RAPAT KERJA PERSIAPAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI 2016
Koordinasi Tata Laksana Pembinaan Konstruksi di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota 1
ANATOMI URUSAN PEMERINTAHAN Pusat, Provinsi, dan Kab/Kota) CONCURRENT (Urusan bersama Pusat, Provinsi, dan Kab/Kota) ABSOLUT (Mutlak urusan Pusat) Pertahanan Keamanan Moneter Yustisi Politik Luar Negeri Agama PILIHAN/OPTIONAL (Sektor Unggulan) WAJIB/OBLIGATORY (Pelayanan Dasar) Contoh: pertanian, industri, perdagangan, pariwisata, kelautan dsb Contoh: kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, pekerjaan umum, dan perhubungan Perlu NSPK & SPM
TATA LAKSANA DAN ORGANISASI PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI Pelaksanaan Pembinaan (Pasal 12 PP 30/2000) Dapat dilaksanakan oleh Pemda sendiri; Dapat dilaksanakan bersama-sama dg LPJK Nasional/Provinsi; Unit Pelaksanaan Pembinaan Gubernur dan Bupati/Walikota menunjuk Unit pelaksanaan pembinaan; Dlm rangka efektifitas koordinasi pembinaan, setiap daerah perlu membentuk tim pembina jasa konstruksi (TPJK) 4
TATA LAKSANA DAN ORGANISASI PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI Tugas Unit Kerja Pembina Jasa Konstruksi a. menyusun rencana dan program pelaksanaan pembinaan; b. melaksanakan pembinaan; c. melakukan pemantauan (monitoring) dan evaluasi; d. menyusun laporan pertanggungjawaban Monev Pembinaan Jasa Konstruksi Dilakukan secara berkala oleh unit pembina jasa konstruksi; Dijadikan sebagai masukan bagi penyusunan rencana pembinaan Laporan Pembinaan Jasa Konstruksi Laporan yang disusun unit kerja yang ditunjuk Menteri disampaikan kepada Menteri; Laporan yang disusun unit kerja yang ditunjuk Gubernur disampaikan kepada Gubernur dan Menteri; Laporan yang disusun unit kerja yang ditunjuk Bupati/Walikota disampaikan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri. 5
TATA LAKSANA DAN ORGANISASI PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI Monitoring Pelaksanaan Urusan Jasa Konstruksi di Daerah Pembagian urusan bidang jasa konstruksi antara Pemerintah, Provinsi dan Kab/Kota masih menimbulkan banyak persepsi dlm implentasinya, mengingat ketidakjelasan target sasarannya dan lingkup kewenangannya; Dampak dari ketidakjelasan pembagian urusan menyebabkan tanggung jawab pembinaan jasa kosntruksi kurang efektif dan akuntabel; Fungsi dari unit kerja yg membidangi jasa konstruksi belum tertampung didalam organisasi perangkat daerah, shg berdampak pd tidak tertampungnya perencanaan dan penganggaran pembinaan jasa konstruksi di Daerah; Belum semua daerah membentuk Tim Pembina Jasa Konstruksi (TPJK), sehingga fungsi-fungsi koordinasi pembinaan jasa konstruksi kurang efektif didalam pelaksanaannya; Berbagai kebijakan nasional terkait jasa konstruksi kurang terinformasikan dan ditindaklanjuti dgn baik oleh daerah, termasuk kebijakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sub bidang jasa konstruksi 6
