REFLEKSI PEMILU 2014 DAN PERSIAPAN PILKADA 2015 DI JAWA TENGAH Oleh Hasyim Asy’ari Dosen Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang Persiapan Pengawasan Pilkada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah 2015 Diselenggarakan oleh Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, Kamis, 15 Januari 2015
Refleksi Pemilu 2014 Kepastian Hukum. Kelembagaan Penyelenggara Pemilu. Penduduk dan Pemilih. Pelanggaran dan Sengketa Pemilu.
Kepastian Hukum Kepastian hukum: tidak ada kekosongan hukum, tidak saling bertentangan, tidak multi-tafsir, dan dapat dilaksanakan. Peraturan KPU No. 21 Tahun 2013 tanggal 4 November 2014 merupakan perubahan ke-6 dari Peraturan KPU No. 7 Tahun 2012 tentang Tahapan Pemilu 2014. Perubahan tahapan pemilu ke-6 karena suatu tahapan tidak dapat dilaksanakan tepat waktu, sehingga berdampak kepada pelaksanaan tahapan pemilu berikutnya. Ketentuan tentang jaminan pemilih untuk dapat menggunakan hak pilihnya di TPS pada hari pemungutan suara, tidak seragam pada tingkat implementasi. Masih terdapat surat suara tertukar atau salah distribusi, bukti bahwa pada tingkat pelaksanaan belum terdapat mekanisme kendali yang memadai untuk menjamin peraturan dapat dilaksanakan dengan baik. Kasus surat suara tertukar di Jawa Tengah tersebar di 22 kabupaten/kota meliputi 113 TPS. Keabsahan suara sah yang meliputi 15 kategori, ternyata dalam implementasi banyak perlakuan yang berbeda antar petugas KPPS dalam menentukan suara sah
Kelembagaan Penyelenggara Pemilu Tiga issu utama dalam kelembagaan penyelenggara pemilu adalah soal rekrutmen penyelenggara pemilu. Berkaitan dengan waktu seleksi dan rekrutmen anggota penyelenggara pemilu. Seleksi Anggota KPU Provinsi Jawa Tengah dilaksanakan pada Juli-September 2013 dan seleksi Anggota KPU Kabupaten/Kota dilaksanakan pada Juli-Oktober 2013. Seleksi diselenggarakan setelah pelaksanaan Pilgub 2013 dan di tengah-tengah penyelenggaraan Pemilu 2014. Berkaitan dengan persyaratan untuk menjadi anggota PPS dan KPPS dalam UU No. 15 Tahun 2011 masih menjadi persoalan tersendiri, yaitu syarat pendidikan minimal SLTA, syarat umur, dan syarat surat keterangan tidak pernah dipidana. Proses rekrutmen anggota PPS dan KPPS melibatkan Kepala Desa dan Lurah. Seringkali calon anggota PPS dan KPPS diusulkan sepihak oleh Kepala Desa atau Lurah, tanpa melibatkan perwakilan masyarakat (BPD). Mekanisme usulan, terutama oleh Kepala Desa, dinilai paling rawan untuk menjamin integritas PPS dan KPPS, lebih dikarenakan Kepala Desa adalah jabatan politik yang dipilih melalui pilkades.
Penduduk dan Pemilih Jumlah penduduk menjadi dasar bagi sejumlah kegiatan pemilu. Jumlah penduduk digunakan sebagai dasar untuk menentukan jumlah anggota minimal di tingkat kabupaten/kota yang harus dipenuhi oleh partai politik yang mendaftarkan diri sebagai sebagai peserta pemilu; untuk menentukan jumlah minimal dukungan bagi calon perseorangan calon anggota DPD; dan pasangan calon kepala daerah dari jalur perseorangan. Perbandingan ata penduduk Jawa Tengah berkurang sangat mencolok, yaitu sebanyak 34.464.667 menurut data Kemendagri 2008 dan sebanyak 32.380.687 menurut sensus BPS 2010. Dalam kurun waktu hanya dua tahun, jumlah penduduk Jawa Tengah merosot berkurang sebanyak 2.083.980 orang. Data jumlah penduduk Jawa Tengah hasil P4B tahun 2003, data Kemendagri 2008 dan sensus BPS 2010, jumlah penduduk Jawa Tengah tahun 2003 adalah 32.114.306 orang, tahun 2008 sebanyak 34.464.667 orang (naik 2.350.361), dan tahun 2010 sebesar 32.380.687 orang (turun 2.083.980). Pada 6 Desember 2012 DAK2 Kemendagri menunjukkan jumlah penduduk Jawa Tengah sebesar 32.578.357. Pemilu Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah 2013, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 470/2012 (21/11/2012) data penduduk 39.291.216 jiwa. Berdasarkan DAK2 Kemendagri bila dibandingkan dengan data jumlah penduduk yang bersumber dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berbeda sangat signifikan yaitu bertambah sekitar 6.712.859 jiwa. Contoh di 7 kabupaten di Jawa Tengah (Kabupaten Banjarnegara, Boyolali, Wonogiri, Sragen, Semarang, Kendal, Pekalongan), berdasarkan data DAK2 Kemendagri 6 Desember 2012 jumlah penduduk 7 kabupaten tersebut berjumlah lebih dari 500.000 namun kurang dari 1.000.000, sehingga alokasi kursi DPRD Kabupaten adalah 45 kursi, dan berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 470/2012 (21/11/2012) jumlah penduduk 7 kabupaten tersebut lebih dari 1.000.000, sehingga alokasi kursi DPRD Kabupaten adalah 50 kursi.
