Peluang dan Tantangan Perempuan Calon Anggota Legislatif pada Pemilu 2014 Sri Budi Eko Wardani, M.Si Direktur Pusat Kajian Politik (PUSKAPOL) FISIP UI 21 Agustus 2013
KONDISI OBYEKTIF Pemilu 2009 menghasilkan presentase keterwakilan perempuan di DPR dan DPRD yang meningkat dibanding pemilu 1999 dan 2004. Kenaikan jumlah perempuan di DPR hasil Pemilu 2009 tercatat sebagai yang tertinggi sepanjang pemilu di Indonesia. Apakah faktor penyebabnya?
SEJUMLAH TANTANGAN REPRESENTASI POLITIK PEREMPUAN Hasil Pemilu 2009 menunjukkan kebijakan afirmatif untuk peningkatan keterwakilan politik perempuan berada dalam situasi dilematis. Mengapa? Jumlah caleg perempuan terpilih masih jauh dari 30% baik nasional maupun rata-rata di provinsi dan kabupaten/kota. Makin ke daerah, makin rendah. Dukungan pemilih terhadap caleg perempuan dan pejabat publik perempuan masih kurang. Tindakan afirmatif masih dipahami sebatas syarat administratif, belum melekat dalam mekanisme internal di partai dan parlemen.
Internal partai politik masih belum kondusif bagi promosi kader perempuan dalam kepengurusan dan posisi jabatan politik (walaupun sudah ada afirmatif dalam UU Partai Politik). Perempuan politisi/pejabat publik di nasional dan lokal -- yang jumlahnya sangat sedikit – belum mampu menjadi etalase keberhasilan capaian legiskasi pro perempuan. Belum ada aturan kuota internal partai politik untuk pencalonan perempuan (terutama penempatan calon perempuan pada urutan dan daerah pemilihan yang berpeluang terpilih).
Sejumlah Masalah Politik Elektoral Kondisi internal partai politik Sistem suara terbanyak dan penyederhanaan partai membuat partai sangat pro elektabilitas dalam rekrutmen caleg. Partai tidak lagi memiliki basis massa tradisional, sumber rekrutmen caleg diperluas, dan persaingan terbuka antarfaksi dalam partai menguat. Akumulasi sumber daya ekonomi untuk pendanaan partai membuat partai semakin pragmatis, transaksional, dan menihilkan prinsip kesetaraan /kesamaan dalam politik. Soliditas kader perempuan partai politik (sisterhood) sangat lemah sehingga belum mampu menjadi kekuatan perubahan internal partai dalam relasi kuasa berbasis gender.
Sejumlah Masalah Politik Elektoral Kondisi praktik perwakilan politik di legislatif Dominasi fraksi di Dewan dalam proses kebijakan. Minimnya keterlibatan perempuan anggota legislatif dalam pimpinan dan keanggotaan alat kelengkapan yang strategis. Kuatmya kepentingan pihak eksekutif dalam proses kebijakan, terutama di DPRD. Jumlah raperda inisiatif DPRD sangat minim. Kaukus perempuan parlemen – pusat dan daerah – belum menjadi focal point dalam lahirnya kebijakan pro kepentingan perempuan . Kolusi dan korupsi dalam pelaksanaan fungsi anggaran, legislasi, dan pengawasan antara legislator, eksekutif, birokrasi, dan pihak lain memperburuk kepercayaan publik terhadap legislatif.
Sejumlah Peluang Riset Puskapol UI terhadap hasil Pemilu 2009 menunjukkan potensi peluang bagi caleg perempuan, sebagai berikut: Dari total suara pemilih, 69% memilih caleg dan 31% memilih partai. Perolehan suara caleg perempuan (untuk DPR RI) mencapai 22,45% (16.134.959). Ada wilayah-wilayah yang ‘ramah’ terhadap caleg perempuan (suara caleg perempuan lebih tinggi dari caleg laki-laki).
Distribusi Spasial Pencalonan Perempuan Jumlah Caleg Perempuan < 29% Jumlah Caleg Perempuan ≥ 29%
Distribusi Perolehan Suara Caleg Perempuan
Sinergitas untuk Caleg Perempuan pada Pemilu 2014 Partai Politik KPU & Bawaslu Pemerintah (KPPPA) OMS
Bawaslu KPU/ Implementasi prinsip kesetaraan politik dalam kebijakan teknis. Pengawasan efektif tahap rekapitulasi penghitungan suara. KPPPA Fasilitasi informasi kepemiluan dan capaciity building caleg perempuan di tingkat kabupaten/kota (koordinasi dengan biro pemberdayaan perempuan di semua provinsi) OMS Pendidikan pemilih di jaringan akar rumput Kampanye publik anti politik uang Pemantauan tahap pemungutan dan rekapitulasi suara
Level Partai Politik Fasilitas pengenalan caleg perempuan kepada publik. Misalnya partai menyebarkan informasi profil caleg perempuannya di tiap dapil. Hal ini untuk mengatasi keterbatasan dana caleg perempuan. Dana caleg difokuskan untuk turun ke konstituen. Koordinasi Departemen/Badan Pemberdayaan Perempuan nasional dan lokal dalam pengadaan saksi perempuan di TPS. Distribusi salinan formulir penghitungan suara (TPS, PPK) kepada semua calegnya. Fasilitasi pelatihan caleg perempuan untuk seluk beluk kepemiluan, memahami peraturan KPU yang relevan, dan strategi kampanye. Departemen/bidang pemberdayaan perempuan nasional – lokal berkoordinasi dengan departemen pemenangan pemilu dalam penyediaan data kekuatan partai di dapil. Memperkuat soliditas antarcaleg perempuan baik pada masa pra pemilu, pelaksanaan pemilu, dan pasca pemilu.