PERBANDINGAN TAX TREATY DALAM MODEL OECD, UN, DAN MODEL INDONESIA BY SUHARTINI
OECD (Organization For Economic Cooperation and Dvelopment) MODEL UN (United Nations) OECD (Organization For Economic Cooperation and Dvelopment) Model yang dikembangkan untuk memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang, sehingga prinsip sumber penghasilan tergambar dalam model ini Model yang dikembangkan oleh negara-negara Eropa Barat, prinsip yang digunakan adalah azas pengenaan pajak domisili
MODEL INDONESIA Adalah Model P3B yang merupakan pengembangan dari kedua model tersebut, yaitu UN dan OECD
Pasal 1 (Person covered) tentang orang yang tercakup dalam persetujuan This convention shall apply to persons who are residents of one or both of constracting states. Persetujuan ini berlaku terhadap orang-orang dan badan-badan yang merupakan penduduk salah satu atau kedua negara yang terikat persetujuan . UN maupun OECD model, tidak ada perbedaan . Model Indonesia mengganti istilah convention dengan agreement.Istilah agreement digunakan karena sesuai pengertian bahwa P3B bukanlah perjanjian namun persetujuan.
Pasal 2 (Taxes Covered) tentang pajak-pajak yang tercakup dalam persetujuan UN,OECD, dan Model Indonesia pada umumnya tidak ada perbedaan Model Indonesia mengganti istilah convention dengan agreement Model indonesia pengenaan pajak hanya atas pajak penghasilan dan semua pajak yang dikenakan atas seluruh penghasilan, atau unsur dari penghasilan termasuk pajak atas keuntungan dari pemindahtanganan harta bergerak atau harta tidak bergerak. Negara Indonesia memang tidak mengenakan pajak atas kekayaan, namun jika terdapat tambahan kekayaan neto lainnya sesuai pasal 4 ayat 1 huruf p UU PPh juga merupakan objek pajak.
Pasal 3 (General Definitions) tentang istilah umum Pasal 3 ayat 1 : Istilah “person” meliputi orang pribadi, perseroan dan setiap badan lainnya dari person.; Istilah “company” berarti setiap badan usaha atau setiap kesatuan yang terlibat dalam persetujuan sebagai sebuah badan usaha untuk tujuan perpajakan.
Istilah “perusahaan” dari suatu negara pihak pada persetujuan dan perusahaan dari suatu pihak pada persetujan lainnya” berarti suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk suatu negara yang terlibat dalam persetujuan dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk suatu negara lainnya yang terlibat dalam persetujuan.
Istilah “lalu lintas internasional” berarti setiap pengangkutan oleh kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan oleh perusahaan yang menempatkan efektif manajemennya di suatu negara pihak pada persetujuan (domisili), kecuali jika kapal laut atau pesawat udara itu semata-mata dioperasikan antara tempat-tempat yang berada di negara pihak pada persetujuan lainnya.
Istilah pejabat yang berwenang berarti: Di negara A : …………….. Di negara B : …………….. Istilah warga negara berarti: Setiap individu yang memiliki kewarganegaraan dari salah satu negara yang terlibat pada persetujuan. Setiap badan hukum, persekutuan atau asosiasi yang memperoleh statusnya karena undang-undang yang berlaku pada negara yang terlibat dalam persetujuan.
Perbedaan : UN,OECD, dan Model Indonesia pada umumnya tidak ada perbedaan Pada pasal 3 ayat 1, model Indonesia menambahkan istilah Indonesia, yaitu suatu wilayah teritorial dari Republik Indonesia sebagaimana ditentukan dalam hukumnya, dan bagian dari landasan kontimental dan laut yang berbatasan dengan Republik Indonesia yang mempunyai kadaulatan, hak kedaulatan atau juridiksi menurut hukum internasional.
Pada pasal 3 ayat 1huruf e, istilah lalu lintas internasional menurut model Indonesia adalah jasa angkutan oleh kapal atau pesawat udara yang dioperasikan oleh sebuah perusahaan yang di negara yang terikat persetujuan, kecuali jika kapal laut atau pesawat udara itu semata-mata dioperasikan antara tempat-tempat yang berada di nrgara pihak pada persetujuan lainnya. Sedangkan OECD Model, menambahkan istilah perusahaan dan istilah usaha. Istilah “perusahaan” yang melakukan kegiatan dalam berbagai usaha. Sedangkan istilah usaha termasuk jasa-jasa profesional dan kegiatan lainnya dari suatu pekerjaan bebas.
Pasal 3 ayat 2 Dalam penerapan persetujuan ini oleh suatu negara yang terlibat dalam persetujuan, setiap istilah yang tidak dirumuskan, kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, akan diartikan menurut perundang-undangan pajak dari negara yang terlibat dalam persetujuan yang berlaku pada saat itu. Dan bila istilah yang sama diberikan oleh undang-undang lain di negara tersebut maka yang berlaku adalah arti yang ada di dalam undang-undang perpajakan. Bilamana terdapat istilah yang tidak dirumuskan dalam perjanjian ini, sehingga dapat diartikan lain, maka harus diartikan menurut Undang-undang perpajakan di negara sumber penghasilan, bila istilahnya sama namun mengandung arti yang berbeda antara Undang-undang perpajakan dengan undang-undang lainnya, maka yang dipakai arti sesuai undang-undang perpajakan. (Penjelasan)
Pasal 4 (Tentang resident) tentang penduduk Pasal 4 ayat 1 : Untuk kepentingan persetujan ini istilah “penduduk dari negara yang mengadakan persetujuan” berarti setiap orang atau badan yang, menurut perundang-undangan negara tersebut, dapat dikenai pajak di negara itu berdasarkan domisilinya, tempat kediamannya, tempat kedudukan manajemennya atau dasar lainnya yang sifatnya serupa. Bahwa penghasilan dikenakan berdasarkan azas domisili, hal ini mengingat adanya negara yang memberikan sumber penghasilan juga mengenakan pajak dan negara domisili juga mengenakan pajak oleh karena itu terdapat kalimat dapat, karena kedua negara yang terlibat dalam perjanjian mengenakan pajak. (Penjelasan) Untuk menghindari pemajakan ganda, maka negara sumber memotong pajak dan diperhitungkan kembali penghasilan dan pajak yang dibayar di negara domisili
Perbedaan : Model UN, menambah kalimat place of incorporation, yaitu tempat perusahaannya. Sedangkan untuk pasal 4 dan ayat lainnya antara model UN dan OECD tidak ada perubahan. Model Indonesia mengganti islilah convention dengan agreement Model Indonesia tidak menggunakan pasal 4 ayat 2 huruf d.
Pasal 5 (Permanent Estabilishment) tentang Badan Usaha Tetap Dalam pasal 5 ayat 1, Model Indonesia menggunakan istilah agreement sedangkan UN dan OECD Model menggunkan istilah convention Dalam pasal 5 ayat 2, Model Indonesia menambahkan bahwa BUT termasuk gudang atau gerai penjualan dan sebuah pertanian atau perkebunan, serta tempat pengeboran minyak atau kapal kerja yang digunakan untuk ekplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan alam.
Dalam pasal 5 ayat 3 Tax Treaty, OECD hanya menjelaskan bahwa sebuah Bangunan , konstruksi, atau proyek instalasi dianggap BUT kalau kegiatannya berlangsung selama lebih dari 12 bulan, sedangkan UN Model 6 bulan, dan Indonesia Model menambahkan atau aktivitas berlanjut selama periode lebih dari …….. bulan. Pasal 5 ayat 4 model Indonesia menambah pengecualian BUT adalah pengurusan suatu tempat tertentu dari suatu usaha semata-mata dengan maksud untuk tujuan iklan atau penyediaan informasi.
Ayat 5 Model OECD hanya menjelaskan bahwa dapat juga dianggap memiliki BUT di sebuah negara apabila memiliki kuasa untuk menandatangani kontrak atas nama perusahaan tersebut, kecuali jika kegiatannya semata-mata sebagaimana disebutkan Pasal 5 ayat 4. Model indonesia menambahkan dalam Pasal 5 ayat 4, bahwa yang dianggap BUT apabila membuat atau melakukan proses barang-barang perusahaan atau barang persediaan untuk perusahaan induk di suatu negara lain. Dalam ayat 6, Model OECD tidak mengatur tentang perusahaan asuransi yang melakukan usaha di suatu negara lain.
Dalam ayat 7 Model OECD tidak mengatur adanya agen yang semata-mata menjalankan atas nama perusahaannya saja atau tidak, yang penting jika usahanya semata-mata sebagai agen maka tidak dianggap sebagai BUT, sedangkan model UN maupun Indonesia menambahkan, jika kegiatan agen seluruhnya atau hampir seluruhnya dilakukan atas nama perusahaan itu, ia dianggap sebagai BUT, karena bukan dianggap sebagai agen yang berdiri sendiri. Ayat lainnya tidak ada perbedaan antara UN, OECD dan model Indonesia
Pasal 6 (Income From Immovable Property) tentang Pendapatan dari harta tidak bergerak Model UN dan Indonesia pasal 6 ayat 4 menambahkan kalimat untuk dikenakan pajak atas harta tidak bergerak juga terhadap penghasilan dari harta tak gerak yang digunakanuntuk pelaksanaan jasa-jasa profesi. Untuk ayal lainnya dalam pasal 6 model UN, OECD dan Indonesia tidak ada perbedaan.
Pasal 7 (Business Profits) tentang laba usaha Pasal 7 ayat 1, untuk model UN dan Indonesia, laba BUT lebih diperjelas, termasuk jika perusahaan induk melakukan Penjualan barang-barang atau barang dagangan di negara lainnya, yang jenisnya sama atau serupa, atau kegiatan usaha lainnya yang dilakukan di negara lain yang jenisnya sama atau serupa seprti yang dilakukan BUT di negara sumber.
Pasal 7 ayat 3, biaya yang tidak dapat dikurangkan oleh BUT untuk untuk model UN dan Indonesia, lebih diperjelas, yaitu tentang biaya yang tidak dapat dikurangkan ialah pembayaran-pembayaran yang dilakukan oleh BUT kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya (selain dari penggantian biaya yang benar-benar dikeluarkan), yaitu yang berupa royality, imbalan atau pembayaran serupa untuk jasa yang dilakukan atau untuk jasa manajemen atau, kecuali dalam usaha perbankan, berupa bunga atas uang yang dipinjamkan kepada kepala kantor pusat atau kantor-kantor lainnya.
Pasal 7 ayat 5, untuk model OECD, ditambah tidak dianggap ada laba BUT, jika hanya karena pembelian barang atau barang dagangan kepada perusahaan induk. Model Indonesia tidak menggunakan pasal 7 ayat 4 dalam UN model, Indonesia tidak menggunakan rumus atas suatu pembagian laba BUT, namun menggunakan perbandingan omzet untuk menentukan biaya yang wajar, bagi BUT di dalam negeri dengan neraca konsolidasi.
Pasal 8 (shipping, inland waterways transport and air transport) tentang perkapalan, pengangkutan sungai dan pesawat udara Pasal 8 ayat 1, model Indonesia, menerapkan pemajakan di negara sumber, tetapi pajak yang dikenakan akan dikurangi dengan jumalah yang sepadan dengan 50% dari padanya. Model Indonesia pada Pasal 8 ayat 2, mengatur bahwa laba yang berasal dari pengoperasian pesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional, hanya akan dikenakan pajak di negara pihak pada persetujuan dimana perusahan yang mengoperasikan pesawat tersebut berkedudukan Model Indonesia tidak menggunakan pasal 8 ayat 2 dan ayat 3 di Model UN dan OECD.
Model UN untuk pasal 8 ada alternatif A dan alternatif B Model OECD dan Indonesia tidak terdapat alternatif B
Pasal 9 (hubungan istimewa) Dalam pasal 9 ayat 3, model Indonesia menyatakan bahwa suatu negara yang terikat persetujuan tidak akan merubah laba dari sebuah perusahaan dalam keadaan sesuai pada ayat 2 setelah habis batas waktu yang disajikan dalam hukum perpajakannya. Sedangkan dalam Model OECD tidak terdapat Pasal 9 ayat3
Pasal 10 dividends tentang dividen Dalam UN, pemajakan dividen tergantung kesepakatan kedua negara, pada umumnya lebih rendah dari model OECD OECD tarif dividen ditentukan sebesar 5% jika kepemilikan sahamnya minimal 25%, sedangkan laninya 15%, sedangkan model UN ditentukan sebesar ……. Persen tergantung hasil negoisasi, namun tarif lebih rendah jika kepemilikan sahamnya minimal 10%
Model Indonesia , dalam pasal 10ayat 2, menambahkan bahwa pembeban pajak tidak melebihi ….. Persen dari jumlah kotor deviden. Ayat ini tidak akan mempengaruhi pajak perusahaan menyangkut dividen dibayar dari laba mana yang dikeluarkan. Pasal 10ayat 5, Model Indonesia menambahkan bahwa laba BUT akan dikenakan pajak tambahan menurut hukum UU perpajakan Indonesia , dan pajak tersebut tidak melebihi …..persen dari jumlah laba setelah dikurangi Pajak Penghasilan.
Model Indonesia tidak menerapkan Pasal 10 ayat 5 UN model Model Indonesia menambahkan Pasal 10 ayat 6, ketentuan pada ayat 5 dari pasal ini (pasal 10), tidak mempengaruhi ketentuan yang terkandung dalam kontrak bagi hasil minyak dan gas yang telah diputuskan oleh pemerintah Indonesia.
Pasal 11 (Interest) tentang bunga Pasal 11 ayat 2, UN dan Model Indonesia menegaskan presentase tergantung kesepakatan kedua negara, sedangkan OECD jelas menegaskan bahwa pemajakan bunga tidak boleh melebihi 10% dari jumlah bruto. Pasal 11 ayat 4, UN lebih menjelaskan bahwa untuk tidak dikenakan obyek bunga adalah apabila ia menjalankan pekerjaan bebas di negara lainnya melalui suatu tempat tetap yang berada di sana.
Model Indonesia ,menambahkan Pasal 11 ayat 3, yang menyatakan bahwa bunga yang diterima oleh pemerintah, negara bagian atau pemerintah daerah, akan dibebaskan penegnaan pajaknya. Untuk ayat lainnya dalam Pasal 11, tidak ada perbedaan antara UN, OECD dan model Indonesia.
Pasal 12 (Royalties) tentang royaliti Pasal 12 ayat 2, di UN dan Model Indonesia mengatur tarif royaliti berdasarkan kesepakatan kedua negara dalam persetujuan, sedangkan dalam OECD tidak dijelaskan lebih lanjut tarif persentase atas royaliti tersebut.
Pasal 12 ayat 3, di Model Indonesia, istilah “royalti” lebih diperjelas yaitu pembayaran secara berkala atau bukan, dan dalam bentuk apapun yang dibuat sebagai pertimbangan untuk: Penggunaan dari, atau hak untuk menggunakan, hak cipta apapun, hak paten, disain atau model, rencana, rumusan yang rahasia atau cara pengolahan, merek dagang atau hak milik lainnya atau hak atau; Penggunaan dari, atau hak untuk menggunakan industri, perdagangan atau pengetahuan perlengkapan-perlengkapan industri. Persediaan dari informasi atau pengetahuan ilmiah, teknis, penegtahuan komersil atau industri atau informasi; atau
Persediaan tentang segala bantuan yang pokok atau sampingan tentang hak kekayaan atau hak milik sebagaimana disebutkan dalam subparagraph (a), apapun peralatan seperti tersebut di dalam subparagraph (b), atau apapun penegtahuan atau informasi seperti tersebut di dalam subparagraph (c),; atau
Penggunaan dari, atau hak untuk penggunaan: Film gambar hidup; atau Film atau video untuk digunakan dalam penghubung dengan televisi atau Tape untuk digunakan dalam penghubung dengan siaran radio.