TATA LAKSANA DAN ORGANISASI PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI Simpulan Langkah-langkah Optimalisasi Pelaksanaan Urusan Jasa Konstruksi Kementerian PU perlu menyusun dan menetapkan NSPK sbg pembagian urusan Jasa Konstruksi dan petunjuk operasional daerah untuk mengatur: Pembagian Urusan yang Jelas antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota; Struktur organisasi perangkat daerah yang menangani urusan Jasa Konstruksi sesuai perumpunan; Personil; Pembiayaan; Pembinaan dan Pengawasan; Monitoring dan Evaluasi. 7
PERUBAHAN PARADIGMA PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTAR SUSUNAN PEMERINTAHAN UU 5/1974 UU 22/1999 UU 32/2004 UU 23/2014 Titik Berat Otonomi Pada Kabupaten/Kota Desentralisasi berkeseim-bangan antara Pem. Pusat, Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/kota
MODEL GFC (GOVERNMENT FUNCTIONS CENTERED MODEL) ACCOUNTABILITY FOLLOW FUNCTION MONEY FOLLOW FUNCTION PLANNING FOLLOW FUNCTION STRUCTURE FOLLOW FUNCTION PERSONNEL FOLLOW FUNCTION GFC yang digunakan pada UU Nomor 32 Tahun 2004 dijabarkan lebih lanjut melalui PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah dengan Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Kebijakan tersebut di atas dilanjutkan pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pembagian Urusan Pemerintahan PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN (UU23/2014) PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ABSOLUT (6 URUSAN) KONKUREN (32 URUSAN) PEMERINTAHAN UMUM (7 URUSAN) PSL. 10 PSL. 25 PSL. 11 - 24 PRESIDEN SEBAGAI KEPALA PEMERINTAHAN PEMERINTAH PUSAT KEWENANGAN DAERAH PROVINSI DAN KAB.KOTA POLITIK LUAR NEGERI PERTAHANAN KEAMANAN YUSTISI MONETER & FISKAL AGAMA WAJIB (24) PILIHAN (8) PANCASILA, UUD45, BHINEKA TUNGGAL IKA, KEUTUHAN NKRI. PERSATUAN DAN KESBANG KERUKUNAN ANTAR SUKU, INTRA SUKU, UMAT BERAGAMA, RAS DAN GOLONGAN PENANGANAN KONFLIK SOSIAL KOORDINASI PELAKSANA TUGAS ANTAR INSTANSI PENGEMBANGAN KEHIDUPAN DEMOKRASI BERDASARKAN PANCASILA PELAKSANAAN URUSAN YG BKN KEWENANGAN DAERAH KELAUTAN DAN PERIKANAN PARIWISATA PERTANIAN KEHUTANAN ENERGI DAN SDM PERDAGANGAN PERINDUSTRIAN TRANSMIGRASI PELAYANAN DASAR (6) NON-PELAYANAN DASAR (18) SALAH SATUNYA ADALAH BIDANG PEKERJAAN UMUM SUBBIDANG SDA
URUSAN WAJIB DAN PILIHAN KEWENANGAN DAERAH DALAM URUSAN PEMERINTAHAN WAJIB PILIHAN Berkaitan dengan Pelayanan Dasar Tidak Berkaitan dengan Pelayanan Dasar Wajib dilaksanakan berdasarkan POTENSI DAERAH PENDIDIKAN KESEHATAN PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN TRANTIBUM DAN LINMAS SOSIAL TENAGA KERJA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN LINAK PANGAN PERTANAHAN LINGKUNGAN HIDUP ADMINDUK DAN CASIP PMD DALDUK DAN KB PERHUBUNGAN KOMINFO KOPERASI DAN UKM PENANAMAN MODAL PEMUDAN DAN OLAH RAGA STATISTIK PERSANDIAN KEBUDAYAAN PERPUSTAKAAN KEARSIPAN KELAUTAN DAN PERIKANAN PARIWISATA PERTANIAN KEHUTANAN ENERGI DAN SDM PERDAGANGAN PERINDUSTRIAN TRANSMIGRASI
DEFINISI OPERASIONAL PEMBANGUNAN DAERAH Merupakan perwujudan dari pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang telah diserahkan ke Daerah sebagai bagian integral dari pembangunan Nasional ( Pasal 258, UU 23/2014) (dalam prakteknya: adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki (daerah) untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, peningkatan daya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM). PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu.
