UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di sampaikan oleh Dwi Yudo Siswanto ,Skom,MMSI Kabid PAT-PTI Dishubkominfo
Kebebasan Berekspresi dalam Hukum Teknologi Informasi dan Komunikasi telah mengubah perilaku dan pola hidup masyarakat secara global. Perkembangan teknologi informasi telah pula menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, budaya, ekonomi, dan pola penegakan hukum yang secara signifikan berlangsung demikian cepat Dengan kehadiran Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta UU tentang kebebasan Informasi Publik (UU KIP). Tentu, dalam konteks pendekatan hukum yakni dalam bentuk tersedianya hukum positif akan memberi jaminan adanya kepastian hukum dan sebagai landasan penegakan hukum (law enforcement) jika terjadi pelanggaran.
Kebebasan Berekspresi dalam Hukum UU ITE untuk melindungi kepentingan perorangan, masyarakat, properti/bisnis dan pemerintahan. Demikian juga UU KIP yang memberikan keleluasaan masyarakat untuk memperoleh informasi sesuai dengan yang dibutuhkan dan kepentingan masing-masing. Peran pemerintah adalah untuk memfasilitasi implementasi kedua undang-undang tersebut.
Kebebasan Berekspresi dalam Hukum Permasalahan hukum dihadapi, ketika terkait dg penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam pembuktian dan terkait dg perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik (sistem komputer dalam arti luas). Seperti : kegiatan yang tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet.
UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Ketika undang-undang ini diberlakukan timbul pro dan kontra dari beberapa komponen masyarakat yang menyikapi beberapa pasal yang dianggap masih bermasalahan. Sebenarnya kehadiran UU ITE dan UU KIP dalam konteks pendekatan hukum adalah dalam bentuk tersedianya hukum positif sudah barang tentu akan memberi jaminan adanya kepastian hukum dan sebagai landasan penegakan hukum (law enforcement) jika terjadi pelanggaran.
Kebebasan Berekspresi dalam Hukum Dalam Hukum Nasional UUD’45 Pasal 28 E (3): Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat Pasal 28 F Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia UU HAM (UU No. 39 Th. 1999) Pasal 14 Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia. Pasal 32 Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat termasuk hubungan komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
UU ITE,UU KIP vs HAM UU ITE telah jelas tidak mengakui perhormatan, pemajuan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia, dan mengabaikan UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mewajibkan agar setiap materi muatan peraturan perundang-undangan menceminkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia. Dalam Konsideran Mengingat UU ITE sama sekali tidak mencantumkan ketentuan apapun tentang Hak Asasi Manusia, UU ITE ini juga tidak mempunyai kejelasan tujuan yang hendak dicapai sebagaimana yang disyaratkan dalam UU No 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. UU ini telah jauh melenceng dari misi awalnya yang hendak melindungi perdagangan dan transaksi elektronik. UU ITE malah melangkah jauh dengan mencampuri hak-hak sipil yang merupakan bagian dari kebebasan dasar yang harus dapat dinikmati oleh setiap orang yaitu kemerdekaan berpendapat.
UU ITE,UU KIP vs HAM Setidaknya ada beberapa ketentuan dalam UU ITE yang berpotensi mengancam diantaranya Pasal 27 ayat (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. pasal 27 ayat (3) mengenai distribusi atau transmisi informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Pasal 28 (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. Pasal 28 ayat (2) yang menyebutkan, jika sengaja menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan. Setiap orang yang melanggar tiap-tiap pasal itu bisa dihukum penjara enam tahun dan atau denda Rp1 miliar
UU ITE,UU KIP vs HAM dengan: Bandingkanlah: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” (Pasal 28F, UUD 1945 Indonesia, Amandemen ke-2) dan: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia Pasal 14 UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia kemudian, Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (1966) Pasal 19 ayat 2 dengan: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
SOLUSI Mengingat peran pemerintah adalah untuk memfasilitasi implementasi kedua undang-undang tersebut, maka perlu dilakukan sosialisasi secara terus-menerus (ajeg) dengan menggunakan berbagai media yang ada dan itu tidak hanya dilakukan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika saja melainkan dilakukan pula oleh jajaran pemerintahan yang ada di daerah seperti Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika atau dinas-dinas terkait. Disamping itu, pemerintah segera menerbitkan peraturan pelaksananya sebagai panduan pengimplementasikan kedua undang-undang tersebut.
Terimakasih