Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi Kasus Penyakit Jantung Koroner

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Presentasi Kasus Penyakit Jantung Koroner"— Transcript presentasi:

1 Presentasi Kasus Penyakit Jantung Koroner
Presentan: Sarah Rafika Nursyirwan ( ) Pembimbing: Prof.Dr.dr.Idris Idham, Sp.JP(K) Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Mei 2009

2 ILUSTRASI KASUS

3 IDENTITAS Nama : Ny.L Usia : 62 tahun Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam Status : Menikah Alamat : Ciputat, Jakarta No. RM : Tanggal masuk RSJP Harapan Kita 3 Mei 2009.

4 ANAMNESIS Keluhan Utama
Nyeri dada sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 4 jam SMRS, pasien merasakan nyeri dada yang mulai dirasakan saat hendak tidur. Nyeri dada sebelah kiri menjalar ke leher dan punggung. Nyeri dada terasa seperti ditimpa beban berat. Nyeri dada seperti ini sering hilang timbul sejak 1 tahun SMRS dan mereda bila beristirahat. Nyeri saat ini dirasa memberat sejak 4 jam SMRS. Pasien merasa sesak nafas. Terdapat keringat dingin. Terdapat mual. Dada dirasakan berdebar-debar. Pasien pingsan saat dibawa ke RS.

5 Sejak 2 tahun SMRS, pasien dikatakan mempunyai hipertensi dan tidak teratur minum obat. Pasien kontrol ke RS Bhineka Bakti Husada. Pasien sudah 2 kali dirawat di RS Bhineka, saat itu pasien sedang tidak teratur minum obat, dirawat karena muka bengkak dan sesak napas, diberikan obat Captopril 3x25 mg, Simart 2 1x1, Aldecto 1x25 mg, Lasix 1x1, Ascardia 1x1.

6 Pasien tidak sesak bila berbaring, dapat tidur dengan 1 bantal
Pasien tidak sesak bila berbaring, dapat tidur dengan 1 bantal. Pasien tidak pernah terbangun pada malam hari karena sesak. Pasien semakin membatasi aktivitas fisik karena bila banyak bergerak pasien merasa sesak dan sakit dada namun hilang jika beristirahat. Pasien merasa kelelahan bila berjalan jauh. Nyeri dada juga muncul jika banyak pikiran. Pasien tidak ada kebiasaan merokok. Pasien tidak merasa cepat haus/lapar ataupun terbangun untuk BAK di malam hari. Saat ini pasien sudah tidak menstruasi lagi. Pasien belum pernah operasi jantung sebelumnya. Makanan belum dijaga.

7 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat asma, alergi, gastritis, stroke, dan Diabetes mellitus disangkal Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat darah tinggi, Diabetes mellitus, penyakit jantung, asma disangkal Riwayat Pekerjaan,Sosial Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan Pembiayaan RS secara pribadi

8 PEMERIKSAAN FISIK (3 Mei 2009, UGD RSPJNHK)
Keadaan umum : Pasien tampak sakit sedang, tampak sesak Kesadaran : Compos mentis Nadi : 100x/menit, reguler, isi kurang, equal Nafas : 40x/menit, reguler, kedalaman cukup Suhu : 36,5 oC (aksila) Tekanan Darah : 117/82 mmHg Kesan gizi baik Kepala : deformitas (-). Rambut hitam, tidak mudah dicabut, dan tersebar merata. Nyeri tekan sinus (-) Mata : deformitas (-), ptosis (-), eksoftalmus (-), enoftalmus (-), xanthelasma -/-, pupil isokor, refleks pupil langsung (+ /+ ), refleks pupil tidak langsung (+/+), konjungtiva anemis (+/+). sklera ikterik (-/-). Hidung : deformitas (-), sekret (-), deviasi septum nasal (-), pernafasan cuping hidung (-) Mulut : lidah basah, tidak hiperemis. Stomatitis (-). T1-T1. caries dentis (-) Telinga : deformitas (-), serumen (-/-) Leher : Trakea di tengah. JVP 5-2 cmH2O, KGB leher tidak teraba KGB : KGB supraklavikula tidak teraba KGB intraklavikula tidak teraba KGB axila tidak teraba KGB inguinal tidak diperiksa Kulit : kecoklatan