PERPRES 11 TAHUN 2015 TENTANG KEMENDAGRI KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERPRES 11 TAHUN 2015 TENTANG KEMENDAGRI TUGAS Menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara Kemendagri FUNGSI ( 1 dari 10 fungsi) Perumusan, Penetapan dan pelaksanaan kebijakan bidang: Politik dan Pemerintahan Umum Pembinaan urusan pemerintahan dan pembangunan daerah DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH Otonomi daerah TUGAS Pembinaan keuangan daerah Menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang urusan pemerintahan dan pembinaan pembangunan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan peundang-undangan Pembinaan administrasi kewilayahan Pembinaan Pemerintahan Desa Kependudukan dan pencatatan sipil
ARAH KEBIJAKAN DAN SASARAN PROGRAM DITJEN BINA BANGDA KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA ARAH KEBIJAKAN DAN SASARAN PROGRAM DITJEN BINA BANGDA SASARAN PROGRAM BANGDA Mewujudkan efektivitas penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah melalui peningkatan kapasitas dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan serta didukung pengelolaan anggaran dan keuangan yang akuntabel dan berpihak kepada rakyat Meningkatnya kualitas pembangunan daerah yang merupakan perwujudan dari pelaksanaan urusan pemerintahan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional Mendorong terwujudnya keserasian dan keadilan pembangunan antar wilayah dan daerah melalui pembangunan dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa serta perbatasan
DAERAH KABUPATEN/KOTA PEMBAGIAN URUSAN DAN KEWENANGAN TERKAIT BIDANG PEKERJAAN UMUM (Lampiran UU 23/2014) SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH PROVINSI DAERAH KABUPATEN/KOTA Jasa Konstruksi Penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja konstruksi percontohan. Pengembangan sistem informasi jasa konstruksi cakupan nasional. Penerbitan izin usaha. Penyelenggaraan pelatihan tenaga ahli Konstruksi. Penyelenggaraan sistem informasi jasa konstruksi cakupan Daerah provinsi Penyelenggaraan pelatihan tenaga terampil Konstruksi. Penyelenggaraan sistem informasi jasa konstruksi cakupan Daerah kabupaten/kota
Implementasi Bina Konstruksi di Drh Pelaksanaan Urusan Wajib Bidang Pekerjaan Umum Berbasis Kewenangan Di Daerah UU 23 Tahun 2014 Penguatan Peran Pemda BINWAS PEMDA Umum Teknis Pemerintahan Daerah Implementasi Bina Konstruksi di Drh Prov Kab ABSOLUT KONKUREN UMUM Urusan wajib Bidang Pekerjaan Umum dan Sub Urusan Bina Konstruksi Pelatihan Tenaga Ahli Konstruksi Sistem Informasi Jakon Pembagian Urusan dan Kewenangan (UU 23 Tahun 2014 – Lampiran C) Pemerintah Pusat Daerah Provinsi Daerah Kabupaten Kota 1. Penyelenggaraan Pelatihan Tenaga Kerja Konstruksi 2. Pengebangan Sistem Informasi Jakon Cakupan Nasional 3. Penerbitan Izin usaha 1. Penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja konstruksi 2. Penhyelenggaran sistem informasi Jakon cakupan daerah provinsi 1. Penyelenggaraan pelatihan tenaga terampil Konstruksi 2. Penyelenggaraan sistem informasi jasa konstruksi cakupan Daerah kabupaten/kota.