PERIKATAN/PERJANJIAN Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi diantara 2 (dua) orang atau lebih, yang terletak didalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu. Unsur-unsur dari perikatan terdiri atas 4, yakni: Hubungan hukum. Hubungan hukum adalah hubungan yang terhadapnya hukum melekatkan “hak” pada 1 (satu) pihak dan melekatkan “kewajiban” pada pihak lainnya. Jika satu pihak tidak mengidahkan ataupun melanggar hubungan tadi, lalu hukum memaksakan agar hubungan tersebut dipenuhi atau pun dipulihkan kembali. Kekayaan. Maksud dari kriteria perikatan itu adalah ukuran-ukuran yang dipergunakan terhadap sesuatu hubungan hukum sehingga hubungan hukum itu dapat disebutkan suatu perikatan.
Pihak-pihak. Apabila hubungan hukum tadi dijajaki lebih jauh maka hubungan hukum tersebut harus terjadi antara dua orang atau lebih. Pihak yang berhak atas prestasi, pihak yang aktif adalah kreditur atau yang berpiutang dan pihak yang wajib memenuhi prestasi, pihak yang pasif adalah debitur atau yang berutang. Mereka ini yang dinamakan sebagai subjek perikatan. Prestasi (objek hukum). Menurut pasal 1234 BW, prestasi itu dibedakan atas: - memberikan sesuatu. - berbuat sesuatu. - tidak berbuat sesuatu.
Perikatan yang bersumber dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang maksudnya adalah bahwa dengan dilakukannya serangkaian tingkah laku oleh seseorang, maka undang-undang melekatkan akibat hukum berupa perikatan terhadap orang tersebut (baca kembali pasal 1354 BW). Schuld dan Haftung. Setiap debitur memiliki kewajiban menyerahkan prestasi kepada kreditur. Sebab itu debitur memiliki kewajiban untuk membayar utang. Dalam istilah asing kewajiban itu disebut Schuld. Disamping Schuld, debitur juga memiliki kewajiban yang lain yaitu Haftung. Maksudnya adalah bahwa debitur itu berkewajiban untuk membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditur sebanyak utang debitur, guna pelunasan utang tadi, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya membayar utang tersebut. Setiap kreditur mempunyai piutang kepada debitur. Untuk itu kreditur mempunyai hak menagih piutang tersebut. Didalam ilmu pengetahuan Hukum Perdata, disamping hak menagih (vorderingrecht), apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar utangnya, maka kreditur memiliki hak menagih kekayaan debitur sebesar piutangnya pada debitur itu.
JENIS-JENIS PERIKATAN Perikatan bersahaja (murni). Perikatan bersyarat. Perikatan dengan ketentuan waktu. Perikatan mana suka (alternatif). Perikatan tanggung-menanggung (tanggung renteng). Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi. Perikatan dengan ancaman hukuman. Perikatan generik dan spesifik. Perikatan perdata dan perikatan alamiah.
JENIS-JENIS PERJANJIAN Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama. Perjanjian obligatoir dan perjanjian kebendaan. Perjanjian konsensual riil. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban. Perjanjian formil. Perjanjian campuran. Perjanjian penanggungan (borgtocht). Perjanjian standar/baku (standard contract). Perjanjian garansi.
SYARAT-SYARAT SAHNYA SUATU PERJANJIAN Menurut pasal 1320 BW, suatu perjanjian adalah sah, jika memenuhi empat syarat yaitu: Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Suatu hal tertentu; Suatu sebab yang halal. Pada nomor 1 dan 2 sebagai syarat subjektif, sebab menyangkut subjeknya atau para pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan pada nomor 3 dan 4 sebagai syarat objektif.
ASAS-ASAS PERJANJIAN Asas kebebasan berkontrak; Asas konsensualisme; Asas kepercayaan; Asas kekuatan mengikat; Asas persamaan hukum; Asas keseimbangan; Asas kepastian hukum; Asas moral; Asas kepatutan.
ACTIO PAULIANA Actio Pauliana adalah hak kreditur untuk membatalkan perjanjian yang diadakan debiturnya dengan pihak ketiga. Kreditur tidak merupakan pihak didalam perjanjian itu, karena yang mengadakan perjanjian adalah debiturnya dengan pihak lain, tetapi kreditur itu berkepentingan dengan tindakan debiturnya, jika perjanjian yang diadakan debiturnya merugikan kepentingan dirinya. Pasal 1341 BW: Meskipun demikian, tiap orang berpiutang boleh mengajukan batalnya segala perbuatan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh si berutang dengan nama apa pun juga, yang merugikan orang-orang berpiutang, asal dibuktikan, bahwa ketika perbuatan dilakukan baik si berutang maupun orang dengan atau untuk bahwa perbuatan itu membawa akibat yang merugikan orang-orang berpiutang.
Menurut pasal 1131 BW: segala kebendaan milik debitur, baik benda yang bergerak, maupun yang tetap, yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan seseorang. Ditetapkannya kekayaan seseorang itu menjadi jaminan dari utang-utangnya mengakibatkan debitur tidak dapat berbuat secara bebas terhadap kekayaannya. Undang-undang membatasi kebebasan kreditur itu dengan actio pauliana. Maksudnya adalah kreditur dapat menuntut pembatalan tindakan debitur jika tindakan debitur itu bermaksud untuk merugikan kreditur. Pada perbuatan hukum itu termasuk perbuatan-perbuatan dua belah pihak (perjanjian) dan perbuatan-perbuatan sepihak (menghapuskan utang).
Kebebasan Berkontrak Kebebasan setiap orang untuk memutuskan apakah ia membuat perjanjian atau tidak membuat perjanjian. Kebebasan setiap orang untuk memilih dengan siapa ia akan membuat suatu perjanjian. Kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian. Kebebasan para pihak untuk menentukan isi perjanjian. Kebebasan para pihak untuk menentukan cara pembuatan perjanjian.
Hapusnya Perikatan Karena pembayaran; Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; Karena pembaharuan utang; Karena perjumpaan utang atau kompensasi; Karena percampuran utang; Karena pembebasan utang; Karena musnahnya barang yang terutang; Karena kebatalan dan pembatalan; Karena berlakunya syarat batal; Karena lewat waktu.
Ad.1. Karena Pembayaran. Dalam hal ini debitur atau borgtocht membayar utangnya (pasal 1382 BW). Dapat terjadi bahwa pihak ketiga muncul untuk melakukan pembayaran kepada pihak kreditur, sehingga terjadi penggantian kreditur (subrogasi). Kita mengenal 2 macam subrogasi, yaitu subrogasi karena perjanjian (pasal 1401 BW) dan subrogasi karena undang-undang (pasal 1402 BW). Subrogasi karena undang-undang, contohnya perikatan tanggung-menanggung. Ad.2. Karena Penawaran Pembayaran Tunai, Diikuti Dengan Penyimpanan atau Penitipan (Konsinasi). Debitur hendak membayar utangnya, tetapi pembayaran ini ditolak oleh pihak kreditur, maka debitur dapat menitipkan pembayaran melalui kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat. Dengan demikian perikatan menjadi hapus (pasal 1404 BW). Contoh: pembayaran uang sewa rumah.
Ad.3. Karena Pembaharuan Utang (Novasi). Menurut pasal 1413 BW, ada tiga macam novasi, yaitu: Novasi objektif; Novasi subjektif pasif; Novasi subjektif aktif. Pada novasi objektif, isi perikatan yang diganti. Perikatan yang lama diganti dengan perikatan yang baru, sedang para pihaknya tetap seperti semula. Contoh: A memiliki utang kepada B sebesar Rp. 2.000.000,-. A menawarkan sebuah DVD player kepada B untuk membayar utangnya tersebut. Karena perjanjian pinjam-meminjam uang menjadi hapus, diganti dengan perjanjian jual-beli barang. Dalam hal novasi subjektif pasif, debitur baru menggantikan debitur lama yang dibebaskan dari kewajiban pembayaran oleh kreditur. Contoh: A memiliki utang kepada B, keduanya bersepakat bahwa yang akan membayar adalah C.
