TITRASI PENGENDAPAN Djadjat Tisnadjaja
PENDAHULUAN Jumlah metode tidak sebanyak titrasi asam – basa atau titrasi redoks Kesulitan mencari indikator yang sesuai Komposisi endapan sering tidak diketahui secara pasti, terutama jika ada efek kopresipitasi. Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir titrasi yang mudah diamati.
PENDAHULUAN Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya) dengan menggunakan larutan standard perak nitrat AgNO3. Argentometri paling banyak dipakai dalam titrasi pengendapan karena hasil kali kelarutan garam perak halida (pseudo halida) sangat kecil. Titrasi argentometri tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halida akan tetapi juga dapat dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa anion divalent seperti ion fosfat PO43- dan ion arsenat AsO43-.
Hasil Kali Kelarutan Ksp AgCl = 1,82 x 10.-10 Ksp AgCNS = 1,1 x 10-12 Ksp AgBr = 5,0 x 10.-13 Ksp AgCN = 2,2 x 10-16 Ksp AgI = 8,3 x 10-17 PENENTUAN TITIK AKHIR Cara Mohr indikator CrO4 Cara Volhard indikator Fe3+ Cara Fajans, fluorescein (indikator adsorpsi).
ARGENTOMETRI Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl. Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) -> AgCl(s) + NaNO3(aq) Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi dengan indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana dengan indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Indikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indicator adsorpsi. Berdasarkan jenis indicator dan teknik titrasi yang dipakai maka titrasi argentometri dapat dibedakan atas Argentometri dengan metode Mohr, Volhard, atau Fajans. Selain menggunakan jenis indicator diatas maka kita juga dapat menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik ekuivalen.
Argentometri Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari reaksi antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara asam kuat dengan basa kuat dan antara asam lemah dengan basa kuat.
ARGENTOMETRI - MOHR Titrasi Mohr digunakan untuk menentukan kadar halida dalam larutan. Kromat digunakan sebagai indikator titik akhir karena membentuk endapan Ag2CrO4 berwarna merah saat bereaksi dengan perak. Titrasi Mohr dilakukan pada pH 7 – 9 (netral hingga basa lemah). Jika pH terlalu kecil (asam) kesetimbangan kromat-dikromat akan menurunkan kepekaan (CrO42-) sehingga menghambat pembentukan endapan Ag2CrO4. 2 CrO42- + 2 H+ Cr2O72- + H2O Jika pH terlalu besar (basa) akan terbentuk endapan Ag2O
Prinsip Jika larutan Ag+ ditambahkan kedalam larutan Cl- yang mengandung sedikit CrO4, maka AgCl akan mengendap terlebih dahulu, sementara itu Ag2CrO4 belum terbentuk, dan penambahan (Ag+) sampai melewati Ksp Ag2CrO4 (2,0x10-12) akan membentuk endapan merah Ag2CrO4. Ag+ + Cl- AgCl(s) Ag+ + CrO42- AgCrO4 (endapan merah) Kelarutan Ag2CrO4 (8,4x10-5 M) > AgCl (1,35x10-5 M)
Batasan Konsentrasi CrO4 yang digunakan sebaiknya pada kisaran 0,005 M sampai 0,01 M, supaya kesalahan titrasi diperkecil. Bila konsentrasi terlalu besar maka warna kuning CrO42- akan mengganggu pengamatan terbentuknya endapan Ag2CrO4. Sementara bila konsentrasi lebih kecil dari 0,005 M akan memerlukan penambahan (Ag+) yang berlebih agar terbentuk endapan Ag2CrO4 sehingga memperbesar kesalahan titrasi. Titrasi Mohr terbatas pada pH 6-10 atau 7-9. Dalam larutan basa akan terjadi reaksi: Ag+ + OH- 2AgOH Ag2O + H2O
Dalam larutan asam (CrO42-) akan turun sehingga hanya sedikit HCrO4- yang terionisasi karena reaksi akan berlanjut sbb: 2H+ + CrO42- 2HCrO4- Cr2O72- + H2O Titrasi Mohr dapat digunakan untuk titrasi Br- dan CN- dalam larutan basa lemah, sedangkan untuk I- dan CNS- tidak feasible karena akan terjadi adsorpsi oleh endapan.