TEKNOLOGI FULL PRECAST Rusunawa Rempoa
DESKRIPSI PROYEK RUSUNAWA REMPOA Deskripsi bangunan Jumlah lantai : 10 lantai Durasi Proyek : 330 hari kalender SPMK : 29 November 2012 Selesai : 23 November 2013 Jumlah komponen Beam : 159 Nos Blok : 1392 Nos Kolom : 802 Nos Pelat : 1872 Nos Alat berat yang di pakai : 1 buah Tower Crane 1 buah lift Pasennger(Alimax)
TAMPAK RUSUNAWA REMPOA Tampak Samping Kanan Tampak Depan Tampak Samping Kiri Tampak Belakang
Latar Belakang Rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) adalah salah satu alternatif dalam mengantisipasi kondisi kota jakarta saat ini. Jumlah penduduk dan migran yang bekerja dikota Jakarta semakin meningkat, sedangkan lahan untuk permukiman berkurang dan mahal. Departemen Pekerjaan Umum (DPU), sebagai instansi yang bertanggung jawab untuk mengelola wilayah permukiman strategis, sekarang memiliki program perumahan murah bertingkat. Program tersebut selain diperuntukan untuk umum juga untuk kebutuhan pegawai di lingkungan DPU. Untuk itu DPU perlu membangun perumahan untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal bagi pegawai di lingkungan DPU. Perumahan murah harus memenuhi beberapa kriteria : ekonomi, sehat, dan memiliki kualitas yang baik. Dalam rangka memenuhi kriteria tersebut, maka harus didukung pula dengan metode konstruksi yang ekonomis, namun tetap dengan kualitas yang baik. Sistem pracetak merupakan alternatif yang dapat meningkatkan kualitas dan kecepatan pelaksanaan.
Latar Belakang Salah satu aspek dalam waktu dan estimasi biaya proyek adalah ketersediaan indeks kerja setiap item dalam proyek. Pada pembangunan gedung dengan sistem pracetak, salah satu karakteristik yang penting adalah indeks yang bekerja untuk pembangunan. Pada tahun 2007 telah dilakukan penelitian tentang indeks kinerja pekerjaan komponen pracetak (produksi, erection & joint) pada pembangunan perumahan menengah murah di Marunda, Jakarta. Indeks penelitian masa lalu kemudian menjadi masukan bagi Standar Nasional Indonesia, pada Anggaran dan Biaya untuk Konstruksi Bangunan Pracetak yang diresmikan pada tahun 2012 (SNI 7832:2012 Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton Pracetak untuk Konstruksi Bangunan Gedung).
Permasalahan Salah satu temuan penting adalah indeks kerja pekerjaan komponen pracetak pada bangunan bertingkat menengah hingga 6 lantai belum memberikan indeks kenaikan lantai.
Sistem Precast di Indonesia Berbagai kelebihan yang dimiliki oleh sistem precast, mempercepat perkembangan sistem pracetak yang ada di Indonesia. Itu membuat semua pihak yang terlibat dalam pembangunan Indonesia berusaha untuk menemukan dan mengembangkan berbagai sistem beton pracetak paten. Sistem struktur full precast/pracetak penuh dikembangakan di Indonesia sejak pembangunan rumah susun Sarijadi di Bandung tahun 1979, menggunakan sistem Brecast. Sistem precast ini sudah dilaksanakan secara masal sejak tahun 1995 pembangunnan rumah susun di cengkareng dengan menggunakan sistem Waffle Crete. Sejak tahun 1995 , Ikatan Ahli Pracetak dan Prategang Indonesia( IAPPI ) sudah mensyaratkan untuk memenuhi persyaratan beberapa minimal proses yang harus dipenuhi sebelum sistem direkomendasikan untuk digunakan antara lain : 1 . Desain sistem pracetak, komponenisasi, koneksi, dan metode konstruksi. 2 . Pengujian dan pemodelan untuk menentukan sifat intrinsik sistem pracetak 3 . Seminar untuk diseminasi, diskusi dan masukan untuk perbaikan 4 . Membuat mock - up 5 . Membuat rencana kegiatan (sebelum pelaksanaan proyek) Mengimplementasikan rencana 6 . Pemantauan hasil kerja secara teratur. 7 . Analisis penyebab penyimpangan ( biaya , waktu atau kualitas )
