PENERAPAN KAWASAN PELABUHAN BEBAS DAN PERDAGANGAN BEBAS DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL Ir. Subagyo M.M Staf Ahli Menteri Perdagangan Bidang Iklim Usaha Perdagangan Medan, 9 -10 Agustus 2006
Alur Presentasi Pengertian Kyoto Convention World Trade Organization Penerapan FTZ Undang-undang Nomor 36 dan 37 Tahun 2000
1. Beberapa Pengertian Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas = Free Trade Zone (FTZ) FTZ = Free Trade Area (FTA)? Trade Block (Pakta Perdagangan) = FTA dalam bentuk dan keanggotaan yang besar (NAFTA, EU) Bonded Zone = Kawasan Berikat Special Economic Zone = Kawasan Ekonomi Khusus Industrial Estate = Kawasan Industri Export Processing Zone (EPZ) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
Lanjutan FTZ : Kawasan tertentu (terpisah dari pabean) yang ditetapkan dengan Undang-undang, bebas dari bea masuk, PPN dan Cukai (diatur di Kyoto Convention) FTA : Dua atau lebih wilayah kepabeanan dimana bea masuk dan hambatan perdagangan dihapus atau diturunkan (diatur dalam artikel XXIV WTO) dengan prinsip-prinsip antara lain : a. fasilitasi perdagangan dan tidak menciptakan trade barriers. b. bea masuk dan regulasai teknis tidak boleh lebih ketat dari sebelum pembentukan FTA c. liberalisasi terus berlanjut sesuai ketentuan
Skema Kegiatan Tujuan Pasar 1. Kawasan Industri Ekspor dan lokal Industri 2. Bonded Zone (Kawasan Berikat) Industri dan jasa Lokal dan ekspor 3. Export Processing Zone (EPZ) Manufaktur Ekspor 4. FTZ Barang dan jasa Ekspor 5. Special Economic Industri barang multi pasar Zone (SEZ) dan jasa
2. Kyoto Convention (Indonesia belum meratifikasi) Ruang Lingkup Penyederhanaan dan harmonisasi prosedur kepabeanan sesuai konvensi Negara peserta konvensi ini diperkenankan untuk memberikan fasilitas kepabeanan yang lebih longgar dari yang termuat dalam konvensi ini. Negara peserta konvensi dapat menerapkan pembatasan atau hambatan dengan alasan K3LM
Free Zones (Istilah yang dipakai dalam Kyoto Convention untuk FTZ) Definisi : Free zones means a part of the territory of a contracting party where any goods introduced are generally regarded, insofar as import duties and taxes are concerned, as being outside the custom territory (suatu bagian dari wilayah suatu negara dimana setiap barang yang dibawa masuk ke dalamnya sepanjang menyangkut bea masuk dan pajak, pada umumnya dianggap sebagai berada di luar daerah pabean (definisi ini dipakai dalam UU ttg Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas)
Pokok-pokok Pengaturan Free Zones menurut Kyoto Convention a.l. : UU Nasional boleh mengatur : Persyaratan/pendirian FZ Jenis barang yang boleh masuk diimpor Sifat kegiatan di dalam FZ (penyimpanan, penimbunan, gudang, alih kapal dll) Aparat kepabeanan berhak melakukan pemeriksaan setiap saat Izin pemasukan barang dan pengeluaran barang (dengan pertimbangan moral, ketertiban umum, keamanan, kesehatan, kebersihan, SPS dan perlindungan HKI) Barang untuk konsumsi konsumsi penduduk Kegiatan industri Jangka waktu penyimpanan barang
Pemindahan kepemilikan barang Pokok-pokok Pengaturan Free Zones menurut Kyoto Convention a.l (lanjutan) : Pemindahan barang Pemindahan kepemilikan barang Penghitungan bea masuk dan pajak (apabila ada)
(Menggunakan istilah FTA/Free Trade Area diatur dalam Artikel XXIV) 3. WTO (Menggunakan istilah FTA/Free Trade Area diatur dalam Artikel XXIV) Pokok-pokok aturan FTA Preferential treatment untuk tarif bea masuk dan hambatan perdagangan lainnya (hanya berlaku bagi negara peserta FTA, misal ASEAN, EU, Singapura-USA, USA-Kanada, USA-Meksiko) Wajib mendorong terjadinya fasilitasi perdagangan dan penghapusan hambatan tarif Bea masuk dan regulasi teknis tidak boleh lebih ketat dari sebelum terbentuknya FTA Apabila satu negara menerapkan tarif bea masuk lebih tinggi dari yang telah disepakati, wajib disepakati terlebih dahulu
Kerjasama Multilateral (WTO) vs FTA dan RTA Kerjasama Multilateral berjalan sangat lambat (perundingan di bidang pertanian, trade in goods, Singapore Issues, over fishing, environment, rules, IPR, epidemics dll) Untuk menerobos kebuntuan perundingan multilateral, beberapa negara membentuk FTA dan RTA
FTA tidak terlepas dari RTA (Regional Trade Arrangement atau RTA) Sampai dengan Juli 2005, sudah ada 330 RTA yang dinotifikasi ke WTO, 124 dilaporkan pada masa GATT dan 206 setelah WTO berdiri (1994) Beberapa RTA lain diyakini sudah ada, tapi belum dinotifikasi
4. Penerapan FTZ UU No. 36 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas UU No. 37 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Catatan : Batam bukan FTZ, tapi Kawasan Berikat (Bonded Zone)
UU No. 36 dan 37 Tahun 2000 Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum negara kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk (BM), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan cukai Kesimpulan : Definisi tersebut sejalan dengan Kyoto Convention Pemasukan barang ke FTZ hanya memperoleh fasilitas bebas BM, PPN, PPnBM dan Cukai, sehingga kebijaksanaan perdagangan (tata niaga) tetap berlaku
Potensi Kerawanan Berbagai jenis barang akan masuk ke Sabang dan potensi untuk merembes atau diselundupkan ke daerah pabean Indonesia lainnya Aparat Bea dan Cukai harus memadai dalam melaksanakan tugas
Penutup Istilah Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas mengundang penafsiran yang tidak sesuai dengan makna sebenarnya dari FTZ Perlu pengawasan yang sangat ketat di perbatasan antara FTZ dengan Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL)