Pajak Penghasilan.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Oleh : Muhammad Bahrul Ilmi, SE. M.ESy. Dasar Hukum: UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang terakhir diubah oleh UU No. 36 tahun 2008 Undang-undang.
Advertisements

PPH FINAL PPh Pasal 4 (2) PPh Pasal 15.
adalah PPh yang tidak dapat dikreditkan dengan total utang pajak
RUANG LINGKUP DAN DASAR HUKUM PPH PASAL ORANG PRIBADI (UU NO
Pajak Penghasilan Final
Karakteristik PPh Final
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26
Ruang Lingkup dan Dasar PPh Pasal Orang Pribadi
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PPh 23 & 26.
Pajak Penghasilan Pasal 23
PERPAJAKAN UNTUK DOKTER
PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN.
Hutang Pihutang Pajak Hutang Pajak Penghasilan
PPh Pasal 24.
Matakuliah : A0572/ Perpajakan Tahun : 2005 Versi : Revisi 1
OBJEK PAJAK PENGHASILAN
Objek PPh dan Non Objek PPh
Pengendalian Kredit Pajak 7
PPH PASAL 24 Hamdani ( ) Okto Rizki Pranayoga ( ) Ahmad Romadhani ( )
PPh pasal 24 UU No, 36 TAHUN 2008 Pajak yg dibayar atau terutang di ln atas penghasilan dari ln yg diterima atau diperoleh wp dn boleh dikreditkan terhadap.
PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26
OBYEK PPh FINAL UU PPh No.36 Tahun Pasal 4 ayat (2)
PAJAK PENGHASILAN (PPH): PASAl 4 AYAT 2, PASAL 15 dan 26
PENGHASILAN KENA PAJAK
Penghitungan PPh Final
PAJAK PENGHASILAN Niken Nindya H., SE., MSA., CA., Ak
MATERI PPh PERTEMUAN III
KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
PENGHASILAN KENA PAJAK
PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PPh 23 & 26.
PERPAJAKAN INTERNASIONAL KREDIT PAJAK LUAR NEGERI DAN BADAN LUAR NEGERI TERKENDALI [ BAB 8 DAN 9 PAJAK INTERNATIONAL, GUNADI ] M. FIRDAUS WAHIDI S.E.,
PPh Bersifat Final.
Tarif Pajak dan Kredit Pajak
Slide by: Jayu Pramudya dan Nia Paramita Departemen Akuntansi FEUI
PPh 4 ayat 2 & PPh 15 Perpajakan 2 21/09/2015.
Materi 4.
PPh Pasal 21 Perpajakan 2 15/11/2016.
Vhika Meiriasari, S.E, M.Si
SLIDE 12 Penghasilan dan Kredit Pajak dari Luar Negeri serta Kompensasi Kerugian.
PENGHASILAN NETO Atau PENGHASILAN KENA PAJAK
Pajak Penghasilan Final
Pajak Penghasilan (PPh) Badan
KETENTUAN LAIN-LAIN.
OBJEK PEMOTONGAN PPh PASAL 4 AYAT (2) (BERSIFAT FINAL)
PAJAK PENGHASILAN FINAL
AKUNTANSI PAJAK UNTUK UTANG PAJAK Hafiez Sofyani, M.Sc.
PPh Pot-Put PPh Pemotongan dan Pemungutan
OLEH: IIM IBRAHIM NUR, M.AK.
MATERI KULIAH BANGUN GUNA SERAH (BUILD OPERATE AND TRANSFER)
PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN.
PPH PASAL 4 AYAT (2).
Hukum Pajak Pajak Penghasilan (PPh)
PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
MATA KULIAH: PERPAJAKAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Pajak Penghasilan.
PAJAK PENGHASILAN FINAL
PAJAK PENGHASILAN UMUM
PAJAH PENGHASILAN FINAL
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 (PPh PASAL 26)
PENGHASILAN NETO Atau PENGHASILAN KENA PAJAK
PERPAJAKAN UNTUK DOKTER Arif Muhlasin. ISU PERPAJAKAN  Kenaikan Target Pajak sebesar 600 T minimal 1250 T  Pegawai pajak baru mendapat suntikan “vitamin”
PPh Pasal 23 Pengertian: Pajak atas penghasilan sehubungan dengan penghasilan dari modal dalam tahun takwim melalui pemungutan pihak ketiga, berdasarkan.
OBJEK DAN NON OBJEK PAJAK PENGHASILAN
PPh PAJAK PENGHASILAN.
Pajak Penghasilan Pasal 24
Aspek Perpajakan Badan Penyelenggara Pemilu Ad Hoc
Transcript presentasi:

Pajak Penghasilan

Penghasilan Yang Dikenakan PPh Final

P h F I N A L Pertimbangan antara lain: dorongan perkembangan investasi & tabungan masy., kesederhanaan dalam pemungutan pajak, berkurangnya beban administrasi bg WP maupun DJP, pemerataan dalam pengenaan pajaknya, dan memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter. Penghasilan yang Pengenaan Pajaknya Bersifat Final: Tidak digabungkan dgn Ph yg dikenakan pajak dgn tarif umum. PPh-nya tidak dapat dikreditkan dgn PPh terutang atas PhKP. Biaya yg terkait dg usaha 3M Ph tsb tidak dapat dikurangkan dlm menghitung penghasilan neto. Tarifnya: tarif tersendiri kecuali pesangon, Uang Tebusan Pensiun dan THT/JHT yg diterima sekaligus tarifnya progresif. Pemenuhan kewajiban pajaknya melalui pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak lain dan ada juga yg dibayar sendiri.

PEGENAAN PPh ATAS PENGHASILAN YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK BERSIFAT FINAL Dalam hal penghasilan tidak dikenai PPh yang bersifat final dengan Peraturan Pemerintah tersendiri, atas penghasilan tersebut dikenai PPh berdasarkan tarif sdd Pasal 17 UU PPh. Atas penghasilan yg diterima atau diperoleh Wajib Pajak misalnya yang bergerak di bidang usaha jasa konstruksi dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan Peraturan Pemerintah tersendiri. Dalam hal tidak diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri yang menyatakan bahwa atas penghasilan tersebut dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final, penghasilan tersebut dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif sdd Ps. 17 UU PPh. Ps. 19 PP 94/2010

O B J E K P h F I N A L 1. Penghasilan Tertentu sdd Pasal 4 ayat (2) UU PPh 2. Penghasilan bagi WP Tertentu yg Penghasilan Netonya dihitung dg Norma Penghitungan Khusus (NPK) sdd Pasal 15 UU PPh` 3. Dividen yg diterima oleh WP OP DN yg pengenaan Pajaknya Bersifat Final diatur dlm Pasal 17 ayat (2c) & (2d) UU PPh 4. Penghasilan Berupa Selisih Lebih Revaluasi Aktiva Tetap yg pengenaan Pajaknya Bersifat Final diatur dlm Pasal 19 UU PPh 5. Penghasilan yg Pengenaan Pajaknya Bersifat Final yg diatur dlm Pasal 21 UU PPh 6. Penghasilan yg Pengenaan Pajaknya Bersifat Final yg diatur dlm Pasal 22 UU PPh

Penghasilan Tertentu sdd Ps. 4(2) UU PPh Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (PP 131/2000 tgl 15 Des 2000). Tarif: - 20% bagi WPDN dan BUT - 20% atau tarif berdasarkan P3B bagi WPLN selain BUT dari jumlah bruto.

Penghasilan Tertentu sdd Ps. 4(2) UU PPh Bunga Obligasi (PP 16/2009 tgl 9 Feb 2009). Tarif: 1) bunga dari obligasi dengan kupon sebesar: - 15% bagi WPDN dan BUT - 20% atau tarif berdasarkan P3B bagi WPLN selain BUT dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi. 2) diskonto dari obligasi dengan kupon sebesar: - 20% atau tarif berdasarkan P3B bagi WPLN selain BUT dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan.

Penghasilan Tertentu sdd Ps. 4(2) UU PPh Bunga Obligasi (PP 16/2009 tgl 9 Feb 2009). Tarif: 3) diskonto dari obligasi tanpa bunga sebesar: - 15% bagi WPDN dan BUT - 20% atau tarif berdasarkan P3B bagi WPLN selain BUT dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi. 4) bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan sebesar: - 0% (nol persen) untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010, - 5% (lima persen) untuk tahun 2011 sampai dengan thn 2013, - 15% (lima belas persen) untuk tahun 2014 dan seterusnya.