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional TATA LAKSANA JAKON DALAM SINKRONISASI PROGRAM KEGIATAN PEMBANGUNAN DAERAH Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Daerah sesuai dengan kewenangannya menyusun rencana program Jakon sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah dan nasional. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah (Provinsi) Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah – (Kabupaten/Kota) RPJMN RKP RENSTRA K/L RENJA K/L RPJPN RPJMD Prov. RKPD Prov. RENSTRA SKPD-Prov. SKPD-Prov. RPJPD Prov. RPJMD K/K RKPD K/K RENSTRA SKPD-K/K SKPD-K/K RPJPD K/K RTRWN RDTR RTRW RTR
MENDAGRI KEBIJAKAN KEMENDAGRI DALAM BINUM KONTRUKSI SINKRONISASI DAN HARMONISASI TUJUAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PU TUJUAN PEMBANGUNAN DAERAH BIDANG PU KOORDINASI TEKNIS PEMBANGUNAN ANTARA K/L dan DAERAH PERENCANAAN PELAKSANAAN PENGENDALIAN EVALUASI UU23/2014 (Psl.259) MENTERI TEKNIS dan Ka. LPnK MENDAGRI URUSAN WAJIB DASAR BIDANG PU KOORDINASI TEKNIS BINTEK PEMBINAAN UMUM UU23/2014 (Psl.374) PEMBAGIAN URUSAN Pemerintahan KELEMBAGAAN DAERAH Kepegawaian Perangkat Daerah KEUANGAN DAERAH PEMBANGUNAN DAERAH PELAYANAN PUBLIK di Daerah KERJASAMA DAERAH KEBIJAKAN DAERAH Kepala daerah dan DPRD Pembinaan Lainnya sesuai peraturan SUB URUSAN JASA KONSTRUKSI Lembaga DRH Informasi Teknis Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Daerah
PERAN BANGDA KEMENDARI DALAM BIDANG PU (JAKON) PEMBANGUNAN DAERAH KOORDINASI TEKNIS PEMBINAAN UMUM PENGAWASAN UMUM UU23/2014 (Psl.259: ayat 4) UU23/2014 (Psl.374: ayat 4) UU23/2014 (Psl.377: ayat 1) PERENCANAAN PELAKSANAAN PENGENDALIAN EVALUASI FASILITASI KONSULTASI DIKLAT LITBANG PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH WAJIB DASAR BIDANG PU BIDANG YANG RELEVAN DENGAN PKP KELEMBAGAAN DAERAH KEUANGAN DAERAH PEMBANGUNAN DAERAH PELAYANAN PUBLIK KERJASAMA DAERAH KEBIJAKAN DAERAH UU23/2014 (Psl.259: ayat 2) PROVINSI UU23/2014 (Psl.374: ayat 1) UU23/2014 (Psl.375: ayat 3) UU23/2014 (Psl.374: ayat 2) KABUPATEN/ KOTA
JENIS PERANGKAT DAERAH MENURUT UU 23/2014 SUPPORTING STAFF : SETDA SET DPRD A. B. OPERATING CORE :DINAS YANG MELAKSANAKAN URUSAN PEMERINTAHAN. TECHNO STRUCTURE : BADAN YANG MEMBERIKAN DUKUNGAN TEKNIS KEPADA SELURUH SKPD. C. TECNO STRUCTURE YANG SECARA EKSPLISIT SUDAH DISEBUTKAN NOMENKLATURNYA INSPEKTORAT DAERAH DAN SATPOL PP. D. 20
