PERATURAN PEMERINTAH NO.46 TAHUN 2013
PPh Pasal 4 ayat (2) , bersifat FINAL Aspek Perpajakan Sesuai Peraturan Pemerintah No.46 tahun 2013 Bayar Pajak Cuma 1% dari Omzet! PPh Pasal 4 ayat (2) , bersifat FINAL
Maksud dan Tujuan kebijakan terkait dengan pemberlakuan PP No Maksud dan Tujuan kebijakan terkait dengan pemberlakuan PP No.46 tahun 2013 ini Maksud : a. Untuk memberikan kemudahan dan penyederhanaan atauran perpajakan b. Mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi c. Mengedukasi masyarakat untuk transparansi d. Memberikan kesempatan masyarakat untuk berkonstribusi dalam penyelenggaraan negara. Tujuan : a. Kemudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan b. Meningkatkan pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi masyarakat c. Terciptanya kondisi kontrol sosial dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Obyek Pajak apa saja yang dikenai Pajak Penghasilan Berdasarkan ketentuan PP Nomor 46 Tahun 2013 ? Adalah Penghasilan dari USAHA yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp. 4,8 miliar dalam 1 tahun pajak. Peredaran bruto (omzet) merupakan penghasialn semua gerai/counter/outlet atau sejenisnya baik pusat maupun cabangnya.
1% dari jumlah peredaran bruto (omzet) Pajak yang terutang dan harus dibayar adalah : 1% dari jumlah peredaran bruto (omzet) Catatan : USAHA meliputi usaha dagang, industri, dan jasa seperti toko/kios/los kelontong, pakaian, elektronik, bengkel, penjahit, warung/rumah makan, salon dan usaha lainnya.
Obyek Pajak apa saja yang TIDAK dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan PP Nomor 46 tahun 2013 ? Obyek Pajak yang tidak dikenai PPh ini harus memenuhi kriteria sbb: Penghasilan dari Jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas , seperti : dokter, advokat/pengacara, akuntan, notaris, PPAT, arsitek, pemain musik, pembawa acara, dan sebagaimana diuraikan dalam penjelasan PP tersebut ; Penghasilan dari usaha yang dikenai PPh Final (Pasal 4 ayat 2) seperti : sewa kamar kos, sewa rumah, jasa konstruksi (perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan), PPh usaha migas, dan lain sebagainya yang diatus berdasarkan Peraturan Pemerintah tersendiri; Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Luar Negeri; Penghasilan yang dikecualikan sebagai obyek pajak. Catatan : Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender, kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Siapa yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan PP Nomor 46 tahun 2013 ? Yang dikenai Pajak Penghasilan sesuai PP No.46 Tahun 2013 adalah: Orang Pribadi ; Badan , tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) . Badan yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp. 4,8 miliar dalam satu (1) tahun pajak. Siapa yang TIDAK dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan PP Nomor 46 tahun 2013 ? Yang tidak dikenai Pajak Penghasilan sesuai PP No.46 Tahun 2013 : Orang Pribadi , yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang menggunakan sarana yang dapat dibongkar pasang dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum. Misalnya : pedagang keliling, pedagang asongan, warung tenda di area kaki-lima dan sejenisnya.
b. Badan yang belum beroperasi secara komersial , atau yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto (omzet) melebihi Rp. 4,8 miliar. Catatan : Orang Pribadi atau Badan yang diterangkan diatas, wajib melaksanakan ketentuan perpajakan sesuai dengan UU KUP maupun UU PPh secara umum.
PPh Pasal 4 ayat (2) , bersifat FINAL Termasuk dalam jenis Pajak Penghasilan apakah ketentuan PP No. 46 tahun 2013 ? Pajak Penghasilan yang diatur oleh PP Nomor 46 Tahun 2013 termasuk dalam : PPh Pasal 4 ayat (2) , bersifat FINAL setoran bulanan dimaksud merupakan PPh Pasal 4 ayat (2) , bukan PPh Pasal 25. Jika penghasilan semata-mata dikenai PPh final , tidak wajib PPh Pasal 25.
Kode Akun Pajak : 411128 Kode jenis Setoran : 420 Bagaimana penyetoran dan pelaporan PPh sesuai ketentuan PP Nomor 46 tahun 2013 ? Penyetoran paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Jika SSP sudah divalidasi NTPN (nomor perbankan-14 digits), Wajib Pajak tidak perlu melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) , karena dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai tanggal validasi NTPN. Penyetoran dimaksud dengan mencantumkan kode pada SSP sebagai berikut : Kode Akun Pajak : 411128 Kode jenis Setoran : 420 Penghasilan yang dibayar berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 , dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak final dan/atau bersifat final.
CONTOH Agus Hidayat , menjalankan usaha bengkel reparasi motor sekaligus menjual suku cadangnya. Telah terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak tahun 2009 dan memiliki dua (2) buah bengkel yang berada di wilayah yang berbeda, yakni bengkel A terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak A dan bengkel B terdaftar di KPP B. Berdasarkan pencatatan selama tahun 2013 masing-masing bengkel tersebut memiliki peredaran bruto sbb : Peredaran bruto bengkel A = Rp. 300.000.000 Peredaran bruto bengkel B = Rp. 450.000.000 Karena total peredaran bruto bengkel A dan bengkel B selama tahun 2013 kurang dari Rp. 4,8 miliar , maka atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh Agus Hidayat pada tahun 2014 dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 1% dari peredaran bruto.
Misalkan pada bulan Januari 2014, Agus Hidayat memperoleh peredaran bruto dari bengkel A sebesar Rp. 10.000.000 , dan dari bengkel B sebesar Rp. 15.000.000 , maka paling lambat pada tanggal 17 Februari 2014 (karena tanggal 15 Februari jatuh pada hari Sabtu) , Agus Hidayat wajib menyetorkan PPh yang bersifat final sebesar : a. Bengkel A PPh = 1% x Rp. 10.000.000 = Rp. 100.000 (dilaporkan ke KPP X) b. Bengkel B PPh = 1% x Rp. 150.000.000 = Rp. 150.000 (dilaporkan ke KPP Y) Pada bulan Maret 2014 sebuah perusahaan swasta bernama PT. Amira Ekspedisi melakukan perawatan dan reparasi 5 motor miliknya ke bengkel A milik Agus Hidayat. Tagihan biaya yang dibuat atas jasa perawatan dan reparasi 5 motor sebesar Rp. 1.500.000. Atas tagihan tersebut PT. Amira Ekspedisi melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% x Rp. 1.500.000 = Rp. 30.000. Namun demikian , jika Agus Hidayat telah mendapatkan SKB (Surat Keterangan Bebas) dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang dikeluarkan oleh KPP X , maka atas pembayaran tagihan tersebut tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT. Amira Ekspedisi.
2. Irine Paramitha , menjalankan usaha butik pakaian di kota Batam dan di Singapura. Telah terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak tahun 2010 dan terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak X . Berdasarkan pencatatan selama tahun 2013 masing-masing butik tersebut memiliki peredaran bruto sbb : Peredaran bruto butik di Batam = Rp. 3.000.000.000 Peredaran bruto butik di Singapura = Rp. 5.000.000.000 Peredaran bruto yang dijadikan dasar pengenaan PPh yang bersifat final adalah jumlah peredaran bruto atas butik di kota Batam yaitu sebesar Rp. 3.000.000.000. Sedangkan penghasilan dari butik di Singapura tidak diperhitungkan dalam menghitung batasan peredaran bruto yang dapat dikenakan PPh bersifat final. 3. CV. Cakar Beton bergerak dibidang penjualan bahan bangunan khususnya besi dan semen, selain itu juga aktif memberikan jasa konstruksi bangunan. Jumlah penghasilan usaha selama tahun 2013 adalah sbb : Penjualan bruto bahan bangunan = Rp. 3.500.000.000 Jasa konstruksi bangunan = Rp. 2.000.000.000 Total peredaran bruto CV. Cakar Beton adalah sebesar Rp.5.500.000.000. Adapun peredaran bruto yang dijadikan dasar pengenaan PPh yang bersifat final (1% dari omzet) adalah jumlah peredaran bruto dari usaha penjualan bahan bangunan sebesar Rp. 3.500.000.000. Sedangkan penghasilan dari jasa konstruksi bangunan dikenakan PPh yang bersifat final dengan ketentuan Peraturan Pemerintah tersendiri.
TERIMA KASIH