Penghasilan Tertentu sdd Ps. 4(2) UU PPh c. Diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN) (PP 27/2008 tgl 4 Apr 2008). Tarif : - 20% bagi WP DN dan BUT - 20% atau tarif sesuai ketentuan P3B bagi WP penduduk/ berkedudukan di luar negeri dari diskonto SPN.

Penghasilan Tertentu sdd Ps. 4(2) UU PPh d. Bunga Simpanan yg Dibayarkan oleh Koperasi kpd Anggota Koperasi Orang Pribadi (PP 15/2009 tgl 9 Feb 2009). Tarif: - 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp240.000,00 per bulan, - 10% dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp 240.000,00 per bulan.

Penghasilan Tertentu sdd Ps. 4(2) UU PPh e. Hadiah Undian (PP 132/2000, tgl 15 Des 2000). Tarif : 25% dari jumlah bruto hadiah undian.

Penghasilan Tertentu sdd Ps. 4(2) UU PPh Penghasilan dr Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek (PP 41/1994, tgl 23 Des 1994 stdd PP 14/1997, tgl 29 Mei 1997). Tarif : - 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan. Bagi Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan: - 0,5% dari nilai saham perusahaan pada saat penutupan bursa di akhir tahun 1996. Dalam hal saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari 1997, maka nilai saham ditetapkan sebesar harga saham pada saat penawaran umum perdana.

Penghasilan Tertentu sdd Ps. 4(2) UU PPh g. Penghasilan dr Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yg Diperdagangkan di Bursa (PP 17/2009, tgl 9 Feb 2009). Tarif: 2,5% dari margin awal. Sudah tidak berlaku, dicabut dengan PP 31/2011

Penghasilan Tertentu sdd Ps. 4(2) UU PPh h. Penghasilan Perusahaan Modal Ventura dr Transaksi Penjualan Saham atau Pengalihan Penyertaan Modal pd Perusahaan Pasangan Usahanya (PP 4/1995 tgl 8 Feb 1995). Tarif: 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal. Dalam hal transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal tersebut dilakukan melalui bursa efek, maka pengenaan Pajak Penghasilannya dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek.

Penghasilan Tertentu sdd Ps. 4(2) UU PPh Penghasilan dr Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (PP 48/1994 tgl 27 Des 1994 stdd PP 27/1996 tgl 16 Apr 1996, PP 79/1999 tgl 30 Sep 1999 dan PP 71/2008 tgl 4 Nov 1998). Tarif : 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan.

Penghasilan Tertentu sdd Ps. 4(2) UU PPh Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi (PP 51/2008 tgl 20 Jul 2008 stdd PP 40/2009 tgl 4 Jun 2009). Tarif : a. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil; b. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha; c. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b; d. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan e. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

Dikenai PPh bersifat final JASA KONSTRUKSI Dikenai PPh bersifat final Pelaksana Konstruksi Perencana/Pengawas Konstruksi Mempunyai klasifikasi usaha Tdk mempunyai Klasifikasi usaha Mempunyai klasifikasi usaha Tdk mempunyai Klasifikasi usaha Kecil Selain Kecil Tarif 4 % 6 % 2 % 3 % 4 %

Penghasilan Tertentu sdd Ps. 4(2) UU PPh k. PPh atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (PP 29/1996 tgl 18 Apr 1996 stdd PP 5/2002 tgl 23 Mar 2002). Tarif : 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.

Penghasilan Tertentu sdd Ps. 4(2) UU PPh k. PPh atas Penghasilan UMKM (PP 46/2013 tgl 12 Juni 2013, PMK no. 107/PMK.011/2013, SE -46 /PJ / 2013 Tarif : 1% dari penghasilan bruto.

Penghasilan bagi WP Tertentu yg Penghasilan Netonya dihitung dg NPK sdd Pasal 15 UU PPh a. Penghasilan Perusahaan Pelayaran DN (KMK no. 416/ KMK.04/1996 tgl 14 Juni 1996). Tarif : 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final. Peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya.

