Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) PENCEGAHAN KEKERASAN TERHADAP ANAK : Kemitraan Keluarga, Satuan Pendidikan dan Masyarakat Susanto Wakil Ketua KPAI Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Komisi Negara Independen
Kekerasan terhadap Anak Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. (Sumber: UU 35 Tahun 2014, Tentang Perlindungan Anak)
Variasi Kasus dan Pemicu Kekerasan Terhadap Anak Kekerasan dilakukan oleh pendidik/tenaga kependidikan “atas nama pendidikan” Maraknya bullying yang dilakukan oleh kakak kelas, alumni, teman sekelas, adik kelas, lain kelas Kekerasan atas nama kegiatan ekstrakurikuler; seperti pecinta alam, dll. Kekerasan dalam pengasuhan; pola pengasuhan warisan seringkali menjadi faktor utama. Kekerasan terhadap anak karena disharmoni dan disfungsi keluarga. Kekerasan terhadap anak karena faktor budaya setempat. Kekerasan akibat tafsir keagamaan, contoh: hadits yang secara tekstual membolehkan anak dipukul ketika usia 10 tahun belum menjalankan sholat.
Mengapa Anak Sering Menjadi pelaku Kekerasan? Pengaruh pola asuh Pengaruh tontonan bermuatan kekerasan Pengaruh game online bermuatan kekerasan Pengaruh permisifitas lingkungan Pengaruh teman sebaya Pengaruh kultur di satuan pendidikan
Hasil Riset: Satu dari tiga anak di seluruh dunia mengaku pernah mengalami bullying, baik di sekolah, di lingkungan sekitar ataupun secara online (melalui media komunikasi telepon). Sebaliknya, satu dari tiga anak mengaku pernah melakukan tindakan bullying pada kawannya.
BULLYING Seringkali Terjadi: Bullying fisik; menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, menghukum dengan berlari keliling lapangan, menghukum dengan cara push-up Bullying verbal; memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menuduh, menyoraki, menebar gossip, memfitnah dan menolak. Bullying mental/psikologis; memandang sinis, memandang penuh ancaman, mendiamkan, mengucilkan, meneror lewat pesan pendek telepon genggam atau e-mail, memandang yang merendahkan, memelototi, dan mencibir; Bullying di dunia maya : mempermalukan orang dengan menyebar gossip di jejaring social internet (missal : Facebook)
Penyebab Bullying Faktor pribadi anak itu sendiri Faktor keluarga Faktor lingkungan Faktor sekolah Faktor pengaruh media
Korban Bullying Anak yang lemah; Pemalu; Pendiam; Memiliki special (cacat, tertutup, cantik atau punya ciri-ciri tubuh yang tertentu) yang dapat menjadi bahan ejekan.
Mengapa Lahir UU No 23 tahun 2002 /No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak? Anak sebagai makhluk rentan, seringkali menjadi obyek kekerasan, eksploitasi bahkan kekejaman. Isu anak belum menjadi concern para pemangku perlindungan anak (negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orangtua). Perlindungan anak masih dilakukan secara tradisional.
Implikasi UU Perlindungan Anak Terhadap Profesi Guru Guru harus bisa membedakan antara wilayah pelanggaran dengan perlindungan. Guru tak diizinkan melakukan kekerasan atas nama apapun termasuk pendidikan. Guru menjadi pelaku perlindungan, dilarang mengabaikan, membiarkan apalagi melakukan pelanggaran
Ancaman Pidana Pasal 82 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimanadimaksud pada ayat (1)
MENCEGAH KEKERASAN Berbasis Kemitraan
Apa Yang dilakukan oleh Keluarga, Satuan Pendidikan dan Masyarakat? Membangun persepsi yang sama antar pendidik dan tenaga kependidikan, orangtua dan masyarakat tentang perlindungan anak Membangun persepsi yang sama tentang “batas kekerasan” dan “batas pendidikan/pengasuhan” antar pendidik dan tenaga kependidikan, orangtua dan masyarakat. Membangun persepsi yang sama pentingnya positive discipline, bukan negative discipline dalam pendidikan dan pengasuhan. Membangun kesadaran bersama pentingnya mencegah bullying, baik di rumah, sekolah dan masyarakat. Membangun kesadaran bersama pentingnya kampanye pencegahan kekerasan melalui berbagai media masyarakat dan forum berbasis warga dan masyarakat Membangun kesadaran bersama pentingnya membangun mekanisme penanganan kasus kekerasan dan bullying baik di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Quotes “We may not be able to prepare the future for our children, but we can at least prepare our children for the future.” Franklin D. Roosevelt “Kita mungkin tidak dapat menyiapkan masa depan untuk anak kita, tetapi setidaknya kita bisa menyiapkan anak kita untuk masa depan”
“Wujudkan Indonesia Ramah Anak” Bersama “Wujudkan Indonesia Ramah Anak”