Sistem Pracetak pada Gedung Untuk bangunan gedung, saat ini penggunaan komponen dan sistem beton pracetak sudah mulai populer. Sistem ini terutama sangat unggul jika diterapkan pada bangunan modular seperti rumah susun, baik rusunawa maupun rusunami (Nurjaman,2008). Untuk rumah sederhana, sistem pracetak banyak digunakan untuk mendukung rekonstruksi gempa di Aceh (2004 – 2009). Beberapa produk yang memerlukan penelitian khusus di Indonesia dalam pengembangannya disampaikan sebagai berikut : Komponen grid floor untuk slab dikembangkan pada tahun 1990, sebagai alternatif dari sistem hollow core yang saat itu masih menggunakan mesin pembuat lubang yang masih impor, sehingga dapat dihasilkan produk yang lebih murah. Sistem pracetak untuk bangunan tahan gempa bertingkat medium (4 – 6 lantai), mulai diteliti dan dikembangkan sejak pemerintah mulai melakukan program pembangunan rumah susun sederhana sewa secara massal pada tahun 1995. Pemerintah mendorong penggunaan sistem pracetak dalam negeri, dengan melakukan alih teknologi pada tahun 1995 di rusunawa Cengkareng Jakarta, yang dilanjutkan dengan penelitian sistem pracetak tahan gempa.hasil inovasi industri pracetak dalam negeri sejak tahun 1996 di Puslitbangkim PU. Sistem-sistem ini telah teruji secara aktual pada beberapa kejadian gempa kuat di Yogjakarta (2006), Sumatera Barat (2007), Jawa Barat (2009), dan Padang (2009) (Nurjaman,2010). Saat ini telah 525 blok (51.389 unit) rusunawa yang dibangun menggunakan sistem pracetak.
Sistem Pracetak pada Gedung Pada tahun 2006, Pemerintah mengeluarkan kebijakan percepatan pembangunan rumah susun sederhana, dengan konsep rumah susun bertingkat tinggi sampai 20 lantai, yang dikenal dengan program 1000 Tower. Penelitian lalu diarahkan untuk menguji sistem pracetak untuk bangunan bertingkat tinggi mulai tahun 2007 di Puslitbangkim. Sistem ini pertama kali diterapkan pada pembangunan rusunami 16 lantai di Pulogebang, Jakarta. Pada tahun 2013, dilakukan pengembangan teknologi pracetak untuk bangunan gedung yang berbasis pada teknologi PRecast Seismic Stuctural System (PRESSS). Teknologi PRESSS sudah diteliti dan dikembangkan di Amerika dan Jepang sejak tahun 1994 – 2002 (Pampanin,2012). Teknologi ini mampu memberikan performa bangunan yang tidak rusak signifikan sekalipun terkena gempa kuat, dengan biaya yang ekonomis. Teknologi ini telah diterapkan di Amerika, Selandia Baru dan Jepang. Teknologi ini secara faktual teruji pada serangkaian gempa kuat di Selandia Baru pada tahun 2010 – 2011. Teknologi ini layak untuk dikembangkan di Indonesia untuk mengantisipasi peta gempa baru (Irsyam,2010), peraturan gempa yang baru serta filosofi bangunan tahan gempa yang baru (sebagai respon dari tuntutan masyarakat) (Pampanin,2010).
Standardisasi Pracetak Standardisasi adalah suatu hal penting untuk sosialisasi teknologi pracetak ke masyarakat. Selama tahun 2006 – 2012), telah disusun berbagai standard dan pedoman, baik teknis maupun kompetensi sumber daya manusia, agar konstruksi dapat berjalan dengan baik. Untuk sistem pracetak pada bangunan gedung, Kementerian PU telah membuat pohon hukum yang cukup lengkap yang diturunkan dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28/2002 tentang Bangunan Gedung dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18/1999 tentang jasa konstruksi. Bersama Ditjen Cipta Karya disusun pedoman teknis yang memayungi penerapan sistem pracetak. Bersama Balitbang disusun detail teknis berupa Standar Nasional Indonesia (SNI), dan bersama Badan Pembina Konstruksi disusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)
METODE PELAKSANAAN KOSNTRUKSI PRODUKSI DAN ERECTION
FLOW CHART PABRIKASI-ERECTION PRECAST : START Persiapan lokasi kerja Bekistig Kolom, Balok,& Pelat Rangkai besi beton Cek Bekisting & Besi Cor No Yes A Curing 2 hari Angkut ke Stock Yard (Beton umur 2 hari ) Proses Pemasangan/Install/ erection FINISH Bongkar bekisting
METODE PELAKSANAAN KOSNTRUKSI 1. Produksi Kolom Langkah-langkah pembuatan kolom precast: Pembesian kolom. Penyetelan bekisting. Pekerjaann Minyak bekisting Penyetelan besi dalam bekisting . Pemasangan sparing lubang grouting dan besi kolom. Pengecoran. Setelah 24 jam, bekisting dibuka dan kolom precast dipindahkan ke stock yard.
