HUKUM ADAT (Bahan Kuliah Pengantar Hukum Indonesia) Anang Zubaidy Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia April, 2010
DEFINISI HUKUM ADAT Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku yg adat dan sekaligus hukum atau keseluruhan aturan hukum yang tidak tertulis (Prof Kusumadi Pudjosewoyo). Hukum adat adalah sinonim dari hukum tak tertulis (Prof Supomo). Hukum adalah hukum yang berurat dan berakar dari rakyat (Prof Khusnoe).
DEFINISI HUKUM ADAT Hukum adat adalah keseluruhan adat yang tidak tertulis dan hidup dalam masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan, dan kelaziman yang mempunyai akibat hukum (Prof. Soerjono Soekanto). Hukum adat merupakan keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan para perangkat hukum yang mempunyai wibawa dan pengaruh yang dalam pelaksanaannya berlaku secara serta merta serta dipatuhi dengan sepenuh hati (Ter Haar).
Hukum adat bersumber pada peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.
ISTILAH HUKUM ADAT Sebelum tahun 1920, hukum adat dinyatakan dalam berbagai istilah sebagaimana tercantum dalam perundang-undangan sebagai berikut: “Godsdienstige wetten, volksintellingen en gebruiken” (Pasal 22 AB). “Godsdienstige wetten, instellingen en gebruiken” yang berarti “Hukum Agama, Lembaga-lembaga Kebudayaan Rakyat, dan Kebiasaan” (Pasal 75 ayat 3 redaksi lama RR. 1854). “Instellingen des volks” yang berarti “Kebudayaan Rakyat” (Pasal 128 ayat 4 IS) atau sebelumnya Pasal 71 ayat 3 RR. 1854. AB singkatan dari Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie yang berarti ketentuan-ketentuan umum mengenai perundang-undangan di Indonesia
“Godsdienstige wetten en oude herkomsten” berarti Undang-undang Agama atau adat kebiasaan lama. “Het Inlandschrecht” yang berarti “Hukum Bumi Putera” (Pasal 11 f sub c RO). Pada tahun 1929 melalui Ind. Stbl. 1929 No. 221 jo Ho. 487 istilah “Godsdienstige wetten en oude herkomsten” diganti dengan istilah “adatrecht” Sebelumnya, istilah adatrecht diperkenalkan pertama kali dalam Ned Stbl 1920 No. 105. AB singkatan dari Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie yang berarti ketentuan-ketentuan umum mengenai perundang-undangan di Indonesia
Istilah ”Adatrecht” berasal dari bahasa Belanda yang berarti “hukum adat” untuk pertama kali dikemukakan oleh Snouck Horgronje. Adatrecht adalah keseluruhan aturan tingkah laku bagi bumiputra dan orang timur asing, yang ada sanksinya dan tidak dikodifikasi. Unsur-unsur adatrecht: Unsur hukum asli Indonesia, Unsur Timur Asing yang berada di Indonesia, Unsur agama (Hindu, Islam, Kristen)
KARAKTER HUKUM ASLI INDONESIA Sebagian besar tidak tertulis. Terlihat dalam kehidupan rakyat sehari-hari (mis. dalam pepatah-pepatah rakyat), yurisprudensi, buku karangan ilmiah dalam berbagai majalah, piagam-piagam, akta-akta, kepustakaan asli tentang Sejarah/babad seperti Negarakartagama, Pararaton Sebagian kecil tertulis Terlihat dalam buku-buku asli yang melukiskan lembaga-lembaga hukum, seperti UU Jambi, UU tentang perdagangan dan perkapalan dari suku wajo di Sulawesi Selatan serta perundang-undangan sesungguhnya dari lingkungan asli (desa, nagari, marga, awig-awig di Bali, Lombok, pranatan desa di Jawa dll) dan lingkungan raja (angger-angger: di Yogya).
