FUNGSI PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN OLEH KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA
Lingkup Pembahasan Latar Belakang Rumusan Masalah Metode Penelitian Kesimpulan dan Saran
A. Latar Belakang Banyak keluhan sebelum perubahan UUD 1945 bahwa terdapat peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan konstitusi. sekitar tiga setengah tahun sejak berdirinya, tahun 2003, MK sudah mendapat permintaan pengujian terhadap sekitar 99 Undang-Undang. Mahkamah Agung pun sudah memutus perkara judicial review yang pada masa Orde Baru tidak pernah bisa dilakukan.
B. Rumusan Masalah Bagaimana pengaturan pengujian perundang-undangan di Indonesia? Bagaimana implementasi pengaturan pengujian perundang-undangan oleh kekuasaan kehakiman di Indonesia? Bagaimana kemungkinan pergeseran kekuasaan kehakiman dalam pengujian peraturan perundang-undangan di Indonesia?
C. Metode Penelitian yuridis-normatif
D. Pembahasan Pengaturan pengujian perundang-undangan di Indonesia Implementasi pengaturan pengujian perundang-undangan oleh kekuasaan kehakiman di Indonesia Kemungkinan pergeseran kekuasaan kehakiman dalam pengujian peraturan perundang-undangan di Indonesia
1. Pengaturan Pengujian Perundang-undangan di Indonesia Rule of Law sebagai alasan judicial review oleh kekuasaan yudikatif. merupakan instrumen bagi kekuasaan kehakiman terhadap norma abstrak, setelah diundangkan. Pasal 24A ayat (1) dan 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 11 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Pasal UUD 1945. Undang-Undang Tentang Mahkamah Konstitusi Pasal 55: Mahkamah Konstitusi diatur bahwa Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai ada putusan.
2. Implementasi Pengaturan Pengujian Perundang-undangan oleh Kekuasaan Kehakiman di Indonesia Respon terhadap keberadaan Mahkamah Konstitusi, khususnya dalam fungsi Pengujian Undang-Undang (PUU) ditandai dengan jumlah putusan sebanyak 158 dari tahun 2003-2008. Hak uji materil di Mahkamah Agung sampai awal Januari 2006, Mahkamah Agung menangani 13 perkara yang belum diputus dan 55 perkara yang diputus belum minutasi atau masih dalam proses penyusunan. Mengemuka: 1) putusan ultra petita, 2) legal standing pemohon, dan 3) Hubungan Mahkamah Konstitusi dengan Mahkamah Agung.
3. Kemungkinan pergeseran kekuasaan kehakiman dalam pengujian peraturan perundang-undangan Persoalan: pembedaan kewenangan pengujian peraturan ini dimungkinkan menimbulkan perbedaan atau putusan yang saling bertentangan antara MK dan MA; kemungkinan Mahkamah Konstitusi untuk dapat membatalkan Putusan Mahkamah Agung dan lingkungan peradilan di bawahnya dalam perkara pengujian peraturan, jika dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Dari pembedaan lembaga yang memiliki “hak uji” antara Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung, yang paling memungkinkan tanpa mengubah atau menghapus keberadaaan salah satu lembaga, nampaknya fungsi pengujian semua peraturan perundang-undangan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 akan bergeser menjadi terletak hanya pada satu lembaga.
E. Kesimpulan dan Saran 1. Dasar pengaturan pengujian perundang-undangan: Pasal 24A ayat (1) dan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 Pasal 11 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dan UUD 1945. Pasal 55 Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi
Kesimpulan 2. Respon Pengaturan Konstitusional pengujian peraturan: Pengujian Undang-Undang (PUU) ditandai dengan jumlah putusan sebanyak 158 dari tahun 2003-2008; sampai awal Januari 2006, Mahkamah Agung menangani 13 perkara yang belum diputus dan 55 perkara yang diputus belum minutasi mengemuka: 1) putusan ultra petita, 2) legal standing pemohon, dan 3) hubungan Mahkamah Konstitusi dengan Mahkamah Agung.
Kesimpulan… 3. Perlu cermati kemungkinan pergeseran fungsi pengujian semua peraturan perundang-undangan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 menjadi terletak hanya pada satu lembaga.
Saran Mahkamah agung merupakan peradilan umum yang hendaknya memiliki kompetensi terhadap perselisihan antar perorangan atau antar lembaga; objeknya adalah norma kongrit dan individual. Perlu dipikirkan kemungkinan mengintegrasikan seluruh sistem pengujian peraturan di bawah kewenangan Mahkamah Konstitusi.