Ada perbedaan pada ayat 4 dan 5 Ayat yang lain tidak ada perbedaan Sedangkan model OECD hanyaterbatas pada istilah “royaliti” berarti segala jenis pembayaran yang diterima sebagai balas jasa atas penggunaan, hak menggunakan setiap hak cipta kesusasteraan , kesenian atau karya ilmiah, termasuk film-film sinematografi, paten. Merk dagang, desain atau model, rencana, rumus rahasia atau cara pengolahan, atau untuk keterangan mengenai pengalaman di bidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan. Ada perbedaan pada ayat 4 dan 5 Ayat yang lain tidak ada perbedaan
Pasal 13 (Capital Gains) tentang keuntungan harta bergerak Model OECD, dalam pasal 13 ayat 2 keuntungan dari pemindahtanganan harta bergerak dari BUT, tidak mencakup definisi harta bergerak yg merupakan bg. dari suatu tempat usaha tetap yang tersedia bagi penduduk salah satu negara untuk melakukan pekerjaan bebas, sedangkan model UN dan Indonesia menjelaskan tentang tempat usaha tetap untuk pekerjaan bebas jika melakukan pengalihan harta, keuntungannya dikenakan di suatu tempat tetap tersebut, karena termasuk definisi BUT. Model Indonesia dan OECD, tidak menerapkan pasal 13 ayat 4 dan 5 dalam UN model.
Pasal 14 (Independent Personal Service) tentang pekerjaan bebas Salam OECD Model, pasal 14 dihapus, sedangkan dalam model Indonesia dalam ayat 1 Pendapatan yang diperoleh penduduk dari suatu negara yang terkait persetujuan menyangkut jasa yg profesional atau aktivitas lainnya yang berdiri bebas, akan dapat dikenakan pajak di negara itu, kecuali jika ia mempunyai suatu tempat tertentu yg secara teratur menyediakan untk pegawai pekerja bebas di negara lain untuk kepentingan melakukan aktivitas atau ia hadir di negara lain untuk suatu periode atau melebihi periode-periode …..hari selama 12 bulan. Jika ….. Untk model Indonesia pasal 14 ayat 1 huruf a dan b, sudah diatur dalam pasal 14 ayat 1
Pasal 15 (Dependent Personal Services) tentang pekerjaan dalm hubungan kerja Tdk ada perbedaan dalam pasal 15 ayat 1 dan 2, baik UN, OECD maupun Indonesia Dalam Pasal 15 ayat 3 Indonesia model tidak mengatur penghasilan pekerjaan di atas perahu dlm pengangkutan sungai, yg dpt dikenakan pajak di negara yg terlibat dlm persetujuan dimana pimpinan perusahaan berada.
Pasal 16 (Directors’fee) Dalam Model OECD tidak mengatur tentang penghasilan lain-lain yang kedudukannya sebagai manejer dapat dikenakan pajak di Negara lain. Dalam Model Indonesia, menjelaskan ketentuan sehingga menjadi sebagai berikut; Pembayaran direktur dan lain pembayaran yang serupa yang diperoleh oleh penduduk dari suatu negara yang terikatpersetujuan didalam kapasitasnya sebagai anggota dari dewan direktur atau badan yang serupa dari suatu perusahaan yang berkedudukan di negara dikenakan pajak di negara lain tersebut. Dalam Model Indonesia, memperjelas ketentuan sehingga menjadi sebagai berikut ; Penggajian sesorang sebagaimana dalam ayat 1 diperoleh dari perusahaan menyangkut fungsi yang sehari-hari dilakukan oleh seorang manajer atau tehnik dapat dikenakan pajak berdasarkan pasal 15.