Penduduk dan Pemilih No. Jenis Persebaran Jumlah Pemilih 1. DPK 545 Kecamatan % Desa/Kelurahan TPS 1. DPK 545 95,11 3.901 45,48 11.289 14,53 27.375 2. DPT 573 100 8.578 77.693 27.126.060 3. DPKTb 178.496
Pelanggaran dan Sengketa Pemilu Dugaan pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilu di Jawa Tengah didominasi oleh pelanggaran administrasi. Pelanggaran pidana pemilu paling mendominasi pada tahap pelaksanaan kampanye. Terdapat 190 dugaan Pelanggaran Pemilu di Jawa Tengah, tersebar di 30 Kabupaten/Kota. Terdapat 9 pelanggaran pidana kampanye Pemilu terjadi di 1 Kota dan 8 Kabupaten, yaitu Kota Semarang, Kabupaten Purworejo, Demak, Semarang, Wonosobo, Jepara, Kabupaten Tegal, Kendal dan Pemalang. Semua terlapor dinyatakan bersalah dan dihukum penjara dengan masa percobaan serta denda oleh Pengadilan di masing-masing daerah. Hanya 5 dugaan pelanggaran politik uang yang oleh pengadilan negeri dinyatakan terbukti dan diberi hukuman, yaitu di Kabupaten Semarang, Kabupaten Tegal, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Wonogiri. Sementara untuk dugaan pelanggaran lainnya dianggap tidak terbukti atau kurang pembuktian sehingga dihentikan pada tingkatan Pengawas Pemilu. Tahapan pemungutan dan penghitungan suara di Jawa Tengah, terdapat 7 dugaan pelanggaran pidana dalam bentuk politik uang terjadi di beberapa daerah, yaitu di Kabupaten Blora, Cilacap, Jepara, Kendal dan Kota Semarang. Namun seluruh dugaan politik uang dihentikan dengan beberapa alasan, antara lain kurangnya bukti dan kadaluarsa. Dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 terdapat 14 dugaan menipulasi data, dinyatakan gugur dan dihentikan oleh Pengawas Pemilu.
Pelanggaran dan Sengketa Pemilu Pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu terdapat tiga kasus: Pertama, terjadi di Kabupaten Blora, yaitu tanda tangan dalam surat penetapan DPSHP merupakan scan (bukan tanda tangan asli), dan terdapat seorang anggota KPU Kabupaten Blora (pelapor) yang menolak hal tersebut. Terhadap pelanggaran tersebut, Bawaslu Provinsi Jawa Tengah meneruskannya ke DKPP. Berdasarkan hasil pemeriksaan materil pengaduan oleh DKPP, DKPP meminta persoalan tersebut diselesaikan secara internal oleh KPU Provinsi Jawa Tengah. Kedua, di Kota Semarang seorang anggota KPU Kota Semarang mencoret salah satu Calon Anggota DPRD dalam sebuah dokumen tanpa melalui mekanisme rapat pleno dengan komisioner lainnya. Berdasarkan hasil penanganan yang dilakukan oleh Panwaslu Kota Semarang, pelanggaran diteruskan kepada DKPP yang akhirnya DKPP memberikan peringatan keras kepada anggota KPU Kota Semarang. Ketiga, terdapat 1 pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu yang terjadi pada tahapan kampanye, yaitu pelanggaran yang dilakukan oleh Ketua KPU Kabupaten Grobogan yang terlibat dalam kegiatan Calon Anggota DPR yang diindikasikan sebagai kampanye. DKPP terhadap pelanggaran tersebut memberikan peringatan kepada Ketua KPU Kabupaten Grobogan. Gugatan terhadap hasil pemilu di Jawa Tengah diajukan oleh 8 partai politik ke Mahkamah Konstitusi (MK). Partai politik yang mengajukan gugatan sengketa hasil yaitu: Nasdem untuk DPR dapil Jawa Tengah 5, dan DPRD Kabupaten dapil Karanganyar 3, dapil Pati 5, dan Kabupaten Tegal dapil Tegal 6. PKB untuk dapil Jawa Tengah 3, 4 dan 8. Gerindra untuk DPRD Kabupaten Pemalang dapil Pemalang 6. PAN untuk DPRD Kabupaten Pemalang dapil Pemalang 1. PKS untuk DPRD Kabupaten Sukoharjo dapil Sukoharjo 2. PDIP untuk DPR dapil Jawa Tengah 5. Hanura untuk DPR dapil Jawa Tengah 4, 6 dan 9. PKPI untuk DPR di semua dapil (10 dapil di Jawa Tengah). Terhadap gugatan sengketa hasil pemilu, tidak ada satu pun yang dikabulkan oleh MK, atau dengan kata lain hasil penghitungan suara oleh jajaran KPU Provinsi Jawa Tengah dinyatakan benar oleh MK. Informasi tentang pelanggaran dan sengketa pemilu di Jawa Tengah menunjukkan bahwa pelembagaan hukum relatif menguat. Artinya bahwa peserta pemilu di Jawa Tengah telah memiliki kesadaran untuk menggunakan jalur lembaga hukum yang disediakan dalam penanganan pelanggaran dan sengketa pemilu.
PEMILIHAN = PEMILU Perppu No. 1 Tahun 2014 menggunakan istilah “pemilihan”. Pemilihan = Pemilu? Argumentasi Pemilihan = Pemilu. Konsiderans diktum Menimbang: huruf a. bahwa untuk menjamin pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dilaksanakan secara demokratis sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat wajib dihormati sebagai syarat utama pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota; Konsiderans diktum Menimbang: huruf b. bahwa kedaulatan rakyat dan demokrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu ditegaskan dengan pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota secara langsung oleh rakyat, dengan tetap melakukan beberapa perbaikan mendasar atas berbagai permasalahan pemilihan langsung yang selama ini telah dijalankan. Pasal 1 angka 1 menentukan bahwa Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur, Bupati, dan Walikota secara langsung dan demokratis. Pasal 2 menentukan bahwa Pemilihan dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pasal 89 ayat (2) menentukan bahwa Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih.
PILKADA SERENTAK Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2015 dilaksanakan di hari dan bulan yang sama pada tahun 2015. Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2016, tahun 2017 dan tahun 2018 dilaksanakan di hari dan bulan yang sama pada tahun 2018, dengan masa jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota sampai dengan tahun 2020. Dalam hal Pemilihan sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak dapat diselenggarakan karena tidak terdapat calon yang mendaftar maka diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota sampai terpilihnya Gubernur, Bupati, dan Walikota pada tahun 2020. Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2019 dilaksanakan di hari dan bulan yang sama pada tahun 2020. Pemungutan suara serentak di seluruh wilayah pada hari, bulan, dan tahun yang sama pada tahun 2020. Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang berakhir masa jabatan tahun 2016 dan tahun 2017 diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota sampai dengan terpilihnya Gubernur, Bupati, dan Walikota yang definitif pada tahun 2018. Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang berakhir masa jabatan tahun 2019, diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota sampai dengan terpilihnya Gubernur, Bupati, dan Walikota yang definitif pada tahun 2020.
DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI Seluruh wilayah Provinsi untuk Pemilu Gubernur Seluruh wilayah Kabupaten/Kota untuk Pemilu Bupati/Walikota. Alokasi Kursi: 1 kursi Gubernur dan 1 kursi Bupati/Walikota. Wakil Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden. Provinsi dengan jumlah penduduk di atas 10.000.000 (sepuluh juta) dapat memiliki 3 (tiga) Wakil Gubernur. Wakil Bupati/Walikota diusulkan oleh Bupati/Walikota dan diangkat oleh Menteri. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk di atas 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa dapat memiliki 2 (dua) Wakil Bupati/Wakil Walikota.
PERSYARATAN PENCALONAN Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD sebagaimana dimaksud pada angka (1), jika hasil bagi jumlah kursi DPRD menghasilkan angka pecahan maka perolehan dari jumlah kursi dihitung dengan pembulatan ke atas. Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada angka (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di DPRD. Partai Politik atau gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada angka (1) hanya dapat mengusulkan 1 (satu) calon, dan calon tersebut tidak dapat diusulkan lagi oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik lainnya.
CALON PERSEORANGAN Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur jika memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan: d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung paling sedikit 3% (tiga persen). Jumlah dukungan tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah Kabupaten/Kota di Provinsi dimaksud. Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah adalah 32.578.357, dan jumlah Kabupaten/Kota adalah 35. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit 4% (empat persen). Jumlah dukungan tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah Kecamatan di Kabupaten/Kota tersebut.
SYARAT CALON Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat; telah mengikuti Uji Publik; Uji Publik adalah pengujian kompetensi dan integritas yang dilaksanakan secara terbuka oleh panitia yang bersifat mandiri yang dibentuk oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi atau Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, yang hasilnya tidak menggugurkan pencalonan. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Walikota.
FUNGSI REKRUTMEN POLITIK Rekrutmen dan seleksi kandidat, adalah komponen esensial dalam proses demokrasi. Rekrutmen politik melalui partai politik memiliki dua tahapan, yaitu seleksi dan nominasi. Seleksi kandidat adalah proses extralegal di mana partai politik menentukan siapa tokoh yang layak dan akan direkomendasikan masuk dalam daftar calon di surat suara (ballot). Nominasi kandidat adalah proses pencalonan legal, di mana otoritas penyelenggara pemilu (KPU) akan mengesahkan sejumlah orang tertentu yang diusulkan partai politik memenuhi kualifikasi sebagai calon dan kemudian akan mencetak nama-nama mereka dalam surat suara resmi (ballot).
MODEL SELEKSI Berdasarkan kategori tingkat efektifitas kontrol pengurus partai politik tingkat nasional, regional atau lokal dalam proses seleksi, proses seleksi di internal partai politik ada dua kecenderungan, yaitu model sentralisasi dan desentralisasi. Model seleksi tersentralisasi -> seleksi kandidat secara ekstrem ditentukan atau dipilih oleh kepengurusan partai politik tingkat nasional (sering dikenal dengan istilah Dewan Pengurus Pusat―DPP), tanpa partisipasi atau pengaruh dari pengurus partai politik tingkat regional atau lokal. Model seleksi desentralisasi -> seleksi kandidat ditentukan atau dipilih oleh kepengurusan partai politik tingkat regional atau tingkat lokal, tanpa partisipasi atau pengaruh dari pengurus partai politik tingkat nasional.
SISTEM PEMILU & MODEL SELEKSI Sistem perwakilan proporsional dengan wakil banyak (multimember district systems of proportional representation) -> kepengurusan partai politik tingkat nasional (national party agencies) akan memiliki kekuasaan atau pengaruh yang lebih kuat bila dibandingkan dengan pengurus tingkat regional atau lokal (local and regional party agencies). Sistem distrik berwakil tunggal (single-member district plurality systems) -> kepengurusan partai politik tingkat regional atau lokal akan memiliki kekuasaan atau pengaruh yang lebih kuat bila dibandingkan dengan pengurus tingkat nasional.
PARTISIPASI DALAM SELEKSI Berdasarkan kategori tingkat partisipasi dalam seleksi kandidat, ada dua kecenderungan yaitu model oligarkis dan partisipatif. Model seleksi oligarkis -> seleksi kandidat dilakukan dengan cara semua kandidat yang akan dinominasikan dalam pemilu ditentukan sendiri oleh pimpinan tunggal partai politik (a single party leader) atau ditentukan oleh sebuah tim kecil bentukan pimpinan partai politik (a small group of party leaders). Model seleksi partisipatif -> seleksi kandidat ditentukan oleh pilihan berdasarkan partisipasi pemilih anggota partai politik untuk menentukan nama-nama tokoh yang akan dinominasikan dalam pemilu, atau sering dikenal dengan model pemilu pendahuluan internal partai politik.
PEMILIH Pemilih adalah penduduk yang berusia paling rendah 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin yang terdaftar dalam Pemilihan. Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara Indonesia harus terdaftar sebagai Pemilih. Dalam hal warga negara Indonesia tidak terdaftar sebagai Pemilih, Pemilih menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau surat keterangan penduduk pada saat pemungutan suara. Untuk dapat didaftar sebagai Pemilih, warga negara Indonesia harus memenuhi syarat: tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya; dan/atau tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
METODE PEMBERIAN SUARA Pemungutan suara dilakukan dengan memberikan tanda melalui surat suara. Pemberian suara untuk Pemilihan dapat dilakukan dengan cara: memberi tanda satu kali pada surat suara; atau memberi suara melalui peralatan Pemilihan suara secara elektronik. Pemberian tanda satu kali dilakukan berdasarkan prinsip memudahkan Pemilih, akurasi dalam penghitungan suara, dan efisiensi dalam penyelenggaraan Pemilihan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian suara diatur dengan Peraturan KPU.
FORMULA PEMILIHAN Calon Gubernur/Bupati/Walikota yang memperoleh suara lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara sah ditetapkan sebagai Gubernur/Bupati/Walikota terpilih. Dalam hal tidak ada Calon Gubernur/Bupati/Walikota yang memperoleh suara lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah suara sah, diadakan Pemilihan Gubernur/Bupati/Walikota putaran kedua yang diikuti oleh calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama. Calon Gubernur/Bupati/Walikota yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara sah pada putaran kedua ditetapkan sebagai Gubernur terpilih.
Semoga Manfaat Terima Kasih Sekian Semoga Manfaat Terima Kasih