Penghasilan bagi WP Tertentu yg Penghasilan Netonya dihitung dg NPK sdd Pasal 15 UU PPh b. Penghasilan Perusahan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri (KMK no. 417/KMK.04/1996 tgl 14 Juni 1996). Tarif: 2,64% dari peredaran bruto dan bersifat final. Peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.

Penghasilan bagi WP Tertentu yg Penghasilan Netonya dihitung dg NPK sdd Pasal 15 UU PPh c. Bentuk Usaha Tetap Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia (KMK no. 634/KMK.04/1994 tgl 1 Jan 1995). Tarif : 0,44% dari nilai ekspor bruto dan bersifat final. Yang dimaksud dengan nilai ekspor bruto adalah semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Penghasilan bagi WP Tertentu yg Penghasilan Netonya dihitung dg NPK sdd Pasal 15 UU PPh d. PPh atas Penghasilan Berupa Bangunan yang Diserahkan oleh Investor Kepada Pemegang Hak Atas Tanah Orang Pribadi Setelah Masa Perjanjian Bangun Guna Serah Berakhir (PP 47/1994 tgl 27 Des 1994 dan KMK no. 248/KMK.04/1995 tgl 2 Jun 1995). Tarif: 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai yang tertinggi antara nilai pasar dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) bangunan yang bersangkutan.

Dividen yg diterima oleh WP OP DN yg pengenaan Pajaknya Bersifat Final diatur dlm Pasal 17 ayat (2c) dan (2d) UU PPh (PP 19/2009 tgl 9 Feb 2009) Besarnya tarif: 10%.

Penghasilan Berupa Selisih Lebih Revaluasi Aktiva Tetap yg pengenaan Pajaknya Bersifat Final diatur dlm Pasal 19 UU PPh (PMK no. 79/PMK.03/2008 tgl 23 Mei 2008) Besarnya tarif: 10% dari selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal.

Penghasilan yg Pengenaan Pajaknya Bersifat Final yg diatur dlm Pasal 21 UU PPh Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus (PP no. 68/2009 tgl 16 Nov 2009). Uang Pesangon Tarif: - sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), - sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), - sebesar 15% (lima belas persen) atas penghasilan bruto di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), - sebesar 25% (dua puluh lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).

Penghasilan yg Pengenaan Pajaknya Bersifat Final yg diatur dlm Pasal 21 UU PPh   a. Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus (PP no. 68/2009 tgl 16 Nov 2009). Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua Tarif: - sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah), - sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Penghasilan yg Pengenaan Pajaknya Bersifat Final yg diatur dlm Pasal 21 UU PPh b. Honorarium dan Imbalan lain yang Diterima Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI/Polri (PP No. 80/2010) Besarnya tarif:   - 0% bagi PNS Gol I dan II, TNI / POLRI Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya - 5% bagi PNS Gol III, TNI/ POLRI Perwira Pertama, dan pensiunannya -15% bagi PNS Gol IV, TNI/POLRI Perwira Menengah dan Tinggi/Pensiunan

Penghasilan yg Pengenaan Pajaknya Bersifat Final yg diatur dlm Pasal 22 UU PPh Penjualan BBM, BBG dan Pelumas kepada Penyalur/Agen (PMK No. 154/PMK.03/2010 tanggal 31 Agustus 2010) 1. Bahan Bakar Minyak sebesar: a. 0,25% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada SPBU Pertamina; b. 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada SPBU bukan Pertamina dan Non SPBU; 2. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN; 3. Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN.

Norma Penghitungan Khusus (NPK)

Pasal 15 UU PPh NPK untuk menghitung Penghasilan netto dari WP tertentu yg tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) ditetapkan Menteri Keuangan. Ketentuan ini mengatur tentang NPK untuk golongan WP tertentu, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah ("build, operate, and transfer").

Perusahaan Pelayaran DN (KMK no. 416/KMK.04/1996) Ph Neto = 4% x Peredaran Bruto. Tarif PPh Final Ps.15 = 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final. Peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya.

Perusahan Pelayaran dan/atau Penerbangan LN < KMK No. 417/KMK Ph Neto = 6% x Peredaran Bruto. Tarif PPh Final Ps.15 = 2,64% dari peredaran bruto dan bersifat final. Peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.