9 Toraks Paru: simetris statis-dinamis, spider nevi (-), retraksi iga (-), sikatriks (-), massa (-). Bunyi napas vesikuler, rhonki basah halus basal paru (+/+), wheezing (-/-) Jantung: iktus kordis tidak terlihat. Iktus kordis teraba pada sela iga 5 linea midklavikula kiri, batas jantung kanan pada sela iga 4 pada linea sternalis kanan, batas jantung kiri pada sela iga 5 pada 2 jari lateral linea mid klavikula kiri. Bunyi jantung I/II normal, murmur (-), gallop (-) Abdomen : simetris, datar, lemas. Tidak ada nyeri tekan, massa (-), hati tidak teraba, limpa tidak teraba, ballottement (-/-), shifting dullness (-), bising usus (+) normal Alat Genitalia : tidak diperiksa Anus : tidak diperiksa Ekstremitas : Edema (-/-), akral hangat, sianosis -/-, clubbing finger -/-, atrofi otot (-/-), turgor baik.

10 TIMI 3 Mei 2009 Usia >65 tahun : 0 Tekanan darah sistolik <100 mmHg : 0 Frekuensi nadi >100x/menit : 2 Killip kelas II-IV : 2 ST elevasi anterior atau LBBB : 1 Riwayat diabetes, hipertensi, atau angina : 1 Berat badan <67 kg : 1 Waktu sampai mendapat pengobatan >4 jam : 1 TOTAL : 8/14

11 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab 3 Mei 2009 Hematologi Hb : 8,9 g/dL (N: 12-14) Ht : 28 % (N: 40-48) Leukosit : 8400/ul (N: ) Cardiac Enzymes CKMB : 50 U/l (N: 0-24) Troponin T : 0,1 ng/ml (MCI: 0,1-2) Renal Prostat Ureum : 43 mg/dl (N: 13-43) Kreatinin : 0,8 mg/dl (N: 0-1,4) BUN : 20,09 mg/dl (N: 6-20) Glukosa GDS : 171 mg/dl (N:<180 mg/dl) Analisa Gas Darah Na : 142 mmol/l (N: ) K : 3,6 mmol/l (N: 3,5-5,5) Cl : 110 mmol/l (N: )

12 EKG 3 Mei 2009 QRS rate 103x/menit, Aksis LAD, Gelombang P morfologi normal, durasi 0,08 detik, PR interval 0,16’’, Kompleks QRS durasi 0,06’’, ST elevasi V2-V5, Q patologis V3-V4

13 Foto Rontgen Torax 3 Mei 2009 CTR 60% Segmen aorta elongasi Segmen pulmonal normal Pinggang jantung datar Apex lateral downward Kongesti (-), infiltrat (-)

14

15 RESUME Pasien wanita, 62 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada sejak 4 jam SMRS. Nyeri dada sebelah kiri menjalar ke leher dan punggung, terasa seperti ditimpa beban berat. Nyeri dada seperti ini sering hilang timbul sejak 1 tahun SMRS dan mereda bila beristirahat. Nyeri saat ini dirasa memberat sejak 4 jam SMRS. Sesak nafas +. Keringat dingin +. Mual +. Dada berdebar-debar +. Pingsan/sinkop +. Sejak 2 tahun SMRS, pasien mempunyai hipertensi dan tidak teratur minum obat.

16 Pasien sudah 2 kali dirawat di RS Bhineka, saat itu pasien sedang tidak teratur minum obat, dirawat karena muka bengkak dan sesak napas, diberikan obat Captopril 3x25 mg, Simart 2 1x1, Aldecto 1x25 mg, Lasix 1x1, Ascardia 1x1. Orthopnea -. PND -. DOE +. Kebiasaan merokok -. Menopause +. Riwayat Diabetes mellitus disangkal. Riwayat darah tinggi, Diabetes mellitus, penyakit jantung dalam keluarga disangkal.