Pasal 17 (Artistes and sportspersons) tentang artis dan atlit Istilah olahragawan, jika model UN adalah Sportsperson, Model OECD adalah Sportsman sedangkan Model Indonesia adalah Athlete. Model Indonesia menambahkan dalam pasal 17 ayat 3, menyimpang dari ketentuan dalam ayat 1 dan 2, pendapatan yang diperoleh dari aktivitas yang disebut di dalam ayat yang dilakukan di bawah suatu pengaturan atau persetujuan antara negara yang terikat persetujuan akan dibebaskan dari pajak di negara yang terikat persetujuan di mana aktivitas dilakukan jika kunjungan ke negara lain secara keseluruhan atau pada hakekatnya didukung oleh dana salah satu atau kedua negara yang terikat persetujuan, suatu otoritas yang lokal atau institusi publik negara tersebut
Pasal 18 (Pensions and social security payments) tentang pembayaran pensiunan dan jaminan sosial Alternatif A Model OECD, tidak mengatur pasal 18 ayat 2 dalam alternatif A dan tidak juga mengatur alternatif B sebagaimana diatur dalam UN Model. Dalam pasal 18 ayat 2, Model Indonesia menambahkan tentang ketentuan istilah “Anuitas (Tunjangan Tahunan)” berarti suatu penjumlahan yang dinyatakan sebagai hutang pada waktu tertentu yang dinyatakan selama hidup atau selama suatu periode yang dapat diketahui atau ditetapkan tentang kewajiban untuk melakukan pembayaran sebagai hasil pertimbangan dalam pengembalian uang.
Alternatif B: Tunduk pada ketentuan2 ayat 2 pasal 19, pensiun dan imbalan sejenis lainnya yg dibayarkan kepada penduduk suatu negara pihak pd persetujuan akibat hubungan kerja masa lalu, dapat dikenakan pajak di negara itu Namun, pensiun tersebut dan pembayaran sejenisnya dpt juga dikenai pajak di negara lainnya bila penbayrab tsb dilakukan oleh penduduk negara lain itu atu BUT yg berada di negara itu. Menyimpang dari ketentuan ayat 1 dan 2, pensiun yg dibayar atau pembayran2 yg sejenis yg dibayar dlm rabgka program umum sebagai bg. dari jaminan sosial dari salah satu negara atau bg. Ketatanegaraannya hanya dikenai pajak di negara itu.
Sebagai neg. berkembang Indonesia sebaiknya menggunakan alternatif B karena pengenaan pajaknya berdasarkan atas sumber penghasilan. Pengenaan pajak ini juga dikarenakan yg memberi penghasilan adalah negara sumber. Model OECD dan Indonesia, tidak ada model alternatif pasal 18B
Pasal 19 (Government service) tentang jasa pemerintah Tidak ada perbedaan
Pasal 20 (Student) tentang pelajar Untuk pasal 20 model UN dan OECD, tidak ada perbedaan untuk students. Model Indonesia diatur dalam pasal 21. Namun Model Indonesia dalam Pasal 20, bukan pelajar, namun ada ketentuan lain mengenai guru dan peneliti. Inilah salah satu hal yang membedakan model Indonesia dengan model UN dan OECD, dimana tidak diatur tentang pemajakan atas penghasilan guru dan peneliti.
Pasal 20 Model Indonesia menjelaskan tentang Perorangan yang mengunjungi untuk sementara ke suatu Negara Pihak pada persetujuan dan yang diundang oleh Pemerintah dari Negara yang terikat persetujuan tersebut pertama atau dari suatu Universitas, perguruan tinggi, sekolah, musiman atau institusi budaya di Negara Yang disebut pertama, atau dibawah suatu program acara pemerintahan tentang pertukaran budaya, hadir oleh karena Contracting State/Negara yang terikat persetujuan untuk suatu periode tidak melebihi dua tahun berurutan semata-mata untuk kepentingan pengajaran, member ceramah kuliah atau menyelesaikan riset pada institusi tersebut akan dibebaskan pajak di Negara yang terikat persetujuan atas sejumlah penggajian yang diperoleh dari aktivitas tersebut, dengan ketentuan bahwa pembayaran dari penggajian tersebut diperoleh dari Negara lain yang Terikat persetujuan.