METODE PELAKSANAAN KOSNTRUKSI 2. Produksi Balok Langkah-langkah pembuatan Balok precast: Pembuatan lantai kerja berupa cor beton K225 finish di trowel agar rata dan licin diatas tanah yang telah dipadatkan. Pembuatan bekisting dengan tinggi dan panjang bekisting sesuai dengan tinggi dan panjang balok maksimum, sehingga bekisting tersebut dapat digunakan untuk mencetak balok dengan berbagai ukuran. Pengaturan bekisting pada lantai kerja. Kemudian bekisting diolesi pelumas/ minyak bekisting. Pemasangan rangkaian besi tulangan balok kedalam bekisting. Agar tulangan geser (begel) tidak berkelok-kelok, perlu dibuat mal sebelum balok dicor. Mal dapat berupa besi tulangan yang cukup kaku, diikat kuat pada sisi atas tulangan geser. Setelah balok dicor, besi tulangan tersebut dilepas. Jumlah beton decking juga harus memadai dengan posisi yang tepat agar rangkaian besi tulangan tidak miring. Pengecoran. Pada saat pengecoran, perlu memakai mal yang tebuat dari triplex untuk meratakan permukaan atas balok. Mal ini sangat perlu terutama untuk balok yang tingginya kurang dari tinggi bekisting. Setelah 24 jam, balok diangkat menggunakan tower crane dan dipindahkan ke stock yard.
METODE PELAKSANAAN KOSNTRUKSI 3. Produksi Pelat Langkah-langkah pembuatan pelat precast: Pembuatan bekisting pelat dari baja profil siku ukuran 70.70.5. pemakain holoow ---40.60.2 (agar tidak melintir dan mempermudah pekerjaan). Pembuatan lantai kerja berupa cor beton K225 dengan ditrowel untuk mendapatkan permukaan yang licin dan rata. Lantai kerja berada diatas tanah yang sudah dipadatkan. Lantai bekisting pelat berada langsung diatas yang sudah diolesi minyak bekisting. Merangkai besi tulangan pelat. Meletakkan dan mengatur besi tulangan pelat di dalam bekisting. Pengecoran. Setelah pengecoran 24 jam, kemudian pelat diangkat dan dipindahkan dari workshop ke stock yard dengan menggunakan Tower crane.
METODE PELAKSANAAN KOSNTRUKSI 1. Erection Kolom Langkah-langkah erection kolom : Menentukan As kolom pada area yang telah ditentukan. Mempersiapkan marking dimensi kolom sebagai acuan untuk meletakkan komponen kolom precast supaya presisi. Meletakkan kolom precast sesuai marking yang telah ditentukan dengam dibantu alat crane dan di setting dengan bantuan bracing sampai didapat settingan kolom yang lot. Sebelum pengecoran/ grouting dilakukan penutupan celah antara kolom dan pelat lantai agar grouting tidak bocor. Kemudian dilakukan grouting dengan material non shrinkage.
METODE PELAKSANAAN KOSNTRUKSI 2. Erection Balok Langkah-langkah erection balok dan penyambungan kolom dengan balok: Menentukan As balok dan kolom. Balok diletakan diatas kepala kolom. Pemasangan pipa support pada balok precast. Pemasangan beksiting kepala kolom. Pemasangan tulangan geser pada joint balok dan kolom. Permukaan beton precast diolesi bonding agent. Pengecoran joint ditambahkan dengan tonic beton.
METODE PELAKSANAAN KOSNTRUKSI 3. Erection Pelat Langkah-langkah erection (pemasangan) pelat: Pelat diletakkan diatas balok. Dibawah pelat, dipasang pipa support untuk menahan beban . Besi tepi pelat diluruskan dan diikat ke tulangan balok dan pelat. Pengecoran joint pelat dengan balok dan ujung pelat dengan ujung pelat dengan material cor yang sama dengan mutu beton pelat/ balok dengan ukuran split lebih kecil.