BUT Kantor Perwakilan Dagang < KMK No. 634/KMK.04/1994 > Ph Neto = 1% x Nilai Ekspor Bruto Tarif PPh Final Ps.15 = 0,44% dari nilai ekspor bruto dan bersifat final. Yang dimaksud dengan nilai ekspor bruto adalah semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Batas waktu pelaporan dan penyetoran Tanggal Penyetoran Tanggal Pelaporan PPh Pasal 21 Paling lama tgl 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir Paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir PPh Pasa 22 Bendahara Disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran Paling lama 14 hari setelah masa pajak berakhir PPh Pasal 22 yang dipungut DJBC Disetor dalam 1 hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak Paling lama hari kerja terakhir minggu berikutnya PPh Pasal 22 migas, Industri barang mewah, Pedagang Pengumpul Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir

PPh Pasal 23 Paling lama tgl 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir Paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir PPh Pasal 4 (2) pemotongan Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak Berakhir PPh Pasal 4 (2) disetor sendiri Paling lama tgl 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir PPh Pasal Pasal 15 Pemotongan Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir PPh Pasal 15 disetor sendiri Paling lama tgl 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir PPh Pasal 26 Paling tanggal 10 bulan berikuitnya setelah masa pajak berakhir

Kredit Pajak Luar Negeri

Pasal 24 UU PPh (1) Pajak yg dibayar atau terutang di LN atas Ph dari LN yg diterima atau diperoleh WP DN boleh dikreditkan terhadap pajak yg terutang berdasarkan UU ini dalam tahun pajak yg sama. (2) Besarnya kredit pajak sdp ayat (1) adalah sebesar PPh yg dibayar atau terutang di LN tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yg terutang berdasarkan UU ini. (5) Apabila pajak atas Ph dari LN yg dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yg terutang menurut UU ini harus ditambah dengan jumlah tsb pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan. (6) Ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan pajak atas Ph dari LN diatur dengan atau berdasarkan PMK. (KMK No. 164/KMK.03/2002)

Penghitungan pajak atas dividen tsb adalah sbb.: Pajak atas penghasilan yg dibayar atau terutang di LN yg dapat dikreditkan terhadap pajak yg terutang di Indonesia hanyalah pajak yg langsung dikenakan atas penghasilan yg diterima atau diperoleh WP. Contoh: PT A di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc. di Negara X. Z Inc. tsb dalam tahun 1995 memperoleh keuntungan sebesar US$100,000.00. Tarif PPh yg berlaku di negara X adalah 48% dan Pajak Dividen adalah 38%. Penghitungan pajak atas dividen tsb adalah sbb.: Keuntungan Z Inc US$ 100,000.00 PPh (Corporate income tax) atas Z Inc.: (48%) US$ 48,000.00 (-) US$ 52,000.00 Pajak atas dividen (38%) US$ 19,760.00 (-) Dividen yg dikirim ke Indonesia US$ 32,240.00   Penjelasan Ps.24 (1) UU PPh

KMK 164/KMK.03/2002 Penggabungan Ph yg berasal dari LN dilakukan sbb.: untuk Ph dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tsb; untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tsb; untuk Ph berupa dividen sdd Pasal 18 ayat (2) UU PPh, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan deviden tsb ditetapkan sesuai dengan KMK. Ps.1 ayat (2)

PMK 256/PMK.03/2008 Saat diperolehnya dividen oleh WPDN atas penyertaan modal pada badan usaha di LN selain badan usaha yg menjual sahamnya di bursa efek adalah: a. pada bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh badan usaha di LN tsb untuk tahun pajak ybs; atau b. pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir apabila badan usaha di LN tsb tidak memiliki kwajiban untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh atau tidak ada ketentuan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh. Pasal 1

PMK 256/PMK.03/2008 WP DN sdd Pasal 1 adalah WP DN yg: a. memiliki penyertaan modal paling rendah 50% dari jumlah saham yg disetor pada badan usaha di LN; atau b. secara bersama-sama dengan WP DN lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% dari jumlah saham yg disetor pada badan usaha di LN. Pasal 2