Novasi subjektif aktif, krediturnya yang diganti, yaitu kreditur lama diganti dengan kreditur yang baru, sehingga kreditur yang lama tidak lagi berhak menuntut pembayaran dari perjanjian yang lama. Ad.4. Karena Perjumpaan Utang (Kompensasi). Menurut pasal 1426 BW, kompensasi terjadi demi hukum. Contoh: A memiliki utang kepada B sebesar Rp. 3.000.000,-. Sebaliknya B memiliki utang kepada A sebesar Rp. 3.500.000,- jika kedua utang ini dikompensasikan (diperhitungkan), maka B memiliki utang kepada A sebesar Rp. 500.000,-. Ad.5. Karena Percampuran Utang. Percampuran utang terjadi akibat keadaan “bersatunya” kedudukan debitur dan kreditur pada diri seseorang. Dengan bersatunya kedudukan debitur dan kreditur pada diri seseorang dengan sendirinya menurut hukum sudah terjadi “percampuran utang” atau konfusio, dan dengan sendirinya pula semua tagihan menjadi hapus (pasal 1436 BW).
Ad.6. Karena Pembebasan Utang. Berdasarkan pasal 1438 BW: pembebasan atau penghapusan suatu utang tidak dapat hanya diduga-duga, melainkan harus dibuktikan. Dalam hal ini kreditur membebaskan kewajiban debitur untuk melaksanakan pemenuhan perjanjian. Jadi pembebasan utang adalah tindakan hukum sepihak yang timbul atau datang dari pernyataan kehendak kreditur. Ad.7. Karena Musnahnya Barang Yang Berutang. Mengenai musnahnya barang yang menjadi utang diatur dalam pasal 1444 dan 1445 BW. Sesuai dengan ketentuan pasal 1444 BW, bahwa perjanjian hapus dengan musnah atau hilangnya barang tertentu yang menjadi pokok prestasi yang diwajibkan kepada debitur untuk menyerahkannya kepada kreditur.
Ad.8. Karena Kebatalan Dan Pembatalan. Perkataan “batal demi hukum” dalam pasal 1446 BW, yang dimaksudkan adalah “dapat dibatalkan”. Suatu perjanjian dapat dibatalkan, apabila tidak memenuhi syarat subjektif yaitu tidak ada kesepakatan atau tidak ada kecakapan membuat suatu perikatan. Permintaan pembatalan dapat dilakukan oleh orang tua/wali dari pihak yang tidak cakap atau oleh pihak yang menyatakan kesepakatan karena paksaan, kehilafan atau penipuan. Ad.9. Karena Berlakunya Syarat Batal. Dalam perikatan dengan syarat batal ini, jika peristiwa yang disyaratkan terjadi maka perikatan menjadi hapus/berakhir (pasal 1265 BW). Contoh: A menempati rumah B, A harus mengosongkan rumah tersebut, jika C anak B pulang dari luar negeri ke Indonesia. Syarat C anak B pulang dari luar negeri ke Indonesia jika terjadi maka perikatan antara A dan B menjadi hapus, dan A berkewajiban menyerahkan rumah tersebut kepada C.
Ad.10. Karena Daluwarsa atau Lewat Waktu. Ada dua jenis daluwarsa, yaitu: acquisitieve verjaring, daluwarsa untuk memperoleh sesuatu hak, pasal 1963 BW; extinctieve verjaring, daluwarsa untuk dibebaskan dari suatu kewajiban, pasal 1967 BW. Dengan berlakunya UUPA, maka daluwarsa untuk memperoleh suatu hak (pasal 1963 BW) tidak berlaku lagi, sehingga yang ada sekarang adalah daluwarsa untuk dibebaskan dari suatu kewajiban (pasal 1967 BW).
