Konsep Harta, Kewajiban dan Modal Menurut Syariah Akuntansi Syariah Muhamad SE. MM. Email: Muh_syariah@yahoo.com
Konsep Harta Al Quran adalah sebuah Kitab Suci yang memberikan perhatian khusus kepada dunia serta menilainya secara positif dan sama sekali tidak menilai negatif. Oleh karena itulah Al Quran menyuruh manusia untuk mempergunakan dan melakukan segala sesuatu dengan baik terhadap sarana-sarana yang disediakan oleh Allah SWT untuk manusia. Dengan demikian, apabila kita tidak mempergunakan sarana-sarana yang Allah sediakan pada jalan yang benar berarti kita tidak menghargai karunia dan nikmat yang Allah berikan kepada kita sebagai manusia.
Harta bukanlah sesuatu yang buruk dan menjijikkan, tetapi harta adalah sesuatu yang baik (khair) dan berfungsi sebagai alat yang membantu kehidupan manusia serta merupakan salah satu karunia Allah yang besar. Harta dipandang buruk dan menjijikkan apabila praktek perolehan dan pemanfaatan harta mengakibatkan hancurnya nilai-nilai kehidupan akhirat yang lebih mulia. Seorang Muslim diperintahkan untuk mencari nafkah dan menghasilkan harta dengan berjuang sekuat tenaga. Tangan yang mengucurkan bantuan, dalam pandangan Islam jauh lebih baik daripada tangan yang menerima kucuran bantuan sebagaimana yang dikemukakan dalam sebuah hadist Rasulullah SAW “Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah.”.
Status kepemilikan harta menurut Islam dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu: Harta sebagai amanah dari Allah SWT. Harta merupakan amanah bagi manusia, karena manusia tidak mampu mengadakan sesuatu benda dari tiada menjadi ada. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Albert Einstein (seorang ahli Ilmu Fisika), manusia tidak mampu menciptakan energi; yang mampu manusia lakukan adalah mengubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lain. Jadi pencipta awal segala energi adalah Allah SWT. Harta sebagai perhiasan hidup manusia. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai, dan menikmati harta, namun demikian manusia harus sadar bahwa harta yang dimilikinya hanyalah merupakan perhiasan selama ia hidup di dunia. Sebagai perhiasan hidup, harta seringkali menyebabkan keangkuhan, kesombongan, serta kebanggaan diri sebagaimana yang diungkapkan dalam Surah Al ‘Alaq ayat 6-7.
Harta sebagai ujian keimanan Harta sebagai ujian keimanan. Dalam memperoleh dan memanfaatka harta, harus kita perhatikan apakah telah sesuai atau tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dalam Surah An Anfaal ayat 28 dikemukakan bahwa sesungguhnya harta dan anak-anak adalah suatu cobaan dari Allah SWT. Harta sebagai bekal ibadah. Dengan memiliki harta maka kita dapat melaksanakan perintah Allah SWT dan melaksanakan muamalah di antara sesama manusia melalui kegiatan zakat, infak dan sedekah sebagaimana yang dikemukakan dalam Surah At Taubah Ayat 41 & 60 serta Al Imran Ayat 133-134.
harta adalah anugerah dari Allah yang harus disyukuri Tidak semua orang mendapatkan kepercayaan dari Allah SWT untuk memikul tanggung jawab amanah harta benda. Karenanya, ia harus disyukuri sebab jika mampu memikulnya, pahala yang amat besar menanti.
Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, dan belanjakanlah (pada jalan kebajikan) sebahagian dari harta benda (pemberian Allah) yang dijadikannya kamu menguasainya sebagai wakil. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu serta mereka yang membelanjakan (sebahagian dari harta itu pada jalan Allah); mereka tetap beroleh pahala yang besar. [al-Hadid 57:07]
Dr. ‘Abd Allah al-Mushlih dan Dr. Shalah al-Shawi menerangkan: Harta pada dasarnya milik Allah. Manusia seluruhnya hanya bertugas mengurusinya. Orang yang bertugas mengurusinya tentu tidak berhak keluar dari aturan dan tujuan pemilik harta. Kalau itu dilakukan, maka orang itu kehilangan peranannya sebagai pengurus harta. Maka kurniaan tersebut (yakni harta) sepatutnya berpindah daripada dirinya kepada orang yang lebih tepat melakukan tugas tersebut dan lebih mampu menjaga apa yang menjadi hak harta itu.[2]
KEDUDUKAN HARTA DALAM ISLAM Adalah fitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara lahiriyah maupun batiniah. Hal ini mendorong manusia untuk senantiasa berupaya memperoleh segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan lahiriyah identik dengan terpenuhinya kebutuhan dasar (basic needs) berupa sandang, pangan dan papan. Tapi manusia tidak berhenti sampai disitu, bahkan cenderung terus berkembang kebutuhan-kebutuhan lain yang ingin dipenuhi. Segala kebutuhan itu seolah-olah bisa terselesaikan dengan dikumpulkannya Harta sebanyak-banyaknya. Maka apa sebenarnya hakekat harta dan bagaimana pandangannya dalam Islam?
