PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF MATERI PERKULIAHAN PEMILIHAN UMUM FAKULTAS HUKUM UI
Asas Pemilu UU 12/2003 Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. UU 10/2008 Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. UU 8/2012 -sama-
Sistem Pemilu UU No 12/2003 Sistem Proporsional Dengan Daftar Calon Terbuka untuk DPR dan DPRD Calon terpilih adalah calon yang mencapai angka BPP Jika semua calon tidak mencapai BPP ditetapkan dengan nomor urut Untuk DPD – sistem distrik berwakil banyak
Sistem pemilu UU No 10/2008 Nama sistem --- Sistem Proporsional Terbuka untuk DPR dan DPRD Calon anggota Legislatif Terpilih adalah calon yang mendapatkan suara 30% BPP Jika terdapat 2 calon yang melebihi 30% BPP atau tidak ada yang mencapai 30% BPP maka calon terpilih ditentukan dengan nomor urut. Untuk DPD --- sistem distrik berwakil banyak
Sistem pemilu Sistem Proporsional Terbuka untuk DPR dan DPRD UU No 8/2012 Sistem Proporsional Terbuka untuk DPR dan DPRD Calon terpilih adalah yang memperoleh suara terbanyak Jika terdapat dua calon atau lebih dengan perolehan suara yang sama, penentuan calon terpilih ditentukan berdasarkan persebaran perolehan suara calon pada daerah pemilihan dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan Untuk DPD – sistem distrik berwakil banyak
Syarat Partai Politik Peserta Pemilu Penambahan: memperhatikan keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) – UU 10/2008 UU 8/2012 -- persyaratan pendaftaran parpol baru maupun parpol yang gagal mencapai ambang batas dalam pemilu 2009 menjadi lebih ketat. Untuk mendaftar di KPU hrs mempunyai kepengurusan dan kantor tetap di setiap provinsi (100%), 75 % kepengurusan dan kantor tetap di Kabupaten/Kota dan kepengurusan di kecamatan 50%. Ketentuan yang lama 75 % di Provinsi dan 50 % di kabuaten/kota. Sekalipun perubahan ini dinilai kurang mendasar, namun ketentuan ini dinilai tidak adil dan diskriminatif oleh banyak partai. Oleh karena itu mereka selanjutnya mengajukan gugatan ke MK untuk membatalkan pasal 8.
Syarat Peserta Pemilu DPD UU No 10/2008 Menghapus ketentuan: berdomisili di provinsi yang bersangkutan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun secara berturut-turut yang dihitung sampai dengan tanggal pengajuan calon atau pernah berdomisili selama 10 (sepuluh) tahun sejak berusia 17 (tujuh belas) tahun di provinsi yang bersangkutan; DPD sebagai institusi, bersama-sama dengan anggota DPD dan kelompok masyarakat memohon PUU ke MK atas hilangnya ketentuan tersebut. MK memutus perkara ini conditionally constitutional. UU Pemilu Legislatif dinyatakan konstitusional dengan catatan, syarat domisili harus disisipkan ke dalam UU tsb. Pasal 12 huruf c dan Pasal 67 tidak bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang dimaknai memuat syarat domisili di provinsi b. tidak menjadi pengurus partai politik sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun yang dihitung sampai dengan tanggal pengajuan calon. MK menyatakan, syarat ”bukan pengurus dan/anggota partai politik” untuk calon anggota DPD bukan merupakan norma konstitusi yang implisit melekat pada Pasal 22 E Ayat 4 UUD 1945, sehingga anggota parpol dapat mencalonkan diri sebagai anggota DPD RI.
Persyaratan Bakal Calon DPR dan DPRD UU 12/2003 bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam G30S/PKI, atau organisasi terlarang lainnya; tidak sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
Persyaratan Bakal Calon DPR dan DPRD --- UU 10/2008 tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengurus pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri dan yang tidak dapat ditarik kembali; bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai peraturan perundang-undangan;
Tata Cara Pengajuan Bakal Calon DPR dan DPRD Penambahan baru di UU 10/2008: 30 persen dalam daftar bakal calon dengan sistem zipper (dalam setiap 3 bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 orang perempuan bakal calon. Pengumuman daftar bakal calon (DCS dan DCT) di media massa termasuk persentase keterwakilan perempuan tiap-tiap parpol.
Ambang Batas UU No 12/2003 UU No 10/2008 Electoral Threshold 3%, partai politik peserta pemilu 2004 yang tidak mendapatkan 3% kursi di DPR atau Sekurang-kurangnya 4% kursi DPRD provinsi yang tersebar sekurang-kurangnya ½ jumlah provinsi di Indonesia atau 4% kursi DPRD Kab/kota yang tersebar sekurang-kurangnya ½ jumlah kab/kota di Indonesia tidak diperbolehkan mengikuti Pemilu 2009 UU No 10/2008 ET 3% ---- dengan peraturan peralihan, partai politik peserta pemilu 2004 yang memiliki kursi di DPR berhak mengikuti Pemilu 2009 tanpa verifikasi PT 2,5% dari total suara sah
UU No 8/2012 Besaran Parlementary Threshold (pasal 208) adalah 3,5 %. Kursi hanya diberikan pada parpol yang mencapai ambang batas 3,5 % secara nasional dari suara sah. Angka ini naik cukup signifikan karena pemilu sebelumnya angkanya sebesar 2,5 %. Perubahaan besaran ambang batas ini juga mengancam nasib partai-partai di daerah, karena ambang batas 3,5 % juga akan digunakan dalam menghitung perolehan kursi untuk DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Ketentuan ini dulu tidak digunakan dalam menghitung distribusi kursi di daerah, sehingga komposisi anggota DPRD baik Provinsi maupun kabupaten/kota masih terdapat beberapa kursi yang diduduki oleh parpol yang tidak punya kursi di DPR. Sebut saja PKPB dan PDK untuk kasus di Yogyakarta. Kasus ini akan sangat ekstrem jika kita melihat beberapa sebaran kursi di beberapa provinsi lain, di NTT misalnya PDS adalah salah satu parpol yang mayoritas, namun karena PDS tidak punya kursi di DPR maka keberadaannya di daerahpun terancam dalam pemilu yang akan datang.