KMK 164/KMK.03/2002 Contoh 1: PT. A di Jakarta dalam tahun pajak 2001 menerima dan memperoleh Ph neto dari sumber LN sbb.: a. Hasil usaha di Singapura dalam tahun pajak 2001 sebesar Rp800.000.000,00; b. Dividen atas pemilikan saham pada "X Ltd." di Australia sebesar Rp200.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan tahun 1998 yg ditetapkan dalam rapat pemegang saham tahun 2000 dan baru dibayar dalam tahun 2001; c. Dividen atas penyertaan saham sebanyak 70% pada "Y Corporation" di Hongkong yg sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebesar Rp75.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan tahun 2000 yg berdasarkan KMK ditetapkan diperoleh tahun 2001; d. Bunga kwartal IV tahun 2001 sebesar Rp 100.000.000,00 dari "Z Sdn Bhd" di Kuala Lumpur  yg baru akan diterima bulan Juli 2002.  Ph dari LN mana yang digabungkan dengan Ph DN dalam tahun pajak 2001? Ph dari sumber LN yg digabungkan dg Ph DN dlm tahun pajak 2001 adalah Ph pada huruf a, b, dan c, sedangkan Ph pada huruf d digabungkan dg Ph DN dlm tahun pajak 2002.

KMK 164/KMK.03/2002 Contoh 2: PT A di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001 sebagai berikut:  Penghasilan dalam negeri  Rp. 1.000.000.000,00 Penghasilan luar negeri  Rp. 1.000.000.000,00 (dengan tarif pajak 20%)   Penghitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut: 1.  Penghasilan luar negeri  Rp.1.000.000.000,00 Penghasilan dalam negeri  Rp.1.000.000.000,00 (+) Jumlah penghasilan neto  Rp.2.000.000.000,00 2.  Apabila jumlah Penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka sesuai tarif Pasal 17, Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp.582.500.000,00 3.  Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah :  Rp. 1.000.000.000,00/Rp. 2.000.000.000,00 X Rp. 582.500.000,00 = Rp.291.250.000,00 Oleh karena batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar Rp 291.250.000,00 lebih besar dari jumlah pajak luar negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri yaitu sebesar Rp. 200.000.000,00 maka jumlah kredit pajak luar negeri yang di perkenankan adalah sebesar Rp. 200.000.000,00.   

KMK 164/KMK.03/2002 Contoh 3: PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001 sebagai berikut :  Penghasilan dari usaha diluar negeri  Rp.1.000.000.000,00 Rugi usaha di dalam negeri  (Rp.  200.000.000,00) Pajak atas Penghasilan di luar negeri misalnya 40% = Rp.400.000.000,00 Penghitungan maksimum kredit pajak luar negeri serta pajak terutang adalah sbb.:  1.  Penghasilan usaha luar negeri  Rp.1.000.000.000,00 Rugi usaha dalam negeri  (Rp.  200.000.000,00) Jumlah penghasilan neto  Rp.   800.000.000,00 2.  Apabila jumlah Penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka sesuai tarif Pasal 17, Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp.222.500.000,00. 3.  Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah :  Rp. 1.000.000.000,00/Rp.   800.000.000,00 X Rp. 222.500.000,00 = Rp.278.125.000,00 Oleh karena pajak yang dibayar diluar negeri dan batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan masih lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, maka kredit pajak luar negeri yang diperkenankan untuk dikreditkan dalam penghitungan Pajak Penghasilan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang yaitu Rp.222.500.000,00.  (yg dimaksud Ps. 24(2) UU PPh)

KMK 164/KMK.03/2002 Contoh 4: PT C di Jakarta dalam tahun 2001 memperoleh Ph neto sbb.: Penghasilan dalam negeri  = Rp. 2.000.000.000,00 Penghasilan dari negara X (dengan tarif pajak 40%) = Rp. 1.000.000.000,00 - Penghasilan dari negara Y (dengan tarif pajak 30%) = Rp. 2.000.000.000,00 (+) Jumlah penghasilan neto  = Rp. 5.000.000.000,00 Apabila Ph neto sama dengan PhKP, maka PPh terutang menurut tarif Pasal 17 sebesar Rp.1.482.500.000,00. Batas maksimum kredit pajak luar negeri setiap negara adalah :  a. Untuk negara X =  Rp. 1.000.000.000,00/Rp. 5.000.000.000,00 X Rp.1.482.500.000,00 = Rp. 296.500.000,00 Pajak yg terutang di LN Rp.400.000.000,00 lebih besar dari batas maksimum kredit pajak , maka jumlah kredit yg diperkenankan hanya Rp.296.500.000,00.  b. Untuk negara Y =  Rp. 2.000.000.000,00/Rp. 5.000.000.000,00 X Rp.1.482.500.000,00 = Rp.593.000.000,00 Pajak yg terutang di LN Rp.600.000.000,00 lebih besar dari batas maksimum kredit pajak an, maka jumlah kredit pajak yang diperkenankan adalah Rp.593.000.000,00. Jadi, KPLN = Rp .296.500.000,00 + Rp.593.000.000,00   