SITE PLAN RUSUNAWA REMPOA
DATA DAN ANALISA Rusunawa Rempoa
KEMAMPUAN PRODUKSI/ERECTION MAKSIMUM RATA-RATA KOMPONEN/HARI Jumlah cetakan di lapangan No Item Jumlah/Komponen 1 Cetakan Kolom 18 2 Cetakan Balok 42 3 Cetakan Pelat 32 Kemampuan produksi maksimum komponen/hari Kemampuan erection maksimum komponen/hari No Item Jumlah/ hari 1 Kolom 18 2 Balok 42 3 Pelat 25 No Item Jumlah/ hari 1 Kolom 24 2 Balok 35 3 Pelat 22
SITE PLANT PABRIKASI DAN STOCK YARD KOMPONEN PRECAST RUSUNAWA REMPOA
PROSEDUR PERHITUNGAN WAKTU ERECTION/KOMPONEN PADA KOLOM
PROSEDUR PERHITUNGAN WAKTU ERECTION/KOMPONEN PADA BALOK
PROSEDUR PERHITUNGAN WAKTU ERECTION/KOMPONEN PADA PELAT
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa dari lantai Dasar sampai lantai 10. Bahwa lamanya waktu erection kolom dari lantai dasar, 2, 4, 5, dan lantai 6 mengalami peningkatan. Tetapi pada lantai 3 mengalami penurunan, hal ini dikarenakan adanya pergantian tenaga kerja yang ahli dan persiapan erection yang matang (pelurusan besi stek). Sedangakan erection pada lantai 7-10 mengalami penurunan hal ini dikarenakan tidak sulitnya pemasukan besi stek ke sepatu komponen karena dia besi kecil (D19) dibandingakn lantai 6 ke bawah (D22). Range waktu rata- rata erection kolom adalah dari 7.324 menit – 8.201 menit . Sedangakan Range waktu rata-rata pada penelitian 2007 adalah dari 19.0516 - 30.485 menit.
INDEKS KENAIKAN PER LANTAI ERECTION KOLOM (LANTAI 7-10) Indeks kenaikan perlantai adalah indeks kenaikan terhadap lantai sebelumnya. Misalnya : indeks kenaikan lantai 7 adalah indeks kenaikan lantai 7 terhadap lantai 6 dst.
Indeks kenaikan lantai adalah indeks kenaikan terhadap lantai 1 Indeks kenaikan lantai adalah indeks kenaikan terhadap lantai 1. Misalnya : indeks kenaikan lantai 7 adalah indeks kenaikan lantai 7 terhadap lantai 1.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa dari lantai Dasar sampai lantai Dak. Bahwa lamanya waktu erection balok dari lantai 2, 3, 6, 7, 8, 9, 10 dan Dak mengalami peningkatan. Tetapi pada lantai 4 dan 5 mengalami penurunan, hal ini dikarenakan adanya pergantian tenaga kerja yang ahli. Range waktu rata- rata erection balok adalah dari 6.419 menit – 7.616 menit . Sedangakan Range waktu rata-rata pada penelitian 2007 adalah dari 7.4467 menit s/d 12.65 menit.
INDEKS KENAIKAN PERLANTAI ERECTION BALOK (LANTAI 6-10) Indeks kenaikan perlantai adalah indeks kenaikan terhadap lantai sebelumnya. Misalnya : indeks kenaikan lantai 7 adalah indeks kenaikan lantai 7 terhadap lantai 6.
Indeks kenaikan lantai adalah indeks kenaikan terhadap lantai 1 Indeks kenaikan lantai adalah indeks kenaikan terhadap lantai 1. Misalnya : indeks kenaikan lantai 7 adalah indeks kenaikan lantai 7 terhadap lantai 1.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa dari lantai 2 sampai lantai 10. Bahwa lamanya waktu erection pelat dari lantai 2, 3, 4, 6, 8, 9, 10 dan Dak mengalami peningkatan. Tetapi pada lantai 5 dan 7 mengalami penurunan, hal ini dikarenakan adanya pergantian tenaga kerja yang ahli. Range waktu rata-rata erection pelat adalah dari 9.027 menit – 10.390 menit . Sedangakan Range waktu rata-rata pada penelitian 2007 adalah dari 5.9 - 8.389 menit.
INDEKS KENAIKAN PERLANTAI ERECTION PELAT (LANTAI 7-10) Indeks kenaikan perlantai adalah indeks kenaikan terhadap lantai sebelumnya. Misalnya : indeks kenaikan lantai 8 adalah indeks kenaikan lantai 8 terhadap lantai 7.
Indeks kenaikan lantai adalah indeks kenaikan terhadap lantai 1 Indeks kenaikan lantai adalah indeks kenaikan terhadap lantai 1. Misalnya : indeks kenaikan lantai 8 adalah indeks kenaikan lantai 8 terhadap lantai 1.