17 Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sesak, pernapasan 40x/menit, auskultasi paru terdapat rhonki basah halus basal paru (+/+). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb: 8,9 g/dL, Ht: 28 %, CKMB: 50 U/l, Troponin T: 0,1 ng/ml, BUN: 20,09 mg/dl; EKG didapatkan QRS rate 103x/menit, aksis LAD, gelombang P morfologi normal, durasi 0,08 detik, PR interval 0,16’’, kompleks QRS durasi 0,06’’, ST elevasi V2-V5, Q patologis V3-V4; pada foto torax didapatkan CTR 60%, segmen aorta elongasi, apex lateral downward.

18 DAFTAR MASALAH STEMI onset 4 jam Killip II TIMI 8/14
Hipertensi terkontrol Anemia

19 TATALAKSANA Tirah baring O2 nasal kanul 3 L
Pemeriksaan EKG, foto torax, lab Plavix loading 600 mg dilanjutkan besok 1x75 mg Aspillet kunyah 160 mg dilanjutkan besok 1x80 mg ISDN 3x5 mg Simvastatin 1x20 mg Laxadin 1xCI Bisoprolol 1x2,5 mg Rawat CVCU (pasien dipuasakan sebelum primary PCI) Total cairan 1500 cc Total kalori 1000

20 PEMBAHASAN

21 Seorang wanita, berusia 62 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Dekskripsi nyeri: lokasi nyeri dada di sebelah kiri, menjalar ke leher dan punggung, terasa seperti ditimpa beban berat. Dapat disimpulkan nyeri dada pada pasien ini  nyeri dada tipikal. Didapatkan juga gejala otonom pada pasien ini berupa keringat dingin, mual-mual serta pingsan, yang menyertai nyeri tersebut.

22 Nyeri dada pasien saat diperiksa dirasakan memberat sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit dan tidak mereda dengan istirahat  Disimpulkan saat ini terdapat perburukan pada penyakit pasien ini, karena gejala nyeri dada seperti ini sudah biasa dirasakan sejak satu tahun lalu, hilang timbul yang dapat hilang dengan istirahat.

23 Faktor risiko pasien ini:
hipertensi sejak dua tahun sebelum masuk rumah sakit, serta tidak teratur minum obat hipertensinya usia lanjut pasien tidak merokok, dan pasien tidak ada penyakit diabetes Faktor predisposisi pada pasien ini: kurangnya kebiasaan aktivitas fisik terdapat stressor psikososial pada pasien ini yang memicu timbulnya gejala pasien sudah menopause tidak ada riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung koroner pada usia muda

24 Pada pemeriksaan fisik:
pasien tampak sesak dengan laju pernapasan 40x/menit, pada auskultasi paru: rhonki basah halus di kedua basal paru. Pemeriksaan EKG: QRS rate 103x/menit, aksis LAD, gelombang P morfologi normal, durasi 0,08 detik, PR interval 0,16’’, kompleks QRS durasi 0,06’’, ST elevasi V2-V5, Q patologis V3-V4  Disimpulkan EKG pasien ini sinus takikardi, dengan terjadi infark pada daerah anterior, dan kemungkinan terdapat infark lama pada`daerah anterior.

25 Pemeriksaan enzim jantung: CKMB ↑ yakni 50 U/l (>24 U/l), dan Troponin T ↑ yakni 0,1 ng/ml (termasuk rentang 0,1-2,0: MCI)  Disimpulkan terdapat kerusakan miokardium. Pada pemeriksaan radiografi jantung: jantung membesar yakni CTR 60% (lebih dari 50%), segmen aorta elongasi, serta pembesaran ventrikel kiri yang ditandai dengan apex lateral jantung downward  Disarankan pemeriksaan ekokardiografi untuk menilai fungsi pemompaan ventrikel dan menilai komplikasi dari IMA.