KEBERLAKUAN HUKUM ADAT Hukum adat masih berlaku di Indonesia didasarkan pada landasan yuridis formal sebagai berikut: Pasal 131 ayat 2 b Indische Staatsregeling (IS) yang menetapkan dalam pemisahan golongan penduduk beserta sistem hukumnya di Hindia Belanda, bahwa bagi golongan pribumi ata Bumi Putra dan golongan Hindia Timur Asing berlaku Hukum Adat mereka. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yang merupakan dasar bagi tetap berlakunya semua peraturan hukum yang telah ada sepanjang belum dihapuskan atau belum diganti dengan peraturan hukum yang baru.
RUANG LINGKUP HUKUM ADAT Hukum Adat mengenai tata negara (tata susunan rakyat), mengatur tentang susunan dari dan ketertiban dalam persekutuan-persekutuan hukum (rechtgemenchappen) serta susunan dan lingkungan kerja alat-alat kelengkapan, jabatan-jabatan dan pejabatnya. Terdiri dari hukum adat mengenai kekerabatan (genealogikal) dan teritorial.
Terdapat tiga sistem kekerabatan (genealogikal), yakni: Sistem patrilineal (ayah). Sistem kekerabatan dimana garis keturunan ditarik dari pihak bapak. Contoh pada adat Batak, Bali dan Ambon. Sistem Matrilineal (ibu). Sistem kekerabatan dimana garis keturunan ditarik dari ibu. Contoh di Minangkabau, Kerinci. Sistem Parental/Bilateral (ayah dan ibu). Sistem kekerabatan dimana garis keturunan ditarik dari pihak ayah dan ibu.
Hukum Adat mengenai warga (hukum pertalian sanak, hukum tanah, hukum perhutangan) yang terdiri dari: hukum pertalian sanak (perkawinan, waris); hukum tanah (hak ulayat tanah, transaksi-transaksi tanah); dan hukum perhutangan (hak-hak atasan, transaksi-transaksi tentang benda selain tanah dan jasa). Hukum Adat mengenai delik (hukum pidana), memuat peraturan-peraturan tentang pelbagai delik dan reaksi masyarakat terhadap pelanggaran hukum pidana itu. Hukum adat mengenai perikatan.
CORAK HUKUM ADAT Corak utama dari hukum adat adalah bentuk hukumnya tidak tertulis. Dalam hukum adat kehidupan manusia selalu dilihat dalam wujud kelompok (commun), sebagai suatu kesatuan yang utuh. Dikenal asas kekeluargaan/asas kebersamaan, dan (senasib dan sepenanggungan); Mengutamakan bekerja dengan asas-asas pokok saja. Lembaga adat diisi/dijabarkan menurut tuntutan waktu, tempat dan keadaan (suasana) dan diukur dengan asas kerukunan, kepatutan keselarasan; Memberi kepercayaan penuh kepada petugas hukum adat;
SIFAT HUKUM ADAT Konkrit. Hukum adat memperhatikan secara khusus setiap persoalan yang dihadapkan kepadanya. Supel. Karena hukum adat dibangun dengan aspek-aspek pokok, soal detail diserahkan pada pengolahan asas pokok, dengan menerapkan prinsip desa, kala dan patra dan asas kerja rukun patut, selaras dan musyawarah. Dinamis. Hukum adat berubah dan berkembang atas atau sesuai kehendak rakyat melalui keputusan atau penyelesaian oleh masyarakat sebagai hasil temu rasa, temu pikir melalui permusyawaratan
IKHTISAR Hukum adat merupakan pencerminan kehidupan masyarakat karenanya bersifat elastis. Perubahan secara formal produk hukum adat terjadi dalam hal: penghapusan hukum delik adat, diperkenalkannya hukum perdata bidang perikatan, dan hukum tanah sebagaimana ditentukan dalam UUPA. Perkembangan hukum adat dalam segi-segi tertentu dikembangkan melalui praktek peradilan.
MATUR TENGKYU