JENIS PERANGKAT DAERAH PROVINSI SEMUA PERANGKAT YANG MELAKSANAKAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DISEBUT DINAS SEMUA PERANGKAT DAERAH YANG MEMBERIKAN DUKUNGAN TEKNIS KEPADA SELURUH PRANGKAT DAERAH DISEBUT BADAN, KECUALI YG DISEBUT KHUSUS. SELAIN DINAS DAN BADAN DIBENTUK SEKRETARIAT DAERAH, SET DPRD DAN INSPEKTORAT DAERAH SERTA SAPOL PP 21
JENIS PERANGKAT DAERAH KABUPATEN/KOTA SEMUA PERANGKAT YANG MELAKSANAKAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DISEBUT DINAS SEMUA PERANGKAT DAERAH YANG MEMBERIKAN DUKUNGAN TEKNIS KEPADA SELURUH PRANGKAT DAERAH DISEBUT BADAN SELAIN DINAS DAN BADAN DIBENTUK SEKRETARIAT DAERAH, SET DPRD DAN INSPEKTORAT DAERAH. PERANGKAT KEWILAYAHAN DISEBUT KECAMATAN. 22
TIPOLOGI PERANGKAT DAERAH PADA PRINSIPNYA SETIAP URUSAN PEMERINTAHAN DILAKSANAKAN OLEH 1 DINAS PADA PRINSIPNYA SETIAP FUNGSI PENUNJANG DILAKSANAKAN OLEH 1 BADAN UNTUK MELAKSANAKAN PRINSIP TERSEBUT DI ATAS, PERANGKAT DAERAH DIKATEGORIKAN KE DALAM TIPE A, TIPE B DAN TIPE C. KECAMATAN DIKATEGORIKAN KE DALAM TIPE A DAN TIPE B TIDAK LAGI DIKENAL PERUMPUNAN DINAS DAN BADAN, KECUALI URUSAN PEMERINTAHAN ATAU FUNGSI PENUNJANG YANG SANGAT KECIL SEHINGGA BEBAN TUGASNYA TIDAK MASUK KATEGORI TIPE C 23
PERBEDAAN OPD MENURUT UU 23/2014 DAN PP 41/2007 DIMENSI PP 41/2007 UU 23/2014 Nonenklatur Setda dan Set DPRD Inspektorat Bapeda Dinas Lemtekda : Badan, Kantor dan Rumkit Kecamatan utk kab/kota Kelurahan utk kab/kota Badan Kecamatan untuk kab/kota Perumpunan Perumpunan Dinas, Badan dan kantor Tidak ada perumpunan Tipologi Tidak ada Ada tipologi dinas dan badan Lembaga lain yang diperintahkan per-UU. Dapat dibentuk menjadi perangkat daerah Digabung menjadi bagian perangkat daerah yang ada 24
LANGKAH PENYUSUNAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH DAERAH MENENTUKAN INDIKATOR YANG AKAN DIJADIKAN DASAR PENENTUAN TIPE PERANGKAT DAERAH BERSAMA ANTARA K/L DENGAN KEMDAGRI. BILA PERLU DILAKUKAN DISKUSI PARALEL (KLINIK PEMBAHASAN INDIKATOR) SIMULASI UNTUK MENJAMIN BAHWA INTERVAL BEBAN DITETAPKAN ADIL DAN FAIR SESUAI DENGAN KAPASITAS STRUKTUR PERANGKAT DAERAH SESUAI DENGAN TIPOLOGINYA UNTUK MELAKUKAN SIMULASI, PERLU DITENTUKAN DAERAH PILOT YANG MEREPRESENTASIKAN VARIASI BEBAN SETIAP URUSAN PEMERINTAHAN APAKAH PERLU DITENTUKAN BOBOT ZONA DAERAH (ZONA PULAU) UNTUK MEMBERIKAN KEADILAN TERHADAP BEBERAPA FAKTOR YANG TIDAK BISA DIAKOMODASI DALAM INDIKATOR : MISALNYA, TINGKAT VARIASI KESULITAN AKSES PADA SETIAP ZONA. 25