26 Pada pemeriksaan darah tepi: hemoglobin rendah yakni 8,9 g/dL dan hematokrit rendah yakni 28%  Disimpulkan terdapat anemia dan perlu ditelusuri lebih lanjut penyebab anemia tersebut. Untuk jenis anemia berdasarkan morfologi diperlukan pemeriksaan hitung jumlah eritrosit, agar dapat diketahui MCV, MCH dan MCHC.

27 Disimpulkan diagnosis pada
Jadi, berdasarkan adanya gejala: nyeri dada tipikal gejala otonom, sesak napas tidak menghilang dengan istirahat pemeriksaan fisik berupa rhonki basah halus pada basal kedua paru gambaran EKG berupa ST elevasi daerah anterior kenaikan enzim jantung baik CKMB maupun troponin T Disimpulkan diagnosis pada pasien ini adalah STEMI anterior

28 Prognosis IMA sesuai derajat disfungsi ventrikel kiri secara klinis dinilai berdasarkan klasifikasi Killip adalah kelas II, di mana ditemukan rhonki basah halus di bagian basal kedua paru. Stratifikasi resiko pada infark dg STEMI berdasarkan skoring TIMI adalah 8/14 (usia = 0, tekanan darah sistolik <100 mmHg = 0, laju jantung >100x/menit = 2, Killip kelas II-IV = 2, elevasi ST anterior atau BBB = 1, riwayat DM/HT /angina = 1, berat badan <67 kg = 1, waktu perawatan >4 jam = 1).

29 Tindakan dan penanganan dini pada pasien ini adalah:
Tirah baring Sebagai usaha untuk menurunkan demand kerja jantung sehingga mismatch supply-demand tidak terjadi Penilaian dan stabilisasi hemodinamik Monitoring EKG Aspillet kunyah 1x160 mg dan 1x80 mg keesokan harinya Digunakan sebagai antiplatelet untuk menghindari pembentukan trombus baru melalui penghambatan pembentukan tromboksan A2. Plavix (klopidogrel) loading 600 mg dilanjutkan besok 1x75 mg Oksigen nasal kanul 3 l/menit

30 ISDN 3x5 mg Digunakan untuk mengatasi nyeri dada. Bisoprolol 1x2.5 mg Bermanfaat pada pasien dengan hipertensi dan takikardia. Simvastatin 1x20 mg Laxadine 1xCI Sebagai pencahar untuk menjaga BAB pasien mudah dikeluarkan sehingga pasien tidak mengedan yang menyebabkan gangguan hemodinamik dan elektrokardiografik yang berbahaya. Tatalaksana STEMI pada pasien ini adalah terapi reperfusi, dapat menggunakan PCI atau fibrinolisis. Namun karena onset gejala lebih dari 3 jam, dipilih PCI.

31 Rencana edukasi Hindari diet tinggi lemak dan kolesterol
Kontrol dan minum obat teratur Kendalikan emosi (jangan sering cemas atau gelisah)

32 TINJAUAN PUSTAKA

33 Sindroma koroner akut : ST Elevation Miocardial Infarction
Non ST Elevation Miocardial Infarction Unstable Angina

34 Infark Miokard Akut (STEMI dan NSTEMI) Nekrosis miokardium
Berdasarkan kriteria WHO, diagnosis IMA ditegakkan berdasarkan terpenuhinya 2 dari 3 kriteria: nyeri dada iskemik yang khas evolusi EKG Peningkatan yg diikuti penurunan kadar enzim-enzim jantung 34

35 Patofisiologi STEMI STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi total trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. 35

36 Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisura, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid. Pada STEMI gambaran patologik klasik terdiri dari trombus merah kaya fibrin, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberi respons terhadap terapi trombolitik.