WAKTU RATA-RATA ERECTION KOMPONEN/LANTAI
RATA-RATA INDEKS KENAIKAN PERLANTAI ERECTION KOMPONEN PRACETAK
INDEKS KENAIKAN LANTAI ERECTION KOMPONEN KOLOM-BALOK-PELAT
PEKERJAAN KOLOM Permasalahan Produksi dan erection
SISTEMATIK KELALAIAN ANSIGNIFIKAN VARIABEL PENILAIAN PERMASALAHAN PADA SAAT PRODUKSI DAN ERECTION KOMPONEN PRECAST : SISTEMATIK KELALAIAN ANSIGNIFIKAN
Permasalahan saat produksi kolom : Seringnya waktu pengecoran meleset dari suplier beton.(Mobil readymix tidak datang tepat waktu permasalahan performa suplier). Jadwal pengecoran direncanakan mulai dari jam 10 malam dan selesai jam 1 pagi. Tetapi pada kenyataannya pengecoran baru dimulai jam 11 atau 12 malam dan selesai jam 02:00 pagi. Dan pengecoran beton selanjutnya harus menunggu kedatangan mobil readymix 2-3 jam setelah pengecoran selesai. Jumlah volume rata-rata pengecoran/hari dilapangan 20-30 m3, sehingga pengecoran beton selesai sampai dengan jam 9-10 pagi.(1) Penempatan cetakan kolom yang kurang efektif.(2) Pemadatan beton dengan menggunakan vibrator tidak merata pada saat pengecoran, sehingga beton keropos karena kuranganya perform dari pekerja. Sehingga perlu dilakukan perbaikan.( kurang lebih 25 komponen dari pengamatan pada saat produksi kolom lantai 8-10 ).(2) Minyak bekisting menjadi kering akibat interval kedatangan mobil readymix yang tidak sesuai dengan jadwal sehingga pada saat pembongkaran cetakan/demoulding menjadi agak susah dan lama. Dan lamanya proses pembongkaran komponen dari cetakan yang lebih dari 2 hari setelah pengecoran.(kurang lebih 15% komponen kolom dari hasil pengamatan pengamatan dilapangan ).(2)
Permasalahan saat produksi kolom : Titik angkat kolom precast tercor sampai setengah bagian sehingga menyulitkan pekerja saat demoulding (20% komponen kolom dari pengamatan dilapangan)(2).
Permasalahan saat erection kolom : Tidak presisinya besi as kolom pada saat pengecoran joint, sehingga besi steck kolom harus diluruskan terlebih dahulu(dipukul) agar kolom diatas berada di As(30% komponen dari pengamatan dilapangan). Jadi sebaiknya besi stek kolom harus di mal sebelum joint di cor.(1)
PEKERJAAN BALOK Permasalahan Produksi dan erection
Permasalahan saat produksi balok : Seringnya waktu pengecoran meleset dari suplier beton.(Mobil readymix tidak datang tepat waktu permasalahan performa suplier). Jadwal pengecoran direncanakan mulai dari jam 10 malam dan selesai jam 1 pagi. Tetapi pada kenyataannya pengecoran baru dimulai jam 11 atau 12 malam dan selesai jam 02:00 pagi. Dan pengecoran beton selanjutnya harus menunggu kedatangan mobil readymix 2-3 jam setelah pengecoran selesai. Jumlah volume rata-rata pengecoran/hari dilapangan 20-30 m3, sehingga pengecoran beton selesai sampai dengan jam 9-10 pagi.(1) Minyak bekisting menjadi kering akibat interval kedatangan mobil readymix yang tidak sesuai dengan jadwal sehingga pada saat pembongkaran cetakan/demoulding menjadi agak susah dan lama. Dan lamanya proses pembongkaran komponen dari cetakan yang lebih dari 2 hari setelah pengecoran.(kurang lebih 20% komponen balok dari hasil pengamatan pengamatan dilapangan (Balok B2+CG, B6A, Dan B1)).(2) Penumpukan kolom precast yang tidak sesuai dengan typenya pada saat demoulding sehingga memperlambat proses erection (8 komponen dari seluruh pengamatan dilapangan yaitu pada B8 Ddan B8A).(2)
Permasalahan saat produksi balok : Tidak konsistensi tebal selimut beton sebagai tumpuaan pelat. Terdapat 10-20% komponen dari hasil pengamatan. Seharausnya pada saat produksi perlu dipasang kayu untuk bekisting selimut beton.(1) Kurang bagusnya mutu phenol film. Pada proyek jatinangor pemakaian phenol film sebagai bekisting dapat dipakai sampai proyek selesai. Sedangkan pada proyek rempoa pemakaian bekisting hanya bisa dipakai 8-12 komponen.(1) Kurangnya pengontrolan terhadap kelayakan bekisting. Sehingga komponen balok yang di cor permukaan balok kurang bagus.(10-15 komponen dari pengamatan di lapangan yaitu pada produksi balok lantai 9-dak.(2). Besi steck dari balok kepanjangan. Hanya 2 komponen pada lantai 7 sektor A. (3) Jarak antara stek tulangan utama pada balok tidak teratur. 30% dari pengamatan di lapangan. Seharusnya pada saat pembesian dan besi masuk kedaam bekisting jarak tulangan dan sengkang harus di cek kembali sebelum di cor. (1).