INDIKATOR DAN PENGUKURAN BEBAN KERJA PERANGKAT NDAERAH PP MENETAPKAN INDIKATOR PENGUKURAN BEBAN (INTENSITAS DAN POTENSI) UNTUK MENENTUKAN TIPOLOGI: MERUPAKAN BEBAN KUNCI YANG MEMBENTUK BEBAN YANG LAIN BUKAN FUNGSI ATAU UNSUR MANAJEMEN MERUPAKAN KEWENANGAN DAEAH UNTUK MENENTUKAN INTERVAL BEBAN PERLU DILAKUKAN SIMULASI DAN KESEPAKATAN DENGAN K/L SETELAH DITETAPKAN INDIKATOR DALAM PP, MAKA PEMDA DAN K/L MELAKUKAN PEMETAAN UNTUK MENETUKAN UKURAN PERANGKAT DAERAH DIKOORDINASIKAN OLEH KEMDAGRI. UNTUK PERTAMA KALI HASIL PEMETAAN OLEH K/L PALING LAMBAT 3 BULAN SEBELUM OKTOBER 2016. DLM HAL K/L BELUM MENETAPKAN HASIL PEMETAAN, PEMDA LANGSUNG MENETAPKAN PERDA SESUAI HASIL PEMETAAN YANG DILAKUKAN OLEH DAERAH. 26
PELAKSANAAN URUSAN JENIS DAN VOLUME BEBAN DIPETAKAN SESUAI DENGAN KEWENANGAN DAERAH MASING-MASING ESTIMASI KEBUTUHAN ANGGARAN DALAM KURUN WAKTU TERTENTU, MENJADI BAHAN MENYUSUN DOKUMEN PERENCANAAN PENENTUAN PRIORITAS PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN INTERVENSI PUSAT BERDASARKAN RASIO KEBUTUHAN SUMBERDAYA PELAKSANAAN URUSAN DENGAN SUMBER DAYA REAL YANG DIMILIKI OLEH DAERAH. 27
INDIKATOR DAN PENGUKURAN BEBAN KERJA PERANGKAT NDAERAH PP MENETAPKAN INDIKATOR PENGUKURAN BEBAN : MERUPAKAN BEBAN KUNCI YANG MEMBENTUK BEBAN YANG LAIN BUKAN FUNGSI ATAU UNSUR MANAJEMEN MERUPAKAN KEWENANGAN DAEAH UNTUK MENENTUKAN INTERVAL BEBAN PERLU DILAKUKAN SIMULASI DAN KESEPAKATAN DENGAN K/L SETELAH DITETAPKAN INDIKATOR DALAM PP, MAKA PEMDA DAN K/L MELAKUKAN PEMETAAN UNTUK MENETUKAN UKURAN PERANGKAT DAERAH DIKOORDINASIKAN OLEH KEMDAGRI. UNTUK PERTAMA KALI HASIL PEMETAAN OLEH K/L PALING LAMBAT 3 BULAN SEBELUM OKTOBER 2016. DLM HAL K/L BELUM MENETAPKAN HASIL PEMETAAN, PEMDA LANGSUNG MENETAPKAN PERDA SESUAI HASIL PEMETAAN YANG DILAKUKAN OLEH DAERAH. 28
LEMBAGA TERTENTU KETENTUAN PASAL 231 UU 23/2014 : Dalam hal ketentuan peraturan perundang-undangan memerintahkan pembentukan lembaga tertentu di Daerah, lembaga tersebut dijadikan bagian dari Perangkat Daerah yang ada setelah dikonsultasikan kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan bidang pendayagunaan aparatur negara 29
....... 30
Koordinasi Pelaksanaan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi (Mekanisme, Skema Kompetensi dan Biaya Sertifikasi) 2
VISI MISI PEMBINAAN KONSTRUKSI Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia Meningkatkan Produktivitas Rakyat dan Daya Saing Di Pasar Internasional Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Dengan Menggerakkan Sektor-sektor Strategis Ekonomi Domestik (NAWA CITA PRESIDEN RI BUTIR 5,6 DAN 7) UUJK 18/99 1. Iklim Pengusahaan 2. Tertib Penyelenggaraan 3. Partisipasi Masyarakat RPJMN/RENSTRA 2015-2019 Tertib Penyelenggaraan Pengunaan Dan Nilai Tambah DN Produktivitas BU & TK Volume Pengusahaan Penguasaan Pasar/ Kemandirian MISI Meningkatkan kapitalisasi konstruksi oleh badan usaha nasional. Meningkatkan persentase BUJK yang berkualifikasi besar. Meningkatkan