ZAKAT PETERNAKAN FAHMI ZIZI HAPPY
PENGERTIAN HEWAN YANG PASTI WAJIB ZAKAT ADALAH UNTA, SAPI, DAN KAMBING syarat-syarat sebagai berikut: Mencapai satu nishab Mencapai Haul (berlangsung selama satu tahun) Hendaklah ternak tersebut merupakan hewan yang digembalakan, artinya hewan tersebut makan rumput yang tidak memerlukan biaya sepanjang waktu setahun tersebut.
Jumhur setuju dengan syarat tersebut, kecuali imam Maliki dan Laits meraka mawajibkan secara mutlak baik digembalakan atau dikerjakan Hewan yang masih kecil tidak dimasukkan pada hitungan nisab. Tapi jika bercampur dengan hewan yang dewasa maka akan terhitung.
Pembagian hewan ternak Sa’imah ( dikembang biakan) yaitu yang digembalakan di padang rerumputan bebas, dalam waktu setahun, siap diperas air susunya, dan dikembang biakkan maka wajib zakat Ma’lufah (digemukkan) sekalipun dapat diambil air susunya dan dikebang biakkan hanya saja pemiliknya harus membeli makanan atau memanen tanaman untuk menjadi makanan hewan tersebut. Maka wajib zakat.
Amilah (dipekerjakan) seperti unta yang disewakan pemiliknya untuk membawa beban diatas punggungnya, atau dijadikan sebagai kendaraan. Maka tidak wajib zakat Mu’addah littijarah (diperdagangkan) hewan tersebut dikenai zakat, sebagaimana barang dagangan yang lainnya, baik dipekerjakan atau digemukkan.
Macam zakat ternak
Persoalan Zakat Hewan ternak Ulama’ berbeda pendapat mengenai zakat fashilan (Bayi unta), Ajajil (bayi Sapi), Hamlan (Bayi kambing) 1. jika masih bayi maka tidak wajib zakat, jika dikeluarkan maka diambil dari bayi tersebut/sesuai hewan yang ditentukan. 2. bayi masuk dalam hitungan nishab, tidak wajib zakat kecuali ada induknya. 3. mayoritas ulama’ jika induknya mencapai nishab, maka bayinya masuk tambahan jumlah nishab.
4. Ibnu Hazm, bayi kambing tidak boleh dikeluarkan sebagai zakat, dan juga tidak terhitung sebagai hewan yang wajib dizakati kecuali telah genap 1 tahun usianya. Dengan kata lain, hewan yang masih menyusu, tidak dikenakan wajib zakat.
Kewajiban Zakat Terkait Harta Pendapat mayoritas ulama, apabila harta rusak/ musnah setelah diwajibkan zakat maka kewajiban tersebut gugur dengan rusaknya harta tersebut. Contohnya, seseorang memiliki 40 ekor kambing, karena itu ia wajib mengeluarkan zakat berupa 1 ekor kambing sebagai hewan zakat dan tetap berjumlah 40 ekor sampai berlalu 1 tahun kemudian, maka ia tetap harus mengeluarkan zakat seekor kambing dari tahun pertama. Dan dia tidak berkewajiban zakat pada tahun kedua karena kambing yang berjumlah 40 masuk dalam kategori 39 sehingga belum mencapai nishab dan tidak wajib dizakati.
Kewajiban zakat berada pada tanggungan orang yang memiliki kewajiban zakat, Pendapat ini, dianut oleh ibn Hazm, mazhab Hambali: Apabila harta rusak / musnah setelah diwajibkan zakat, maka kewajiban tersebut tidak gugur dengan rusaknya harta tersebut, karena kewajiban tersebut berada pada tanggungan pemilik harta. Contoh: seseorang memiliki 40 ekor kambing, dan tidak membayarkan kewajiban zakatnya setelah haul yang pertama, maka ia wajib mengeluarkan zakatnya 2 ekor kambing pada tahun kedua. Karena kambing yang pertama masih menjadi tanggungannya, dan dia wajib mengeluarkan 2 ekor kambing dari kambingnya yang berjumlah 40 ekor.
Ketentuan Zakat Hewan Patnership Harta yang dimiliki bersama, dikenakan kewajiban zakat sebagaimana layaknya harta milik satu orang, dengan syarat-syarat sebagai berikut: 1. Semua pihak yang memiliki harta tersebut harus memenuhi syarat orang yang wajib membayar zakat (Muslim, Merdeka, kepemilikan sempurna) 2. Hendaknya harta gabungan tersebut telah mencapai nishab 3. Mencapai batas Haul, jika tidak maka keduanya harus membayarkan zakatnya sesuai batas haulnya masing-masing. 4. Masing-masing harta tidak berbeda dalam 6 spesifikasi kandang, tempat tidurnya, tempat minum, pemerasan susunya, pejantan, dan tempat penggembalaannya.
Mazhab hambali berpendapat bahwa penggabungan pada harta selain hewan ternak tidak berpengaruh apa-apa. Karena harta yang dikenakan kewajiban zakatnya hanya dengan hitungannya yang telah melebihi nishab, karena itu tidak ada pengaruh apabila harta tersebut di gabung. Jadi jika masing-masing owner hanya memiliki setengah dari nishab, maka tidak ada kewajiban zakat padanya. Sedangkan mazhab syafi’i mengatakan bahwa penggabungan pada harta berpengaruh pula pada selain hewan ternak, seperti pada tanaman, tumbuhan, dirham, dinar, uang, dsb