37 Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, serotonin, epinefrin) memicu aktivasi trombosit  memproduksi dan melepaskan Tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten); memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIa mjd reseptor dg afinitas tinggi terhadap vWF dan fibrinogen, yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian mengonversi fibrinogen menjadi fibrin Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

38 Gejala klinis Nyeri dada berlangsung >20 menit, retrosternal, berlokasi di tengah atau dada kiri, menjalar ke rahang, punggung, atau lengan kiri. Sifat nyeri: seperti tertekan benda berat, terbakar, ditusuk-tusuk,diremas. Dapat disertai dg sesak napas,keringat dingin,mual muntah,lemas,pusing,perasaan melayang, pingsan Gejala muncul dg tiba-tiba dan intensitas yg tinggi serta tidak hilang dg istirahat kecurigaan IMA 38

39 Faktor resiko Merokok Dislipidemia Hipertensi DM Usia lanjut 39

40 Faktor predisposisi Obesitas (BMI>25 mg/m2) Obesitas abdominal
Kebiasaan kurang aktivitas fisik Riwayat keluarga menderita PJK Faktor psikososial

41 Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI dapat terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

42 Diagnosis Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan
anamnesis nyeri dada yang khas gambaran EKG adanya elevasi ST ≥1 mm, minimal pada 2 sandapan yang berdampingan (bedakan ST elevasi: Non-Ischemic – concave, Ischemic – convex or flat) Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim.

43 Ischemic ST Elevations
Non-Ischemic ST Elevations 43

44 Pemeriksaan fisik: Sebagian besar cemas dan gelisah, ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Seperempat pasien infark anterior  manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipertensi) dan hampir setengah pasien infark inferior  hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi) Pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub Peningkatan suhu sampai 38 0C dapat dijumpai pada minggu pertama pasca STEMI Pada syok kardiogenik Ronki basah halus JVP meningkat Edema 44

45 Diagnosis Enzim jantung Creatinine -MB fraction (CK-MB)
densitas tinggi pada sel miokardial meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB Pemeriksaan serial diperlukan 45

46 Diagnosis Enzim jatung
Troponin T dan I spesifik protein miokardial dikeluarkan dari miokardium yg rusak meningkat setelah 2 jam bila infark miokard dan mencapai puncak dalam jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari sangat spesifik pada kerusakan jantung diperlukan pemeriksaan serial Pemeriksaan enzim jantung ini dilakukan segera setelah pasien tiba di RS dan diulang jam kmd. Pd pasien dg EKG dan enzim jantung normal namun klinis IMA, pemeriksaan enzim kedua 4-9 jam kmd 46

47 Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai /uL.

48 Tatalaksana Diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA.

49 Tatalaksana umum Penilaian dan stabilisasi hemodinamik Monitoring EKG
Oksigen. harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama. Nitrogliserin (NTG). Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Tidak diberi pd pasien dengan TD sistolik <90 mmHg / dicurigai menderita infark ventrikel kanan

50 Morfin. Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Aspirin. Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis mg.

51 Penyekat beta. Untuk mengurangi nyeri dada
Penyekat beta. Untuk mengurangi nyeri dada. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 kali/menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan rhonki <10 cm dari diafragma. 15 menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam. Terapi reperfusi. Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna. Sasaran terapi reperfusi adalah door-to-needle time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.

52 Seleksi strategi reperfusi
Mempertimbangkan: Waktu onset gejala Waktu onset untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting luas infark dan outcome pasien. Terapi fibrinolisis yang diberikan dalam 3 jam pertama terkadang menghentikan infark miokard dan secara dramatis menurunkan angka kematian. Sebaliknya, kemampuan memperbaiki arteri yang mengalami infark menjadi paten, kurang lebih tergantung pada lama gejala pasien yang menjalani PCI. Beberapa laporan menunjukkan tidak ada pengaruh keterlambatan waktu terhadap laju mortalitas jika PCI dikerjakan setelah 2-3 jam setelah gejala.