budaya penerapan manajemen mutu, SMK3, tertib penyelenggaraan, dan konstruksi berkelanjutan. Meningkatnya produktivitas tenaga kerja konstruksi dan partisipasi masyarakat. Meningkatkan nilai tambah produk konstruksi unggulan. KEBUTUHAN STAKEHOLDER ISU REGIONAL & INTERNASIONAL DAN DAYA SAING REFORMASI BIROKRASI Pengembangan Konstruksi Nasional IklimUsaha Ketahanan Masyarakat Konstruksi (Mandiri, Berdaulat Daya Saing, Nilai Tambah) Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi Tertib dan Mutu Pembinaan Produktivitas Badan Usaha dan Sumber Daya Konstruksi Produk Unggulan Pemberdayaan Tenaga Kerja Konstruksi dan Masyarakat Kompetensi dan kesadaran masyarakat 32
STRATEGIC MAPS PEMBINAAN KONSTRUKSI Pencapaian Lulusan Pembinaan Konstruksi Peserta mendapat pembinaan dan sukses Alumni menjadi asset yang profesional dan berdaya saing Kepuasan Masyarakat dan Stakeholder (Pengembang, Penyandang dana, Pemilik/Pengguna) Iklim kerja sama dan pelatihan yang kondusif Keterlibatan dan Kepuasan Stakeholder (Penyandang dana, pengelola, dan pengguna) Keterlibatan dan Persepsi Positif Masyarakat Pengelolaan Pemberdayaan yang Efektif dan Efisien Rekrutmen peserta sesuai kriteria Pedoman dan materi yang sesuai dengan kebutuhan Sarana pendukung yang sesuai dan memadai Kegiatan terjadwal & terjangkau SDM yang Kompeten Kualitas dan Kuantitas Staf yang Kompeten Manajer of Training Narasumber dan pembina yang cukup Kinerja Program dan Anggaran Kegiatan yang Relevan, Efisien, Efektif dan Akuntabel Diadopsi dari Strategy Maps Converting Intangible Assets Into Tangible Outcomes, Robert S. Kaplan dan David P. Norton, Harvard Business School Press ,2004 33
STAKEHOLDER PEMBINAAN KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI DIREKTORAT ` K/L LPJK FUNGSI REGULASI DAN PENGAWASAN Asosiasi Badan Usaha INVESTASI PENYELENGGARAAN SUMBER DAYA KOMPETENSI PEMBERDAYAAN Asosiasi Profesi Pengguna Penyedia Tenaga Kerja Masyarakat TPJKP/D Balai Satminkal PENGATURAN KUANTITAS LDK PROYEK KONSTRUKSI Masyarakat KUALITAS PENGAWASAN ` Unit Sertifikasi Badan Usaha PT/Politeknik/SMK FUNGSI PEMBERDAYAAN BALAI PEMBINAAN KONSTRUKSI/BINJAKON PROV KNOWLEDGE MANAGEMENT, ASSET MANAGEMENT HUMAN CAPITAL MANAGEMENT Media MASYARAKAT KONSTRUKSI Output Outcome
PEMBERDAYAAN TENAGA KERJA KONSTRUKSI MELALUI MODEL PELATIHAN PLASMA PELATIHAN TENAGA SUPERVISOR/MANDOR/FOREMAN REKRUTMEN DARI TNA PELATIHAN DI PROYEK BAGI YANG MEMERLUKAN ~ 100 hari @ 15-30 menit FASILITASI DAN PENDAMPINGAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN YANG TERTIB DAN PRODUKTIF TOT PLUS SERTIFIKASI OLEH LPJK DENGAN MTU MONITORING DAN PELAPORAN PERBAIKAN KINERJA LAPORAN PEMERINTAH MEDIA DAN MASYARAKAT UJI KOMPETENSI NAKERKON LULUSAN TERBAIK/TERPILIH BEKERJA DENGAN SERTIFIKAT PROYEK KONSTRUKSI KERJASAMA PELATIHAN/TOT BUJK/BPJS DIKLAT CHAMPION KEMENTERIAN PU-PR/ PEMDA 1 PERJANJIAN KERJA SEBAGAI INSTRUKTUR/FASILITATOR ON THE JOB TRAINING 2 3 4 TIDAK LULUS LULUS 5 6 7 8 10 9 11 MODEL PLASMA 35
