Al-Mudharbah (Trust financing, Trust investment) 1. Pengertian: Kata Mudharabah berasal dari perkataan ”dharb” yang berarti “usaha di atas bumi”. Dikatakan demikian karena mudharib adalah pengelola untuk berbagi hasil atas tenaga dan usahanya. Menurut Istilah: Al-Mudharabah adalah suatu akad kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama sebagai pemilik modal (shahibul māl atau rabbul māl) menyediakan seluruh 100% modal, sedangkan pihak kedua sebagi pengusaha (mudharib) menjadi pengelola modal tersebut dan keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut di bagi menurut kesepakatan yang telah dituangkan dalam kontrak. Perjanjian mudharabah ini sedikit berbeda dengan perjanjian musyarakah, dalam musyarakah dilakukan dengan sistem bagi hasil, namun semua pihak yang melakukan perjanjian musyarakah berhak untuk turut serta dalam mengambil keputusan manajerial. Sementara dalam mudharabah pihak pemodal tidak diberi peran dalam manajemen perusahaan.
Konsekuensi logis dari mudharabah adalah “profit and loss sharing (PLS)”, dimana yang diperoleh para pemberi modal adalah suatu bagian tertentu dari keuntungan / kerugian proyek yang telah mereka biayai. Itulah sebabnya perjanjian mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk berusaha dengan melibatkan dua unsur utama yaitu pihak yang menyediakan modal atau barang dagangan (pemilik modal) dan pihak yang menjalankan usaha (pengusaha) dan mereka bisa saja terdiri dari beberapa orang. Namun jika terjadi kerugian dalam usaha tersebut, maka pihak “pemilik modal” yang menanggung kerugian, sementara pihak pengelola (pengusaha) tidak mendapat imbalan dari semua usaha yang telah dikerjakan. Hal ini, kalau kerugian bukan akibat dari kelalaian pengelola, namun jika kerugian akibat dari kelalaiannya maka si pengelola bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
2. Landasan Hukum Mudharabah. Secara umum, landasan syariah al-mudharabah lebih menccerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadits berikut: Al-Quran: وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ )سورة المزمل: 20( (dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah Swt. (QS. Al-Muzammil: 20). فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ (سورة الجمعة: 10( (Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah swt (QS. Al-Jum’ah: 10). لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلاً مِنْ رَبِّكُمْ (سورة البقرة: 198( (Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu… (QS. Al-Baqarah: 198)
b. Hadits: عن ابن عباس قال: كان العباس بن عبد المطلب إذا دفع مالا مضاربة اشترط على صاحبه أن لا يسلك به بحرا ولا ينزل به واديا ولا يشتري به ذات كبد رطبة فإن فعل فهو ضامن فرفع شرطه إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فأجازه ، (أخرجه البيهقي بحديث رقم: 11391) (Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw, dan Rasulullah pun membolehkannya. (HR. Al-Baihaqi, No. 11391) عن صالح بن صهيب عن أبيه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ثلاث فيهن البركة البيع إلى أجل والمقارضة وأخلاط البر بالشعير للبيت لا للبيع. (أخرجه ابن ماجه بحديث رقم: 2289) (Dari Salih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda: Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jaul-beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual. (HR. Ibn Majah, No. 2289)
c. Ijma’: Menurut Imam Zailai: Para sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah. 3. Mudharabah Dalam Pandangan Ulama Klasik Sebagimana disebutkan sebelumnya bahwa mudharabah merupakan perjanjian yang melibatkan antara dua pihak, yaitu pemilik modal (investor) yang mempercayakan modalnya kepada pihak kedua, pengelola (pengusaha) untuk digunakan dalam suatu usaha atau aktifitas perdagangan. Pihak pengelola (mudharib) dalam hal ini juga memberikan konstribusi pekerjaan (tenaga dan skill), waktu dalam mengelola usahanya sesuai dengan ketentuan yang dicapai dalam kontrak. Upaya yang diharapkan adalah untuk mencapai suatu keuntungan (profit) yang dibagi antara pihak investor dan pihak mudharib berdasarkan propesi yang disetujui bersama. Namun apabila terjadi kerugian maka yang menanggung adalah pihak investor saja. Sementara pihak pengelola dirugikan waktu, tenaga dan pikirannya.
Al-Mudharabah di dalam Al-Quran (seperti yang telah disebutkan) tidak secara langsung disebutkan, melainkan melalui akar kata “dha-ra-ba” yang banyak diungkapkan diantaranya kemudian mengilhami keonsep mudharabah, meskipun tidak bisa disangkal bahwa yang dimaksudkan dengan perjanjian mudharabah merupakan sebuah perjalanan jauh yang bertujuan bisnis (Muhammad Asad, The Massage of The Quran). Nabi dengan isterinya Khadijah (sebelum beliau menikahinya) dan para sahabatnya (Al-Abbas) juga pernah menjalankan usaha kerja sama berdasarkan atas prinsip ini (Ibn Hisyam, Al-Sirah An-Nabawiyah). Ibn Taimiyah: Landasan legal yang membicarakan tentang mudharabah berdasarkan beberapa laporan dari para sahabat Nabi, namun sanad dari hadits tersebut tidak otentik sampai kepada Nabi (Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah). Ibn Hazm: Tiap-tiap bagian dari fiqh berdasarkan pada Al-Quran dan Sunnah, kecuali mudhrabah, dimana kita tidak menemukan dasar apapun tentang masalah tersebut
As-Sarkhasi (w. 483/1090M) salah satu ulama Hanafiah: mudharabah diperbolehkan karena orang-orang membutuhkan kontrak ini. (Al-Mabsuth). 3. Jenis Mudhrabah: Secara umum mudhrabah dibagi menjadi dua jenis: mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. Mudharabah Muthlaqah: Bentuk keerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daeraah bisnis. Dalam fiqh klasik, ulama seringkali mencontohkan dengan ungkapan “lakukan sesukamu” (if’al maa syi’ta) dari shahibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar. b. Mudharabah Muqayyadah atau restricted mudharabah: Merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
4. Aplikasi Dalam Perbankan Syariah: Sistem transaksi mudharabah dalam perbankan syariah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi perhimpunan dana, sistem al-mudharabah diterapkan pada: Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khsus, seperti tabungan haji, tabungan kurban dan sebagainya; deposito biasa. Deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya mudharabah saja atau ijarah saja. Pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk: Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa; Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus denga syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.
6. Manfaat Sistem Transaksi Mudharabah: Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan / hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread. Pengambilan pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) menccari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan. Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah / al-musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
7. Resiko Transaksi Mudharabah: Resiko yaang kemungkinan akan terdapat dalam transaksi mudharabah , terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relatif tinggi, antara lain: Side streaming, dimana nsabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak. Lalai dan kesalahan yang disengaja. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabah tidak jujur.
Skema al-Mudharabah PERJANJIAN BAGI HASIL Nasabah Bank (Mudharib) Keahlian Modal (Shahibul Maal) Keterampilan 100% PROYEK/USAHA Nisbah Nisbah X% PEMBAGIAN Y% KEUNTUNGAN pengambilan MODAL modal pokok