Permasalahan saat produksi balok : Pada saat erection banyak komponen yang diambil dari cetakan. Sehingga diperlukan waktu yang agak lama pada saat erection. 20-30% komponen dari pengamatan dilapangan yaitu pada lantai 3-8.(1) Kepanjangan komponen balok precast saat produksi, jadi komponen harus dibobok terlebih dahulu. Hanya 5- 6 komponen dari pengamatan dilapangan.(3).
Permasalahan saat erection balok : Salah penempatan dari as balok sehingga menganggu pada saat erection komponen pelat. Kurang lebih 5- 10% dari pengamatan di lapangan. (1) Kurangnya persiapan perlatan(pipa suport) pada saat erection balok B2+CG. Sehingga waktu pemakain tower crane lebih lama. 15-20 komponen dari pengamatan(2). Penumpukan balok precast yang tidak sesuai dengan typenya pada saat demoulding sehingga memperlambat siklus erection (kurang lebih 10 komponen dari pengamatan di lapangan).(3)
PEKERJAAN PELAT Permasalahan Produksi dan erection
Permasalahan saat produksi pelat : Seringnya waktu pengecoran meleset dari suplier beton.(Mobil readymix tidak datang tepat waktu permasalahan performa suplier). Jadwal pengecoran direncanakan mulai dari jam 10 malam dan selesai jam 1 pagi. Tetapi pada kenyataannya pengecoran baru dimulai jam 11 atau 12 malam dan selesai jam 02:00 pagi. Dan pengecoran beton selanjutnya harus menunggu kedatangan mobil readymix 2-3 jam setelah pengecoran selesai. Jumlah volume rata-rata pengecoran/hari dilapangan 20-30 m3, sehingga pengecoran beton selesai sampai dengan jam 9-10 pagi.(1) Pemadatan beton dengan menggunakan vibrator tidak merata pada saat pengecoran, sehingga beton keropos karena kuranganya perform dari pekerja. Sehingga perlu dilakukan perbaikan.( kurang lebih 15 komponen dari pengamatan pada saat produksi kolom lantai 8-10 ).(3) Minyak bekisting menjadi kering akibat interval kedatangan mobil readymix yang tidak sesuai dengan jadwal sehingga pada saat pembongkaran cetakan/demoulding menjadi agak susah dan lama. Dan lamanya proses pembongkaran komponen dari cetakan yang lebih dari 2 hari setelah pengecoran.(kurang lebih 20% komponen pelat dari hasil pengamatan pengamatan dilapangan ).(2) Kurang bagusnya mutu dari bekisting phenol film(pinggir bekisting pelat agak melengkung). Jadi seharusnya bekisting pada pinggir pelat menggunakan bahan yang lebih tebal dan kaku, seperti kaso. (1).
Permasalahan saat produksi pelat : Kurangnya pengontrolan dari kelayakan mutu phenol film pada bagian pinggir komponen pelat yang akan dipakai untuk produksi.(1) Titik angkat pelat precast tercor sampai setengah bagian sehingga menyulitkan pekerja saat moulding. 25-30% komponen dari pengamatan di lapangan.(1)
Permasalahan saat erection pelat : Pembobokan pada komponen pelat saat erection. Sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk proses erection. Hal ini disebabkan oleh penempatan balok yang tidak di as, tidak konsisten tebal selimut beton saat produksi dan kepanjangan dari komponen pelat saat produksi yang disebabkan oleh jeleknya mutu phenol film dan minimnya pengecekan ukuran pelat saat produksi(kurang lebih 40% dari pengamatan di lapangan bahwa pelat di bobok saat erection)(1). Pemasangan pipa scafolding > 1 buah. Sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk proses erection komponen pelat. Hal ini disebabkan oleh disebabkan oleh penempatan balok yang tidak di as dan kependekan dari komponen pelat saat produksi yang disebabkan oleh jeleknya mutu phenol film dan minimnya pengecekan ukuran pelat sebelum produksi(kurang lebih 5% dari pengamatan di lapangan bahwa pelat kependekan saat erection)(1).