Pasal 21 (Other Income) tentang pendapatan lain-lain Model OECD, pendapatan lain-lain yang menyangkut pendapatan lain sehubungan pekerjaan bebas pada suatu tempat tertentu di Negara lain, tidak diatur Model UN menambahkan ayat tambahan bilamana penghasilan lain-lain tidak diatur dalam Tax Treaty, maka dikenakan pajak di Negara sumber penghasilan Sedangkan Model Indonesia hanya mengatur satu ayat dalam pasal 22 tentang pendapatan lain-lain, yaitu Jenis-jenis penghasilan lainnya dari salah satu Negara, dari manapun asalnya, dan tidak tunduk kepada pasal-pasal terdahulu dalam persetujuan ini hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut, selain dari pendapatan dalam wujud lotere, hadiah akan dikenakan pajak di Negara itu.
Pasal 22 (Capital) tentang kekayaan Model Indonesia tidak mengatur pajak atas kekayaan namun mengatur pajak pendapatan, pengalihan tanah dan bangunan juga dimaksudkan adalah pendapatannya yang dikenakan pajak. Model OECD, tidak mengatur suatu tempat tertentu untuk melaksanakan pekerjaan bebas dianggap sebagai BUT
Pasal 23 A (Exemption Method) Model OECD menambahkan ketentuan ayat 4, yaitu ketentuan dari ayat 1 tidak berlaku bagi pendapatan yang diperoleh atau kekayaan yang dimiliki oleh penduduk dari suatu Negara yang terikat persetujuan di mana Negara lain yang terikat persetujuan menggunakan ketentuan dari perjanjian ini untuk membebaskan pendapatan atau kekayaan dari pajak atau menggunakan ketentuan dari pasal 10 ayat 2 dan Pasal 11 untuk pendapatan seperti itu. Model Indonesia hanya mengatur satu ayat dalam Pasal 23 A, Tax Treaty, yaitu dimna penduduk dari suatu Negara yang terikat persetujuan memperoleh pendapatan dari Negara lain yang terikat persetujuan, jumlah pajak terutang di Negara lain yang terikat persetujuan menurut Perjanjian ini, dapat dikreditkan terhadap pajak di Negara yang terikat persetujuan yang tersebut pertama di tempat ia berkedudukan. Jumlah kredit, bagaimanapun, tidak melebihi jumlah pajak atas negara yg teruikat persetujuan yg tsb pertama pada pendapatan itu dihitung menurut peraturan dan hukum perpajakannya.
Pasal 23 B (Credit Method) Model Indonesia tidak mengatur Pasal 23 B tax treaty, sedangkan untuk ketentuan pasal 23 B, baik UN mdan OECD, tidaka ada perbedaan ketentuan.
Pasal 24 (Non Discrimination) tentang tidak diskriminasi Model Un dan OECD, tidak ada perbedaan, sedangkan model Indonesia, tidak menerapkan 24 ayat 2 dan ayat 6 model UN, dan menambah ketentuan pada ayat 5, yaitu ; pada pasal ini istilah perpajakan berarti pajak-pajak yang tunduk pada perjanjian ini.
Pasal 25 (MuTual Agreement Procedure) tentang tata cara persetujuan bersama Dalam pasal 25 ayat 4 Model UN menambah ketentuan, Pejabat yang berwenang melalui konsultasi dapat mengajukan permohonan prosedur antar kedua Negara, kondisi, metode dan tehnik untuk melaksanakan prosedur persetujuan bersama untuk melaksanakan pasal ini. Jika ada tambahan, pejabat-pejabat yang berwenang dapat menetapkan prosedur-prosedur, syarat-syarat, cara-cara dan tehnik-tehnik untuk memfasilitasi tindakan kedua Negara yang disebutkan diatas dan melaksanakan prosedur persetujuan bersama yang diatur dalam pasal ini. Model Indonesia, dalam pasal 25 ayat 2, tidak menambahkan kalimat setiap pemufakatan yang telah dicapai harus dilaksanakan meskipun terdapat pembatasan waktu dalam Undang-undang Nasional.