PERJANJIAN SEPIHAK DAN PERJANJIAN TIMBAL BALIK. PERJANJIAN SEPIHAK ADALAH PERJANJIAN YANG MENIMBULKAN KEWAJIBAN PADA SATU PIHAK SAJA, SEDANG PADA PIHAK LAINNYA HANYA ADA HAK. CONTOH: HIBAH (PASAL 1666 BW) DAN PERJANJIAN PEMBERIAN KUASA (PASAL 1792 BW). PERJANJIAN BERNAMA DAN PERJANJIAN TIDAK BERNAMA (PASAL 1319 BW). PERJANJIAN BERNAMA ADALAH PERJANJIAN YANG MEMILIKI NAMA DAN DIATUR DALAM BW. CONTOH: PERJANJIAN JUAL BELI, SEWA-MENYEWA. SEDANGKAN PERJANJIAN TIDAK BERNAMA ADALAH PERJANJIAN YANG TIDAK MEMILIKI NAMA DAN TIDAK DIATUR DALAM BW. CONTOH: NAIK BUS KOTA, JAUH DEKAT Rp. 1000,-. PERJANJIAN OBLIGATOIR DAN PERJANJIAN KEBENDAAN. PERJANJIAN OBLIGATOIR ADALAH PERJANJIAN YANG HANYA MELETAKKAN HAK DAN KEWAJIBAN PADA MASING-MASING PIHAK DAN BELUM MEMINDAHKAN HAK MILIK. PERJANJIAN KONSENSUAL DAN RIIL.
PERJANJIAN KONSENSUAL ADALAH PERJANJIAN YANG TIMBUL KARENA KATA SEPAKAT PARA PIHAK, SEDANG DALAM PERJANJIAN RIIL, KATA SEPAKAT PARA PIHAK TERJADI BERSAMAAN DENGAN PENYERAHAN (LEVERING) BARANGNYA. CONTOH: JUAL BELI BARANG BERGERAK. PERJANJIAN CUMA-CUMA (PASAL 1314BW). PERJANJIAN CUMA-CUMA ADALAH SUATU PERJANJIAN BAHWA PIHAK YANG SATU AKAN MEMBERIKAN SUATU KEUNTUNGAN KEPADA PIHAK LAIN TANPA MENERIMA IMBALAN. CONTOH: PERJANJIAN PEMBERIAN KUASA DAN HIBAH. PERJANJIAN FORMIL. PERJANJIAN FORMIL ADALAH PERJANJIAN YANG HARUS DIBUAT SECARA TERTULIS, JIKA TIDAK MAKA PERJANJIAN INI MENJADI BATAL. CONTOH: PERJANJIAN PERDAMAIAN (PASAL 1851 BW). PERJANJIAN CAMPURAN (PASAL 1601 C BW).
PERJANJIAN INI MENGANDUNG UNSUR-UNSUR DARI BEBERAPA PERJANJIAN BERNAMA YANG TERJALIN MENJADI SATU SEDEMIKIAN RUPA, SEHINGGA TIDAK DAPAT DIPISAH-PISAHKAN SEBAGAI PERJANJIAN YANG BERDIRI SENDIRI. CONTOH: PERJANJIAN ANTARA PEMILIK HOTEL DENGAN TAMU. PERJANJIAN PENANGGUNGAN (BORGTOCHT). PENANGGUNGAN ADALAH SUATU PERSETUJUAN DIMANA PIHAK KE III DEMI KEPENTINGAN KREDITUR MENGIKATKAN DIRI UNTUK MEMENUHI PERIKATAN DEBITUR, BILA DEBITUR TIDAK MEMENUHI PERIKATANNYA (PASAL1820 BW). PERJANJIAN STANDAR/BAKU. PERJANJIAN STANDAR BENTUKNYA TERTULIS BERUPA FORMULIR YANG ISINYA SUDAH DISTANDARISASI (DIBAKUKAN) TERLEBIH DAHULU SECARA SEPIHAK OLEH PRODUSEN, SERTA BERSIFAT MASAL, TANPA MEMPERTIMBANGKAN PERBEDAAN KONDISI YANG DIMILIKI OLEH KONSUMEN. PERJANJIAN GARANSI (PASAL 1316 BW) DAN DERDEN BEDING (PASAL 1317 BW).
PERJANJIAN GARANSI ADALAH SUATU PERJANJIAN DIMANA SEORANG A BERJANJI KEPADA B, BAHWA C AKAN BERBUAT SESUATU. SEDANGKAN DERDEN BEDING ATAU JANJI UNTUK SEORANG PIHAK KETIGA INI ADALAH MERUPAKAN PENGECUALIAN DARI ASAS YANG MENENTUKAN BAHWA SUATU PERJANJIAN HANYA MENGIKAT PIHAK-PIHAK YANG MENGADAKAN PERJANJIAN ITU (PASAL 1315 BW jo PASAL 1340 BW).