Permasalahan saat erection pelat : Penumpukan pelat precast yang tidak sesuai dengan typenya pada saat demoulding sehingga memperlambat proses erection (kurang lebih 10-15 komponen dari pengamatan di lapangan).(2) Permukaan dari joint yang tidak merata pada saat pengecoran, sehingga dilakukan pembobokan pada joint agar posisi pelat di as pada saat erection. Sehinga proses dari erection membutuhkan waktu yang lama.(kurang lebih 20- 30% dari pengamatan di lapangan).(2) Tidak ada cookan di sudut-sudut pelat, sehingga diperlukan waktu untuk pembobokan pelat agar tepat di as. Sehingga terjadi penambahan waktu (kurang lebih 20-30 komponen pelat saat pengamatan dilapangan ) (1) Kurangnya pipa suport sebagai perancah komponen.sehingga waktu erection lebih lama(2).
ASPEK – ASPEK YANG DISHARE PENYEBAB KETERLAMBATAN TEKNIS PEKERJAAN STRUKTUR Rusunawa Rempoa
Faktor-faktor penyebab keterlambatan teknis pada Pekerjaan Struktur : Besarnya ketergantungan setiap item pekerjaan terhadap tower crane(TC). Adapun pekerjaan sebagai berikut(1) :
Faktor-faktor penyebab keterlambatan teknis pada Pekerjaan Struktur : 2. Efektivitas pembagian antara pekerjaan erection dan moulding yang kurang baik.(2) 3. Tidak maksimalnya produktivitas Tower Crane pada saat pengecoran. Seharusnya bisa mengangkat bucket sebesar 0,8 m3 tetapi hanya bisa mengangkat 0,4 m3(1)
Faktor-faktor penyebab keterlambatan teknis pada Pekerjaan Struktur : 4. Telatnya pekerjaan beton konvesional, yang disebabkan oleh kurangnya tenaga kerja. 5. Rusaknya tower crane. Akumulasi 2 minggu.(2) 6. Cuma ada 1 pekerjaan yang tidak terurut (Kolom – Balok – Pelat) pada lantai 10 sektor C.(2)
TERIMA KASIH Rusunawa Rempoa
ASPEK – ASPEK YANG DISHARE HUBUNGAN KERJA Rusunawa Rempoa
Hubungan koordinasi antara Pusat-Project/Site Manager- Pelaksana-Sub kon-Mandor
Hubungan koordinasi antara Pusat-Project/Site Manager- Pelaksana-Sub kon-Mandor Mandor dan subkon yang dipekerjakan adalah mandor dan subkon yang sudah masuk dalam DRIM (Daftar Rekanan Mampu) yang sudah sering bekerja sama dengan kontraktor (WIKA Realty) dan mempunyai kredibilitas kerja yang baik, sehingga kegiatan pembangunan rusunawa berjalan dengan lancar. Hubungan kerja antara pelaksana dengan mandor terjalin dengan baik, karena antara pelaksana dengan mandor sudah saling kenal
Hubungan koordinasi antara Pusat-Project/Site Manager- Pelaksana-Sub kon-Mandor Jumlah mandor untuk 3 zona sebanyak 6 mandor, yaitu untuk finishing 3 mandor, Precast 1 mandor, Besi 1 mandor dan dinding shear wall 1 mandor. Untuk pekerjaan yang disubkan yaitu pekerjaan Alumunium + Kusen dan Plumbing + Listrik (ME). Pada umumnya apabila pekerjaan dengan nilai 500 juta kebawah menggunakan mandor sedangkan dengan nilai 500 juta keatas menggunakan subkontraktor. Subkontraktor dan pelaksana lapangan berkoordinasi langsung dengan kantor pusat WIKA Realty untuk melakukan penawaran dan kontrak.
Jam Kerja Tenaga Kerja Lepas Jam kerja normal yaitu dari jam 08.00 s/d 16.00 Jam kerja lembur dari jam 16.00 s/d 08.00 pagi Hari kerja dari hari Senin sampai dengan hari Minggu Tenaga kerja di bayar setiap 2 minggu Libur untuk tenaga kerja lepas yaitu pada tanggal 17 Agustus, Tahun baru, dan Hari Raya Agama. Tenaga kerja dengan jumlah sekitar 10% di ambil dari sekitar lokasi kemudian ikut dengan mandor. Tenaga kerja yang dari sekitar lokasi biasanya hanya bekerja dari jam 08.00 s/d 16.00
Hubungan koordinasi antara Pusat-Project/Site Manager- Pelaksana-Sub kon-Mandor Staff WIKA Realty yang bertugas di proyek dari mulai Manajer Proyek, Site Engineer, Pelaksana Utama, Pelaksana Struktur, Arsitektur, Pelaksana MEP, SHE dan Keuangan dan Personalia. Pada dasarnya segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan pambangunan Rusunawa berpusat di Teknik (untuk pengadaan sumber daya, penyediaan gambar kerja), kemudian dikoordinasikan ke pelaksana untuk dilaksanakan oleh mandor yang ditunjuk, kemudian mandor yang mengatur tim tenaga kerjanya.
