diantaranya: beberapa faktor yang dapat menyebabkan distokia berasal dari foetus yang terlalu besar, situs dan salah posisi atau dari induk berupa kelemahan kontraksi uterus, indurasi servix sehingga sulit membuka dan mengganggu proses keluarnya foetus Prolapsus uterus adalah penyembuhan mukosa uterus keluar dari tubuh melalui vagina Penyebab timbulnya prolapsus diantaranya: Kesulitan melahirkan penarikan pedet saat melahirkan terlalu dini dan kuat. Induk terlalu gemuk pemberian hormon estrogen yang berlebih pada pengobatan retensi plasenta
Penanganan Induk sapi Perah yang Infertil menghilangkan corpus luteum persisten adalah dengan pemberian PGF2 alpha, karena selain dapat menyerentakkan birahi, juga dapat dipergunakan untuk gangguan corpus luteum persisten PGF2 Alpha langsung mempengaruhi hipofise, mengingat hipofise berperan penting dalam mempengaruhi aktifitas corpus luteum. PGF2 Alpha dapat menginduksi luteolysin melalui uterus dengan melepas endogenous luteolysin. PGF2 Alpha langsung bereaksi sebagai racun terhadap sel-sel luteal. PGF2 Alpha bekerja sebagai anti gonadotropin. PGF2 Alpha mempengaruhi aliran darah ke ovarium, karena berkurangnya aliran darah suplai kolesterol sebagai prokusor progesterone menurun, sehingga aktivitas esterase berkurang dan terjadi pengerutan lisosom pada sel-sel luteal sebagai tanda awal permulaan regresi.
pemberian PGF2 Alpha sebanyak 30 mg secara intramuscular pada sapi dapat mengertak birahi, yaitu 2-4 hari pasca pemberian sapi menjadi birahi manfaat dengan dilakukannya penyerentakan birahi induk sapi perah adalah: Deteksi birahi dapat dilakukan pada waktu tertentu dan bersamaan, sehingga peternak akan lebih mudah mengamati dan menghemat waktu serta tenaga. Dihasilkan pedet dengan umur yang relatif seragam, karena dengan pelaksanaan IB secara bersamaan, memungkinkan akan dipanen pedet yang bersamaan pula. Dengan umur seragam, memungkinkan dihasilkan sapi dara yang seragam pula sehingga sehingga akan memudahkan untuk pengelolaan reproduksi dan penanganan (sapi di kandangkan dalam satu kelompok umur dan bobot, sehingga memudahkan dalam penyusunan daan pemberian pakan). Meningkatkan tingkat kebuntingan sapi dara sebesar 60% dan 50% pada induk (Sahibudin, 1991).
2.Preparat Prostalglandin yaitu TGF2 alpha Beberapa preparat hormon yang sering dipergunakan untuk menyerentakkan birahi 1.Preparat Progesteron merupakan preparat yang terbaik untuk menyerentakkan birahi, karena dapat menghambat pelepasan LH, pertumbuhan follikel, estrus dan ovulasi. Bila dipergunakan 15 hari sesudah akhir estrus, penyuntikan 50 mg progesterone setiap hari, maka birahi akan muncul 4-6 hari setelah penyuntikan. 2.Preparat Prostalglandin yaitu TGF2 alpha Pemberian TGF2 alpha dapat menghambat aliran darah yang menyebabkan regresi corpus luteum. 3.MAP (6 Methy -17 actoxyprogesteron) Induk diberi pakan yang dicampur dengan 500 ug MAP setiap hari selama 20 hari menunjukkan birahi yang bersamaan dengan angka konsepsi 20-70% (Tollihere, 1985).
Gangguan Reproduksi Sapi Perah dan Alternatif Penanggulangannya Kista Ovari Berupa Folikel Kista mengakibatkan produksi hormon seks betina (estrogen) dihasilkan secara terus- menerus, pada kasus ini kinerja reproduksi berupa tanda birahi muncul 2 hari sekali yang disebut sebagai dengan nymphomania pengobatan yang efektif adalah dengan penyuntikan HCG atau LH (Pregnyl, Nymfalon) secara intra muskuler 2500iu b. Kista Luteal Birahi tidak akan muncul sehingga periode post partum tambah panjang Penyebab kekurangan hormon LH atau berkurangnya reseptor LH Kista folikel tidak ada proses luteinisasi sel granulose tetapi kalau kista luteal adalah proses luteinisasi sel granulose oleh hormon LH yang keluar sedikit-sedikit, tidak berupa pancaran sehingga ovulasi tidak ada Pengobatan jangka pendek yang bisa dilakukan adalah: a.PGF2-alfa: 7,5 mg secara intra uterin.PGF2-alfa: 25 mg secara intra muskuler dan birahi terjadi 2-5 hari setelah injeksi. b.PRID atau CIDR diselipkan selama 12 hari dalam vagina, kemudian dicabut. Pada saat cabut tambahkan 500iu PMSG, secara intra muskuler. Birahi akan muncul 2-5 hari setelah pencabutan.
d.endometritis atau pyometra. c.Hipofungsi Ovarium Konsumsi pakan, penyakit umum produksi susu yang melebihi 20 liter perhari stress panas d.endometritis atau pyometra. Penanggulangan kasus ini adalah : Irigasi dengan cairan antiseptik lugol 1% atau betadin 1% hingga nanah terkuras keluar. Dan kalau kejadian endometritis/ pyometra terjadi dalam kurun waktu 1 minggu postpartum maka jangan memberi penicillin + streptomycine setelah irigasi, tetapi sebaiknya diberi : Sulfa (bolus atau terramycin (oxytetracycline) yang dimasukkan ke dalam uterus. Karena dalam kurun 1 minggu tersebut kuman strepto, stafilo atau C masih hidup. Pyogenes masih mengeluarkan penicillinase yang mampu menghambat penicillin yang kita beri lewat uterus. Bolus diberi 2 buah yang efektif 3-4 hari. Terramycin diberikan 1 gram setiap hari untuk minimum 3 hari berturut-turut.
Beberapa faktor lain yang berpengaruh terhadap perpanjangan periode birahi postpartum : Terlambatnya involusi uteri Retensi plasenta Mummifikasi dan maceratio foetus Pertongan : Prostaglandin analog 25-30 mg secara im. Foetus mummi dan foetus busuk, sudah dapat diharapkan keluar dalam waktu 48-72 jam.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan reproduksi ini adalah : Kemampuan reproduktifitas seekor sapi betina akan sangat menentukan terjadinya proses produktifitas susu. Setiap fase siklus reproduksi pada sapi perah sangat erat kaitannya denga periode postpartum yang sekaligus dapat mempengaruhi produksi susu. Sapi dengan produktifitas susu tinggi, denga masa laktasi hingga mendekati partus sering ditemui menderita postpartum milk fever atau demam susu yang harus diambil tindakan pengobatan. Gangguan keseimbangan hormonal reproduksi sering dijumpai pada sapi dengan produksi susu tinggi, sehingga tindakan pengobatan perlu dilakukan. Gangguan berupa retensi plasenta, pyometra, sangat mempengaruhi produktifitas dan kinerja reproduksi dan perlu dapat penanganan.