KMK 164/KMK.03/2002 Contoh 5: PT B di Jakarta memperoleh Ph neto dalam tahun 2001 sbb.: a. di negara X, memperoleh Ph (laba) Rp. 1.000.000.000,00, dengan tarif pajak sebesar 40% (Rp. 400.000.000,00); b. di negara Y, memperoleh Ph (laba) Rp. 3.000.000.000,00, dengan tarif pajak sebesar 25% (Rp. 750.000.000,00); c. di negara Z, menderita kerugian Rp. 2.500.000.000,00, d. Penghasilan usaha di dalam negeri Rp. 4.000.000.000,00.   Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut : 1.Penghasilan Luar negeri :  a. laba di negara X = Rp. 1.000.000.000,00  b. laba di negara Y =Rp. 3.000.000.000,00  c.laba di negara Z =Rp. - - - - - - - - - - - - - (+)  d. Jumlah penghasilan luar negeri = Rp. 4.000.000.000,00 2. Penghasilan dalam negeri = Rp. 4.000.000.000,00 3. Jumlah penghasilan neto adalah = Rp. 8.000.000.000,00 4. PPh terutang (menurut tarif Pasal 17) = Rp. 2.382.500.000,00   

Kerugian yang diderita di luar negeri tidak dikompensasikan. KMK 164/KMK.03/2002 Contoh 5 (lanjutan): 5. Batas maksimum kredit pajak luar negeri untuk masing-masing negara adalah :   a. Untuk negara X = Rp. 1.000.000.000,00/Rp. 8.000.000.000,00 X Rp. 2.382.500.000,00 = Rp. 297.812.500,00  Pajak yg terutang di negara X sebesar Rp. 400.000.000,00, namun maksimum kredit pajak adalah Rp.297.812.500,00. b. Untuk negara Y = Rp. 3.000.000.000,00/Rp. 8.000.000.000,00 X Rp.2.382.500.000,00 = Rp. 893.437.500,00 Pajak yg terutang di negara Y = Rp. 750.000.000,00, maka maksimum kredit pajak adalah Rp.750.000.000,00. Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah :  Rp.297.812.500,00 + Rp. 750.000.000,00 = Rp. 1.047.812.500,00    Kerugian yang diderita di luar negeri tidak dikompensasikan.

KMK 164/KMK.03/2002 Contoh 6: (Th Pajak 2001) 1. Penghasilan luar negeri (SPT) Rp. 1.000.000.000,00 2. Penghasilan dalam negeri Rp. 2.000.000.000,00 3. Penghasilan luar negeri (setelah dikoreksi di luar negeri) Rp. 2.000.000.000,00 4. Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri misalnya 40% 5. PPh Pasal 25 yang dibayar Rp. 500.000.000,00 6. PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah sbb.: SPT: Penghasilan luar negeri Rp. 1.000.000.000,00 Penghasilan dalam negeri Rp. 2.000.000.000,00 3. Penghasilan Kena Pajak  Rp. 3.000.000.000,00 4. PPh terutang  Rp. 882.500.000,00 5. Kredit Pajak Luar Negeri :  1.000.000.000,00/3.000.000.000,00 X 882.500.000,00 Rp. 294.166.667,00 6. PPh harus dibayar Rp. 588.333.333,00 7. PPh Pasal 25  Rp. 500.000.000,00 8. PPh Pasal 29  Rp.  88.333.333,00  

KMK 164/KMK.03/2002 Contoh 6 (lanjutan): SPT Pembetulan: Penghasilan luar negeri Rp. 2.000.000.000,00 Penghasilan dalam negeri Rp. 2.000.000.000,00 3. Penghasilan Kena Pajak  Rp. 4.000.000.000,00 4. PPh terutang  Rp.1.182.500.000,00 5. Kredit Pajak Luar Negeri :  1.000.000.000,00/4.000.000.000,00 X 1.182.500.000,00 Rp. 591.250.000,00 6. PPh harus dibayar Rp. 591.250.000,00 7. PPh Pasal 25  Rp. 500.000.000,00 8. PPh Pasal 29  Rp.  88.333.333,00 9. Masih harus dibayar Rp. 2.916.667,00   Terhadap PPh yang masih harus dibayar sebesar Rp 2.916.667,00 tidak ditagih bunga.

KMK 164/KMK.03/2002 Contoh 7: (Th Pajak 2001) 1. Penghasilan luar negeri (SPT) Rp. 1.000.000.000,00 2. Penghasilan dalam negeri Rp. 2.000.000.000,00 3. Penghasilan luar negeri (setelah dikoreksi di luar negeri) Rp. 500.000.000,00 4. Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri misalnya 40% 5. PPh Pasal 25 yang dibayar Rp. 500.000.000,00 6. PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah sbb.: SPT: Penghasilan luar negeri Rp. 1.000.000.000,00 Penghasilan dalam negeri Rp. 2.000.000.000,00 3. Penghasilan Kena Pajak  Rp. 3.000.000.000,00 4. PPh terutang  Rp. 882.500.000,00 5. Kredit Pajak Luar Negeri :  1.000.000.000,00/3.000.000.000,00 X 882.500.000,00 Rp. 294.166.667,00 6. PPh harus dibayar Rp. 588.333.333,00 7. PPh Pasal 25  Rp. 500.000.000,00 8. PPh Pasal 29  Rp.  88.333.333,00  

KMK 164/KMK.03/2002 Contoh 7(lanjutan): SPT Pembetulan: Penghasilan luar negeri Rp. 500.000.000,00 Penghasilan dalam negeri Rp. 2.000.000.000,00 3. Penghasilan Kena Pajak  Rp. 2.500.000.000,00 4. PPh terutang  Rp. 732.500.000,00 5. Kredit Pajak Luar Negeri :  500.000.000,00/2.500.000.000,00 X 732.500.000,00 Rp. 146.500.000,00 6. PPh harus dibayar Rp. 586.000.000,00 7. PPh Pasal 25  Rp. 500.000.000,00 8. PPh Pasal 29  Rp.  88.333.333,00 9. Lebih dibayar Rp. 2.333.333,00   Pajak Penghasilan yang lebih dibayar sebesar Rp.2.333.333,00 dapat diminta kembali setelah diperhitungkan dengan utang pajak yang lain.  

Petunjuk Pengisian SPT Form 1770 Contoh 8: Wajib Pajak X (laki-laki, menikah, 2 anak) memperoleh penghasilan neto dalam negeri selama tahun 2010 sebesar Rp125.000.000,00 dan juga memperoleh penghasilan neto dari Singapura berupa dividen sebesar Rp25.000.000,00. Pajak yang telah dipotong di Singapura sebesar Rp3.750.000,00. PPh Pasal 24 yang boleh dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh WP OP Tahun 2010 adalah sebagai berikut : Jumlah penghasilan neto ................................................................... Rp150.000.000,00 PTKP (K/2) .......................................................................................... Rp 19.800.000,00 (-) Penghasilan Kena Pajak ..................................................................... Rp130.200.000,00 PPh terutang berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh : 5% x Rp50.000.000,00 ............................................................... Rp 2.500.000,00 15% x Rp80.200.000,00 ............................................................... Rp 12.030.000,00 (+) Jumlah .......................................................................................... Rp 14.530.000,00 Batas maksimal PPh Pasal 24 yang boleh dikreditkan: Rp 25.000.000,00/Rp130.200.000,00 x Rp14.530.000,00 = Rp2.789.939,00 PPh Pasal 24 yang boleh dikreditkan: Rp2.789.939,00

TERIMA KASIH & SUKSES SELALU Bersama Anda membangun Bangsa