Hubungan koordinasi antara Pusat-Project/Site Manager- Pelaksana-Sub kon-Mandor Rapat koordinasi dilakukan secara rutin setiap 1 minggu sekali yaitu pada hari Selasa. Tetapi apabila ada sesuatu hal maka rapat koordinasi dapat dilakukan sewaktu- waktu apabila dibutuhkan
Hubungan koordinasi antara Pusat-Project/Site Manager- Pelaksana-Sub kon-Mandor Setiap pagi diadakan koordinasi antara pelaksana yang membahas mengenai kegiatan pekerjaan yang akan dilakukan, dan setiap sore juga diadakan koordinasi untuk mengevaluasi pekerjaan yang sudah dilakukan pada hari tersebut. Apabila terjadi sesuatu hal atau kesalahan dalam metode pelaksanaan maka tidak langsung di bahas dilapangan tetapi segera dibawa ke ruang rapat agar dapat di selesaikan secara maksimal tanpa ada perselisihan. Apabila ada tenaga kerja yang melakukan kesalahan atau kurang terampil maka staff kontraktor/ pelaksana menyampaikan kepada mandor kemudian mandor yang memberi peringatan kepada tenaga kerjanya atau memindahkan tenaga kerja tersebut untuk melakukan pekerjaan yang lain yang lebih mudah.
KESIMPULAN Waktu rata-rata erection perkomponen lt 1 sd lt 10 untuk : Kolom : 7.780 menit Balok : 7.154 menit Pelat : 9.721 menit Waktu rata-rata erection perkomponen (lt 6 sd 10) untuk : Kolom : 7.637 menit Balok : 7.396 menit Pelat : 10.010 menit Indek kenaikan per lantai lt 1 sd 10 untuk : Kolom (lt 7s/d 10) : 1.018 s/d 1.033 Balok (lt 6 s/d lt dak) : 1.003 s/d 1.014 Pelat (lt 6 s/d lt dak) : 1.016 s/d 1.022 Rata-rata Indek kenaikan perlantai komponen (lt 6 sd 10) untuk : Kolom : 1.026 Balok : 1.011 Pelat : 1.019 Indek kenaikan lantai lt 1 sd 10 untuk : Kolom : 1.000 s/d 1.079 Balok : 1.000 s/d 1.056 Pelat : 1.000 s/d 1.08
KESIMPULAN Perbedaan rata-rata perlantai pada lantai 1 sd 6 dan lt 7 sd 10 disebabkan kinerja tenaga operator pada pada lantai 1 sd 6 dan lt 7 sd 10 berbeda (orang dan tingkat keahliannya) Khusus untuk pek erection kolom selain hal tersebut diatas juga disebabkan oleh lubang stek pada kolom utk lt 1 sd 6 terlalu sempit sehingga menyulitkan saat pemasangannya
SARAN Sebaiknya utk tenaga operator pada pekerjaan erection menggunakan orang yang sama atau menggunakan orang yang tingkat keahlian/ketrampilan yang sama sehingga bisa diperoleh kinerja yang sama. Harus diperhatikan ukuran lubang untuk stek pada komponen kolom (jangan terlalu sempit), diusahakan ukuran tsb tidak terlalu sempit ataupun lebar agar mudah dalam pelaksanaan erektion Harus diperhatikan bentuk ukuran dari komponen harus tepat untuk menghindari pembobokan diatas yang memperlambat/lama waktu erection
TERIMA KASIH
KERUGIAN BIAYA AKIBAT PERMASALAHAN ERECTION PADA KOMPONEN PELAT
KERUGIAN BIAYA AKIBAT PERMASALAHAN ERECTION PADA KOMPONEN BALOK
KERUGIAN BIAYA AKIBAT PERMASALAHAN ERECTION PADA KOMPONEN KOLOM
TOTAL KERUGIAN BIAYA AKIBAT PERMASALAHAN ERECTION PER KOMPONEN