53 Risiko STEMI Beberapa model telah dikembangkan yang membantu dokter dalam menilai risiko mortalitas pada pasien STEMI. Jika estimasi mortalitas dengan fibrinolisis sangat tinggi, seperti pada pasien dengan syok kardiogenik, bukti klinis menunjukkan strategi PCI lebih baik.

54 Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi ke laboratorium PCI
Risiko perdarahan Semakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolisis, semakin kuat keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, manfaat terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan manfaat dan risiko. Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi ke laboratorium PCI Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan PCI, penelitian menunjukkan PCI lebih superior dari reperfusi farmakologis. Jika composite end point kematian, infark miokard rekuren nonfatal atau stroke di analisis, superioritas PCI terutama dalam hal penurunan laju infark miokard nonfatal berulang.

55 Fibrinolisis Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3 (menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark dengan aliran normal), karena perfusi pada yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas jangka pendek dan panjang. tPA dan aktivator plasminogen spesifik fibrin lain sepeti rPA dan TNK lebih efektif daripada streptokinase dalam mengembalikan perfusi penuh, aliran koroner TIMI grade 3 dan memperbaiki survival sedikit lebih baik.

56 Obat fibrinolisis: Streptokinase (SK). Merupakan fibrinolitik nonspesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi sering ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan intrakkkranial yang rendah. Tissue plasminogen activator (tPA, alteplase). GUSTO-1 trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapat tPA disbanding SK. Namun harganya lebih mahal dari SK dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi.

57 Komplikasi dan Prognosis
IMA dapat memberikan komplikasi seperti aritmia (takiaritmia, bradiaritmia), disfungsi ventrikel kiri, hipotensi, gagal jantung, syok kardiogenik, perikarditis dan lain-lain. Terdapat beberapa sistem dalam menentukan prognosis pasca IMA. Prognosis IMA dengan melihat derajat disfungsi ventrikel kiri secara klinis dinilai menggunakan klasifikasi Killip:

58 Tidak ada tanda gagal jantung kongestif 40-50% 6
Kelas Definisi Proporsi pasien Mortalitas(%) I Tidak ada tanda gagal jantung kongestif 40-50% 6 II + S3 dan/atau ronki basah di basal paru 30-40% 17 III Edema paru akut 10-15% 30-40 IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80

59 Skor risiko/mortalitas 30 hari (%)
Skor risiko TIMI merupakan salah satu dari beberapa stratifikasi risiko pasien infark dengan ST elevasi, yakni: Faktor risiko (bobot) Skor risiko/mortalitas 30 hari (%) Usia (2) atau usia >75 (3) 0(0,8) / 1(1,6) DM/HT/angina (1) 2(2,2) SBP<100 (3) 3(4,4) HR >100 (2) 4(7,3) Klasifikasi killip II-IV (2) 5(12,4) Berat <67 kg (1) 6(16,1) ST elevasi anterior atau LBBB (1) 7(23,4) Waktu ke reperfusi >4jam (1) 8(26,8) (skor maksimum 14 poin) >8(35,9) Risk score untuk STEMI

60 DAFTAR PUSTAKA Alwi I. Infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo Aru W, dkk (editor), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV: Thomas A. Pearson, MD, PhD; Steven N. Blair, PED; Stephen R. Daniels, MD, PhD; Robert H. Eckel, MD; Joan M. Fair, RN, PhD; Stephen P. Fortmann, MD; Consensus Panel Guide to Comprehensive Risk Reduction for Adult Patients Without Coronary or Other Atherosclerotic Vascular Diseases in AHA Guidelines for Primary Prevention of Cardiovascular Disease and Stroke: 2002 Update. Cannon Christopher P, Braunwald Eugene. ST-Elevation Myocardial Infarction.In Kasper DL, Braunwald E, Fauchi AS et. Al (editor). Harrison’s Principle of Internal Medicine 17 ed,Mc GrawHill:


Download ppt "Presentasi Kasus Penyakit Jantung Koroner"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google