Model Indonesia, dalam pasal 25 ayat 4, tidak menambahkan kalimat jika ada tambahan, pejabat-pejabat yang berwenang dapat menetapkan prosedur-prosedur, syarat-syarat, cara-cara dan tehnik-tehnik untuk memfasilitasi tindakan kedua Negara yang disebutkan diatas dan melaksanakan prosedur persetujuan bersama yang diatur dalam pasal ini Ketentuan lainnya antara ke-3 model perjanjian perpajakan tidak ada perbedaan.
Pasal 26 (Exchange of Information) tentang pertukaran informasi Dalam pasal 26 ayat 1 Model UN, menambahkan ketentuan Para pejabat yang berwenang melalui konsultasi, dapat menetapkan syarat, metode dan tehnik yang berkaitan dengan masalah-masalah pertukaran informasi yang menyangkut penghindaran pajak. Ketentuan lainnya dalam pasal 26, untuk Model UN,OECD dan Indonesia tidak ada perbedaan.
Pasal 27 (Members of Diplomatic Missions and consular posts) Tidak ada perbedaan
Pasal 28 ( Territorial Extension) tentang perluasan wilayah perjanjian Ketentuan dalam pasal 28, tentang perluasan wilayah perjanjian, tidak diatur dalam model UN, dan Indonesia.
Pasal 29 (Entry Into Force) tentang berlakunya persetujuan Ketentuan dalam pasal 29, untuk Model UN, EOCD tidak ada perbedaan Model Indonesia, lebih menjelaskan bahwa persetujuan ini akan memiliki kekuatan setelah pemerintah yang terkait dalam persetujuan memberitahukan satu sama lain secara tertulis melalui saluran diplomatik, bahwa pembentukan yang diperlukan secara konstitusional yang menyangkut Negara yang terikat persetujuan untuk memberlakukan persetujuan harus ditaati. Persetujuan ini akan mempunyai dampak : Menyangkut pajak yang dipotong dari Negara sumber pendapatan yang diperoleh pada atau setelah 1 Januari dalam tahun yang berikutnya dimana perjanjian ini mulai diberlakukan. Menyangkut pajak-pajak atas pendapatan yang lain, untuk tahun yang dapat dikenakan pajak yang mulai pada atau setelah 1 Januari tahun berikutnya dima persetujuan ini diberlakukan.
Pasal 29 (Termination) tentang berakhirnya persetujuan Model UN dan OECD tidak ada perbedaan dalam materi, namun dalam ketentuan pasal, UN diatur dalam pasal 29 sedangkan OECD diatur dalam pasal 30. Sedangkan Model Indonesia mengatur sendiri, yaitu persetujuan ini akan tetap berlaku tanpa batas waktu, salah satu dari kedua negara dapat mengakhiri perjanjian ini melalui saluran diplomatik, dengan mengirimkan surat pemberitahuan tertulis mengenai penghentian persetujuan kepada Negara lainnya, pada tanggal atau sebelum tanggal 30(tiga puluh) bulan Juni setiap tahun takwin berikutnya setelah jangka waktu 5(lima) tahun terhitung tanggal berlakunya perjanjian.
Dalam hal demikian, persetujuan ini akan tidak berlaku bagi kedua Negara: Menyangkut pendapatan yang diperoleh selama tahun pajak yang dimulai atau setelah 1 januari tahun takwin berikutnya setelah pemberitahuan ini. Menyangkut pajak-pajak atas pendapatan yang lain, untuk tahun yang dapat dikenakan pajak yang mulai pada atau setelah 1 januari tahun berikutnya dimana persetujuan ini berakhir.
Sekian