PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH FAKULTAS HUKUM UNNES Muhammad Rezza Silvia Kumalasari M. Husen Alfarisy Ardiansyah Nur Rahman Nur Maulana Iskhak
Poin Pembahasan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam mengadili PHPU Pilkada Mekanisme pengajuan PHPU Pilkada Sengketa hasil Pemilukada Jawa Timur tahun 2008 1 2 3
Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam mengadili PHPU Pilkada
Sengketa hasil pemilihan umum kepala dan wakil kepala daerah menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi yang semula merupakan kewenangan Mahkamah Agung. Pasal 236C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 menetapkan bahwa penanganan sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan belas) bulan sejak undang-undang ini diundangkan Berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi jis Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, salah satu kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi (MK) adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum dan pemilukada Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah
MEKANISME PENGAJUAN PHPU PILKADA
PUTUSAN Panitera Sidang harus diselesaikan 30 hari bagi PHPU Pengajuan permohonan maks. 3x24 Ketetapan Hasil Pemilu oleh KPU Panitera Sidang harus diselesaikan 30 hari bagi PHPU Legislatif dan 14 hari kerja bagi PHPU Pilpres dan Pemilukada sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi PUTUSAN Permohonan di registrasi Rapat Permusyawaratan Hakim Penetapan hari sidang Pembuktian Pemeriksaan lanjutan Sidang Panel pemeriksaan pendahuluan oleh 3 hakim konstitusi
Sengketa hasil Pemilukada Jawa Timur tahun 2008 PERKARA NOMOR 41/PHPU Sengketa hasil Pemilukada Jawa Timur tahun 2008 PERKARA NOMOR 41/PHPU.D-VI/2008
Pemohon : Hj. Khofifah Indar Parawansa; Mudjiono. Termohon Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Timur. Jenis Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur. Pokok Perkara Keberatan terhadap Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur 2008 Putaran II berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Timur Nomor 30 Tahun 2008 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur 2008 Putaran II bertanggal 11 November 2008. Amar Putusan Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Tanggal Putusan Selasa, 2 Desember 2008.
Pemohon dalam perkara nomor 41/PHPU. D-VI/2008, bernama Hj Pemohon dalam perkara nomor 41/PHPU.D-VI/2008, bernama Hj. Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono, adalah Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur putaran II. Pemohon mengajukan keberatan terhadap Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur 2008 Putaran II berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Timur Nomor 30 Tahun 2008 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur 2008 Putaran II bertanggal 11 November 2008. Keberatan tersebut dikarenakan Pemohon (disebut pasangan Kaji) hanya ditetapkan memperoleh sejumlah 7.669.721 suara, sedangkan pasangan calon nomor urut 5, yakni Drs. H. Soekarno, S.H.,M.Hum. dan Drs. H. Syaifullah Yusuf (disebut pasangan Karsa) memperoleh sejumlah 7.729.994 suara.
Pokok perkara : Pasangan calon Gubernur dan Wakil GubernurJawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Mujiono (Kaji) menggugat hasil penghitungan suara Pilgub Jatim oleh KPU Provinsi Jatim dengan hasil Kaji 7.669.721 dan Soekarwo dan Saifullah Yusuf (Karsa) 7.729.994. Pemohon menilai terdapat kesalahan penghitungan suara secara sistematis di 25 kabupaten/kota di Jatim, dan mengklaim hasil yang benar Kaji 7.654.742 dan Karsa 7.632.281. 3. Pemohon menggugat pelanggaran prosedur pemilu Permohonan : Menyatakan tidak sah dan batal demi hukum hasil penghitungan suara KPU Provinsi Jatim. Menetapkan Hasil Penghitungan Suara sebagaimana klaim yang diajukan Pemohon. Menetapkan pasangan Kaji sebagai Pasangan Calon Terpilih dalam Pilgub Putaran II
Putusan : 1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk sebagian. 2. Membatalkan dan menyatakan tidak mengikat secara hukum Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Timur Nomor 30 Tahun 2008 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 Putaran II bertanggal 11 November 2008 sepanjang mengenai Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara di Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, dan Kabupaten Pamekasan; 3. Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Timur untuk melaksanakan: a. Pemungutan suara ulang Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur Putaran II di Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Sampang dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak Putusan ini diucapkan; b. Penghitungan suara ulang Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur Putaran II di Kabupaten Pamekasan dengan menghitung kembali secara berjenjang surat suara yang sudah dicoblos dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Putusan ini diucapkan; 4. Menolak permohonan Pemohon untuk selebihnya.
Pada perkara PHPU.D Jawa Timur, MK mengabulkan sebagian permohonan dengan membatalkan dan menyatakan tidak mengikat secara hukum keputusan KPUD Jawa Timur,namun pembatalan hanya sepanjang mengenai hasil rekapitulasi penghitungan suara di kabupaten Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan. MK tidak menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut MK. Namun justru memerintahkan kepada KPU Provinsi Jawa Timur untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di kabupaten Bangkalan dan Sampang, dan penghitungan suara ulang di kabupaten Pamekasan dengan menghitung kembali secara berjenjang surat suara yang sudah dicoblos. Putusan yang memerintahkan pemungutan suara ulang ini menjadi suatu kontroversi, karena MK dalam memutus perkara ini telah melampaui kewenangannya sebagaimana yang telah diatur dalam Hukum acara MK itu sendiri. Dalam pasal 4 PMK Nomor.15 tahun 2008 menyatakan : “Objek perselisihan Pemilukada adalah hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh termohon yang mempengaruhi : Penentuan Pasangan Calon yang dapat mengikuti putaran kedua pemilukada; atau Terpilihnya Pasangan Calon sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah”
Dalam pertimbangan hukumnya MK memberikan tafsiran yang luas dalam mengadili sengketa pemilukada. MK berpendapat dalam mengadili sengketa Pemilukada tidak hanya membedah permohonan dengan melihat hasil perolehan suara, melainkan MK juga meneliti secara mendalam adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif yang memengaruhi hasil perolehan suara tersebut. Dari pandangan tersebut terlihat seolah-olah adanya perluasan objek sengketa perselisihan hasil pemilihan umum yang tidak hanya melihat dari hasilnya tetapi juga prosesnya. MK dalam putusannya baik dalam perkara PHPU.D Jawa Timur telah menerapkan doktrin judicial activism. Pada perkara PHPU.D Jawa timur MK memberikan pandangan bahwa MK tidak boleh membiarkan aturan-aturan keadilan prosedural (procedural justice) memasung dan mengesampingkan keadilan substantif (substantive justice)
Selanjutnya MK menegaskan bahwa dalam memutus perselisihan hasil Pemilukada, Mahkamah tidak hanya menghitung kembali hasil penghitungan suara yang sebenarnya dari pemungutan suara tetapi juga harus menggali keadilan dengan menilai dan mengadili hasil penghitungan yang diperselisihkan, sebab kalau hanya menghitung dalam arti teknis-matematis sebenarnya bisa dilakukan penghitungan kembali oleh KPUD sendiri di bawah pengawasan Panwaslu dan/atau aparat kepolisian, atau cukup oleh pengadilan biasa Atas alasan-alasan tersebutlah MK dapat memasuki proses mengadili dan dalam putusannya memerintahkan pemungutan suara ulang apabila telah terjadi pelanggaran yang mempunyai sifat terstruktur,sistematis dan massif karena MK tidak mungkin menetapkan versi perhitungan yang tepat menurut MK apabila dalam prosesnya diwarnai dengan pelanggaran-pelanggaran yang cukup serius.
Thanks For your Attention