Jumlah Kursi UU No 12/2003 ---- 550 Kursi UU No 10/2008 ---- 560 kursi
Kampanye Metode Kampanye a. pertemuan terbatas; b. pertemuan tatap muka; c. media massa cetak dan media massa elektronik; d. penyebaran bahan kampanye kepada umum; e. pemasangan alat peraga di tempat umum; f. rapat umum; dan g. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan peraturan perundangundangan. Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf a sampai dengan huruf e dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah calon Peserta Pemilu ditetapkan sebagai Peserta Pemilu sampai dengan dimulainya masa tenang. Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf f dilaksanakan selama 21 (dua puluh satu) hari dan berakhir sampai dengan dimulainya masatenang.
Iklan Kampanye Pengaturan/pembatasan belanja iklan kampanye : Batas maksimum pemasangan iklan kampanye Pemilu di televisi untuk setiap Peserta Pemilu secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 30 (tiga puluh) detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari selama masa kampanye. Batas maksimum pemasangan iklan kampanye Pemilu di radio untuk setiap Peserta Pemilu secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 60 (enam puluh) detik untuk setiap stasiun radio setiap hari selama masa kampanye.
Penghitungan Sisa Suara/kursi UU No 12/2003 Jika terdapat sisa suara dari hasil pembagian kursi, maka sisa suara tersebut diselesaikan di setiap DP dengan memperhatikan sisa suara partai politik terbanyak pertama dan seterusnya UU 10/2008 Sisa kursi dibagikan kepada partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 50% BPP. Jika masih terdapat sisa kursi, maka penghitungannya sisa suara partai politik dikumpulkan di tingkat provinsi
UU 8/2012 penghitungan perolehan kursi tahap kedua dilakukan apabila masih terdapat sisa kursi yang belum terbagi dalam penghitungan tahap pertama, dengan cara membagikan jumlah sisa kursi yang belum terbagi kepada Partai Politik Peserta Pemilu satu demi satu berturut-turut sampai habis, dimulai dari Partai Politik Peserta Pemilu yang mempunyai sisa suara terbanyak
Teknis Pemberian Suara UU No 12/2003 Mencoblos UU No. 10/2008 Memberi Tanda (Mencontreng) UU No 8/2012 (kembali) Mencoblos
Pengaturan Publikasi Hasil Survei dan Penghitungan Cepat Publikasi survey dilarang di masa tenang Quick count baru dapat diumumkan satu hari setelah pemungutan suara
Calon Perempuan UU No 12/2003 UU No 10/2008 Setiap Parpol dapat mengajukan calon anggota DPR/DPRD di setiap DP dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% UU No 10/2008 Daftar Calon Anggota DPR/DPRD di setiap DP memuat paling sedikit 30% keterwakilan perempuan Dalam setiap 3 bakal calon anggota legislatif terdapat sekurang-kurangnya 1 bakal calon perempuan KPU/KPUD mengumumkan persentase keterwakilan perempuan daftar calon tetap setiap partai politik di media massa cetak dan elektronik Jika daftar bakal calon tidak memuat sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan, KPU/KPUD memberikan kesempatan kepada parpol untuk memperbaiki.
GOLPUT dalam Pemilu Legislatif Pada Pemilu Legislatif 2004, Jumlah Suara Sah 113.462.414 dari 124.420.339 penduduk yang memilih (mencoblos di TPS) sedangkan Suara Tidak Sah ada 10.957.925 atau 8,81%-nya, dan ada 23.580.030 jiwa atau 15,93% yang Golput (tidak datang ke TPS), dari 148.000.369 jiwa penduduk yang berhak memilih. Sementara pada Pemilu Legislatif 2009, jumlah Golput diperkirakan meningkat menjadi lebih dari 69 juta, termasuk sekitar 17,5 juta suara pemilih yang dinyatakan tidak sah. Peningkatan jumlah Golput pada Pemilu Legislatif 2009 disebabkan oleh banyak faktor. Khusus untuk suara tidak sah, penyebab utama diyakini berasal dari metode pemilihan yang berubah dari mencoblos menjadi mencontreng. Kontroversi metode pencontrengan juga sempat mengemuka, lantaran ketentuan dalam UU yang menyatakan suara sah bila pemilih memberi tanda satu kali pada kertas suara. Perdebatan ini kemudian melahirkan Perppu No. 1 tahun 2009 yang secara substansi diantaranya mengubah ketentuan terkait dengan metode penandaan ini dengan menyatakan suara sah bila pemilih memberi tanda lebih dari satu kali, untuk menyelamatkan suara rakyat.
END OF SESSION