TENAGA KERJA BERSERTIFIKAT Tenaga Kerja Bersertifikat No Tenaga Kerja Bersertifikat 2014 2015 Selisih 2016 2017 2018 2019 Target Naik Jumlah 1 Ahli 64.578 104.774 40.196 35.000 139.774 50.000 189.774 65.000 254.774 80.000 334.774 2 Terampil 101.669 138.593 36.924 70.000 208.593 100.000 308.593 130.000 438.593 160.000 598.593 3 TOTAL 166.247 243.367 77.120 105.000 348.367 150.000 498.367 195.000 693.367 240.000 933.367 943.367 166.247 243.367 348.367 498.367 693.367 933.367 36 36
MULTILEVEL ENGANGEMENT PEMBERDAYAAN: MULTILEVEL ENGANGEMENT Pengguna/ Penyedia/ SDM/ Masyarakat TPJKD/ LPJK/ Asosiasi/ Badan Usaha/ LPK Bina Konstruksi Tim Pembina/ Praktisi Master Fasilitator/ Instruktur/ Narasumber Fasilitator/ Instruktur/ Narasumber PUSAT DAERAH 37 37
Sertifikasi dan Registrasi Tenaga Kerja Jasa Konstruksi Asosiasi Profesi LPJK Sertifikat Kompetensi Tenaga Terampil Verifikasi & Validasi Awal, CPD Pembinaan Uji Kompetensi dan Registrasi SKTK Kelas 1, Kelas 2 dan Kelas 3 LPJK PROVINSI Tenaga Ahli Verifikasi & Validasi Awal, CPD Pembinaan
UPAYA LPJK DALAM PERCEPATAN SERTIFIKASI (Berdasar Renstra LPJK 2011-2015) Penyempurnaan Peraturan Peraturan registrasi & sertifikasi, lisensi, pembentukan USTK Pengembangan Sistem Teknologi Informasi Konstruksi Registrasi On Line, Penunjukan & Rekomendasi Asesor Online , GIS Pembentukan USTKN Tahun 2012 terbentuk Pembentukan dan Lisensi USTKP Telah terlisensi di 33 Prov sd tahun 2014 Lisensi USTK M Telah terlisensi 26 USTKM di 10 Provinsi Meningkatkan Kompetensi dan Jumlah Asesor Telah teregistrasi 1.859 asesor dan tersebar di 33 Provinsi Penyempurnaan program sertifikasi Melengkapi skema sertifikasi untuk setiap subklasifikasi ahli (36) dan terampil (204) Mendorong Partisipasi Asosiasi/Institusi Lain 39 RENSTRA OUTPUT
Mengapa Perlu Sertifikasi? Menurut Undang-Undang, Tenaga kerja ahli dan terampil di bidang jasa konstruksi perlu dilengkapi dengan sertifikat yang diregistrasi Sertifikat tersebut dimaksudkan sebagai bukti pengakuan formal atas tingkat kompetensi keahlian/keterampilan tenaga kerja di bidang jasa konstruksi Memberikan Identitas Diri Memberikan Pengakuan atas keterampilan dan keahlian yang dimiliki seseorang Memudahkan dalam menetapkan standar gaji Memotivasi pekerja untuk meningkatkan keahlian atau keterampilan yang dimilik sesuai tuntutan profesi Melindungi tenaga kerja Indonesia di persaingan dalam dan luar negeri Melindungi pengguna jasa konstruksi 40
TERIMA KASIH