A. PENGERTIAN HARTA Istilah HARTA, atau al-mal dalam al-Qur’an maupun Sunnah tidak dibatasi dalam ruang lingkup makna tertentu, sehingga pengertian al-Mal sangat luas dan selalu berkembang. Kriteria harta menurut para ahli fiqh terdiri atas : pertama,memiliki unsur nilai ekonomis.Kedua, unsur manfaat atau jasa yang diperoleh dari suatu barang. Nilai ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan berdasarkan urf (kebiasaan/ adat) yang berlaku di tengah masyarakat.As-Suyuti berpendapat bahwa istilah Mal hanya untuk barang yang memiliki nilai ekonomis, dapat diperjualbelikan, dan dikenakan ganti rugi bagi yang merusak atau melenyapkannya. Dengan demikian tempat bergantungna status al-mal terletak pada nilai ekonomis (al-qimah) suatu barang berdasarkan urf. Besar kecilnya al-qimah dalam harta tergantung pada besar ekcilnya anfaat suatu barng. Faktor manfaat menjadi patokan dalam menetapkan nilai ekonomis suatu barang. Maka manfaat suatu barang menjadi tujuan dari semua jenis harta.
METODE MEMPEROLEH DAN MEMBELANJAKAN HARTA Untuk memperoleh harta dapat ditempuh dengan beberapa cara dengan prinsip sukarela, menarik manfaat dan menghindarkan mudarat bagi kehidupan manusia, memelihara nilai-nilai keadilan dan tolong menolong serta dalam batas-batas yang diizinkan syara’(hukum ALLAH)
Di antara cara memperoleh harta dapat disebutkan yang terpenting: a. Menguasai benda-benda mubah yang belum menjadi milik seorang pun. b. Perjanjian-perjanjian hak milik seperti jual-beli, hibah (pemberian/.hadiah), dan wasiat c. Warisan sesuai dengan aturan Islam d. Syuf’ah, hak membeli dengan paksa atas harta persekutuan yang dijual kepada orang lain tanpa izin para anggota persekutuan yang lain. e. Iqtha, pemberian dari pemerintah f. Hak-hak keagamaan seperti bagian zakat, bagi ‘amil, nafkah istri, anak, dan orang tua.
Cara memperoleh harta yang dilarang ialah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut di atas, yaitu memperoleh harta dengan cara-cara yang mengandung unsur paksaan dan tipuan yang bertentanga dengan prinsip sukarela, seperti merampas harta orang lain, menjual barang palsu, mengurangi ukuran dan timbangan, dan sebagainya. Kemudian memperoleh hartanya dengan cara yang justru mendatangkan mudharat/keburukan dalam kehidupan masyarakat, seperti jual beli ganja, perjudian, minuman keras, prostitusi,dan lain sebagainya. Atau memperoleh harta dengan jalan yang bertentangan dengan nilai keadilan dan tolong menolong, seperti riba, meminta balas jasa tidak seimbang dengan jasa yang diberikan. Juga menjual barang dengan harga jauh lebih tinggi dari harga yang sebenarnya, atau bisa dikatakan mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Ringkasnya, aturan dalam memperoleh harta dan membelanjakan harta, didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: . Prinsip Sirkulasi dan perputaran. Artinya harta memiliki fungsi ekonomis yang harus senantiasa diberdayakan agar aktifitas ekonomi berjalan sehat. Maka harta harus berputar dan bergerak di kalangan masyarakat baik dalam bentuk konsumsi atau investasi.sarana yang diterapkan oleh syari’at untuk merealisasikan prinsip ini adalah dengan larangan menumpuk harta, monopoli terutama pada kebutuhan pokok, larangan riba, berjudi, menipu. 2. Prinsip jauhi konflik. Artinya harta jangan sampai menjadi konflik antar sesama manusia. Untuk itu diperintahkan aturan dokumentasi, pencatatan/akuntansi, al-isyhad/saksi, jaminan (rahn/gadai). 3. Prinsip Keadilan. Prinsip keadilan dimaksudkan untuk meminimalisasi kesenjangan sosial yang ada akibat perbedaan kepemilikan harta secara individu. Terdapat dua metode untuk merealisasikan keadilan dalam harta yaitu perintah untuk zakat infak shadaqah, dan larangan terhadap penghamburan (Israf/mubazir).